Kamis, 24 Maret 2011
Puasa Dalam Agama Buddha
Cara Berdiskusi yang Baik menurut Sang Buddha
"Seseorang bisa berkata tentang masa lampau, dengan berkata, 'Demikianlah pada masa lampau.' Seseorang bisa berkata tentang masa depan. dengan berkata, 'Demikianlah yang akan terjadi dimasa depan.' Atau seseorang bisa berkata tentang masa kini, dengan berkata, 'Demikianlah masa kini.'
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak memberikan sebuah jawaban langsung untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban langsung, tidak memberikan sebuah jawaban analitis (yang layak) untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban analitis, tidak memberikan sebuah pertanyaan balasan untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah pertanyaan balasan, tidak mengesampingkan pertanyaan yang perlu dikesampingkan, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika dia, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, memberikan sebuah jawaban langsung untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban langsung, memberikan sebuah jawaban analitis untuk sebuah pertanyaan yang membuthkan sebuah jawaban analitis, memberikan sebuah pertanyaan balasan untuk pertanyaan yang membutuhkan sebuah pertanyaan balasan, dan mengesampingkan sebuah pertanyaan yang perlu dikesampingkan, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, tidak sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, tidak sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya,[1] tidak sesuai dengan prosedur standar, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya, sesuai dengan prosedur standar, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, merendahkan [si penanya], mempermalukannya, mengoloknya, mengambil kesempatan dari kesalahan-kesalahan kecilnya, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak merendahkan [si penanya], tidak mempermalukannya, tidak mengoloknya, tidak mengambil kesempatan dari kesalahan-kesalahan kecilnya, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui mendekati atau tidak mendekati. Seseorang yang mendengarkan mendekati; seseorang yang tidak mendengarkan tidak mendekati. Dengan mendekati, dia mengetahui dengan jelas kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya.[2] Dengan jelas mengetahui kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya, dia menyentuh pelepasan benar. Untuk itulah guna dari diskusi, itulah guna dari mendengarkan nasehat, itulah guna dari mendekat, itulah guna dari mendengarkan: yaitu, pembebasan batin melalui tanpa kemelekatan.
Catatan kaki:Mereka yang berdiskusi ketika kemarahan, dogma, kesombongan, mengikuti apa yang bukan jalan mulia, saling mencari-cari kesalahan, bersenang dalam kata-kata yang salah diucapkan, tergelincir, terjatuh, terkalahkan. Para mulia tidak berkata dengan cara demikian.
Jika orang bijaksana, mengetahui waktu yang tepat, ingin berbicara, kemudian, kata-katanya baik dan masuk akal, mengikuti cara para bijaksana: Itulah apa yang dikatakan oleh mereka yang sudah tercerahkan, tanpa kemarahan atau kesombongan, dengan batin yang tidak lepas kendali, tanpa nada keras, tanpa dengki.
Tanpa iri mereka berkata berdasarkan pengetahuan benar. Mereka akan bersenang dalam kata-kata yang diucapkan dengan baik. dan tidak mengecilkan apa yang tidak. Mereka tidak mempelajari untuk mencari kesalahan, tidak mencari kesalahan-kesalahan kecil. tidak merendahkan, tidak mempermalukan, tidak berkata sembarangan.
Demi pengetahuan, demi [menginspirasi] keyakinan jernih, menasehati apa yang benar: Demikianlah para bijaksana memberikan nasehat, Demikianlah para bijaksana mendengarkan nasehat. Mengetahui ini, orang bijaksana seharusnya memberikan nasehat tanpa kesombongan."
1. Bacaan aññaatavaada dengan edisi Burma. Sebuah terjemahan alternatif-nya adalah "Ajaran-ajaran mereka yang mengetahui."
2. Menurut kitab komentar, kualitas-kualitas ini adalah kebenaran mulia dari sang jalan, kebenaran mulia tentang dukkha, kebenaran mulia tentang sebab dukkha, dan kebenaran mulia tentang berhentinya dukkha.
***
klik sini gan untuk sumbernya:
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5207244
Rabu, 23 Maret 2011
DHAMMAPADA XXVI, 29-31
DHAMMAPADA XXVI, 29
Pada suatu kesempatan, para bhikkhu memberitahu Sang Buddha tentang Maha Moggallana Thera hal yang sama yang telah mereka katakan tentang Sariputta Thera; bahwa ia masih mempunyai kemelekatan terhadap barang-barang duniawi. Kepada mereka Sang Buddha mengatakan bahwa Maha Moggallana Thera telah memusnahkan semua nafsu keinginan.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 411 berikut:
Seseorang yang tidak mempunyai nafsu keinginan lagi, yang telah bebas dari keragu-raguan karena memiliki Pengetahuan Sempurna, yang telah menyelami keadaan tanpa kematian (nibbana), maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
***
Kisah Samanera Revata
DHAMMAPADA XXVI, 30
Suatu hari, para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha, "Revata mendapatkan banyak pemberian dari umat, ia menjadi terkenal dan beruntung. Meskipun demikian ia tinggal sendirian di hutan, melalui kemampuan batin luar biasa ia sekarang telah membangun lima ratus vihara untuk lima ratus bhikkhu".
Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, murid-Ku Revata telah memusnahkan semua nafsu keinginan; ia telah melampaui kebaikan maupun kejahatan".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 412 berikut:
Seseorang yang telah mengatasi kebaikan, kejahatan, dan kemelekatan, yang tidak lagi bersedih hati, tanpa noda, dan suci murni, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
***
Kisah Candabha Thera
DHAMMAPADA XXVI, 31
Candabha Thera, dalam salah satu kehidupannya terdahulu, membuat persembahan kayu cendana kepada sebuah stupa di mana relik Buddha Kassapa diabadikan. Karena perbuatan baik ini, ia dilahirkan kembali dalam keluarga brahmana di Savatthi. Ia dilahirkan dengan tanda yang istimewa, yaitu sebuah lingkaran cahaya yang memancar dari sekitar pusarnya. Karena lingkaran cahaya ini menyerupai bulan ia dikenal sebagai Candabha.
Beberapa brahmana, mengambil keuntungan dari keistimewaan yang jarang terjadi ini, memasukkannya ke dalam kereta dan membawanya keliling kota untuk pertunjukan dan hanya orang yang membayar seratus atau seribu yang boleh menyentuhnya. Pada suatu kesempatan, mereka berhenti pada suatu tempat antara kota dan Vihara Jetavana.
Kepada para pengikut Sang Buddha yang sedang berjalan ke Vihara Jetavana, mereka berkata, "Apa gunanya engkau pergi menemui Sang Buddha dan mendengarkan khotbah Beliau? Tidak ada seorang pun yang sehebat Candabha. Seseorang yang menyentuhnya akan menjadi kaya; mengapa engkau tidak datang dan melihatnya?"
Para pengikut itu kemudian berkata kepada para brahmana, "Hanya guru kami yang hebat; ia tidak tersaingi dan tiada bandingnya".
Kemudian para brahmana membawa Candabha menuju Vihara Jetavana untuk bertanding dengan Sang Buddha. Tetapi ketika Candabha sedang bersama Sang Buddha, cincin cahaya itu hilang dengan sendirinya. Ketika Candabha dibawa jauh hilang dari pandangan Sang Buddha, cincin cahaya itu kembali lagi secara otomatis; cahaya itu hilang lagi ketika ia dibawa kembali ke hadapan Sang Buddha.
Candabha kemudian meminta Sang Buddha untuk memberinya mantra (kata-kata bermakna) yang akan membuat cincin cahaya itu hilang dari pusarnya. Sang Buddha memberitahu bahwa mantra tersebut hanya akan diberikan kepada anggota pasamuan. Candabha memberitahu para brahmana bahwa ia akan mendapatkan mantra dari Sang Buddha dan setelah menguasai mantra tersebut ia akan menjadi manusia terbesar di seluruh Jambudipa. Sehingga para brahmana tersebut menunggu di luar vihara.
Dalam hal itu, Candabha menjadi seorang bhikkhu. Ia diperintahkan untuk merenungkan tubuh, yaitu untuk menggambarkan betapa menjijikkannya dan kotornya tubuh ini terdiri dari tiga puluh dua unsur pokok tubuh. Dalam beberapa hari, Candabha mencapai tingkat kesucian arahat.
Ketika para brahmana yang menunggu di luar vihara datang untuk menanyakan apakah ia telah mendapatkan mantra tersebut, Candabha menjawab, "Engkau sebaiknya pulang kembali sekarang; karena aku tidak lagi berada pada pihak yang akan pergi bersamamu".
Para bhikkhu, yang mendengarnya, pergi menemui Sang Buddha dan berkata, "Candabha dengan cara seperti itu menegaskan bahwa ia telah menjadi seorang arahat".
Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Candabha mengatakan yang sebenarnya; ia telah memusnahkan semua kekotoran batin".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 413 berikut:
Seseorang yang tanpa noda, bersih, tenang, dan jernih batinnya seperti bulan purnama, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
***
--------------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor), Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150366216050384
Cerita Angsa dan Kura-Kura
11 Buddha Rupang Paling Terkenal di Dunia
Patung-patung Buddha di Borobudur adalah maha karya dari para seniman kuno Indonesia. Semua patung Buddha disini berada dalam posisi duduk tetapi dengan sikap tangan (mudra) yang berbeda. Dari awalnya terdapat 504 patung Buddha, 300 diantaranya rusak dan 43 hilang (sejak penemuan kembali candi ini, banyak kolektor gelap yang mencuri kepala patung Buddha).

borobudur, indonesia
10. Hussain Sagar Buddha Statue
Patung Buddha ini terletak di tengah-tengah sebuah danau buatan di kota Hyderabad, India. Patung ini berdiri setinggi 17 meter dan seberat 320 ton. Ini merupakan patung monolitik terbesar di India, yang dipahat oleh para seniman hanya dari sebongkah batu besar. Tragisnya, pada saat pemasangan patung Buddha pada tahun 1992, patung ini jatuh ke dalam danau dan menyebabkan kematian 8 orang pekerja. Pemerintah kemudian memperbaiki patung dan sekarang menjadi salah satu daya tarik wisatawan di kota Hyderabad.

hussain sagar, india
9. Tian Tan Buddha Statue
Buddha Tian Tan terletak di Pulau Lantau, Hong Kong. Terbuat dari perunggu dan selesai tahun 1993. Patung ini merupakan daya tarik utama dari Vihara Po Lin, yang mensimbolkan harmonisasi antara manusia, alam, masyarakat dan agama. Patung ini dinamakan Tian Tan karena bagian bawahnya merupakan replika dari Kuil Tian Tan (Kuil Surga) di Beijing. Patung dengan sikap duduk ini memiliki tinggi 34 meter dan mengambil postur yang melambangkan ketenangan.

tian tan, hong kong
8. Monywa Buddha
Monywa adalah sebuah kota di tengah Myanmar yang terletak di pinggiran Sungai Chindwin. Disini anda dapat melihat Monywa Buddha – patung Buddha berbaring terbesar di dunia. Patung ini memiliki total panjang 90 meter. Kepala patung ini memiliki tinggi 60 kaki. Patung Buddha Monywa ini dibuat tahun 1991 dan berlubang didalamnya, sehingga pengunjung bisa masuk ke dalam.
Terdapat pula sebuah patung Buddha berdiri yang dibangun di atas Bukit Po Kaung. Dengan tinggi 132 meter, patung ini menjadi salah satu patung Buddha tertinggi di dunia.

monywa, myanmar
7. Ayutthaya Buddha Head
Kota Ayutthaya di Thailand memiliki salah satu patung Buddha yang tidak biasa di dunia. Di antara reruntuhan Wat Mahathat (Vihara Relik Agung) terdapat sebuah patung yang seluruh badannya telah lenyap oleh waktu dan hanya tersisa kepalanya saja di antara belitan pepohonan. Ini adalah salah satu patung yang sangat indah tercipta oleh berlalunya waktu.

ayutthaya, thailand
6. Gal Viharaya
Terletak di Sri Lanka, Polonnaruwa merupakan situs salah satu patung Buddha yang paling terkenal di dunia – Gal Viharaya. Vihara batu ini dibuat oleh Parakramabahu Agung di abad 12 Masehi. Di tengah-tengah vihara terdapat 4 patung Buddha berukuran besar. Di antara ke-4 patung Buddha ini adalah sebuah patung Buddha berbaring sepanjang 14 meter dan sebuah patung Buddha berdiri setinggi 7 meter.

gal viharaya, sri lanka
5. Ushiku Daibutsu
Ushiku Daibutsu terletak di kota Ushiku, Jepang. Selesai tahun 1995, patung ini merupakan salah satu patung tertinggi di dunia, bediri setinggi 120 meter termasuk 10 meter pondasi dan 10 meter platform berbentuk teratai.

ushiku, jepang
4. Temple of the Reclining Buddha
Terletak di Bangkok, Wat Pho terkenal dengan patung Buddha berbaringnya yang besar. Vihara ini merupakan salah satu vihara terbesar dan tertua di Bangkok, dibangun sekitar 200 tahun setelah Bangkok menjadi ibukota Thailand.

wat pho, thailand
3. Great Buddha of Kamakura
Buddha Agung Kamakura atau dalam bahasa Jepang biasa disebut Daibutsu Kamakura merupakan sebuah patung perunggu monumental dari Amida Buddha (Buddha Amitabha) di kota Kamakura, Jepang. Patung ini berdiri dengan damai di atas tanah Kotokuin yang merupakan sebuah kuil buddhis aliran Tanah Suci, dan patung Buddha ini menjadi salah satu ikon penting dalam pariwisata dan kehidupan sosial masyarakat Jepang.
Patung setinggi 13,35 meter dan berat 93 ton ini menjadi patung Buddha monumental terbesar kedua di Jepang (yakni setelah patung Buddha di Todaiji, Nara) dan bagi banyak orang, merupakan patung yang paling impresif.
Patung ini dibuat pada tahun 1252 di Kamakura dan pada mulanya berada di dalam kuil, sepertihalnya patung Buddha di Nara. Tetapi karena sebuah tsunami besar yang menghanyutkan semua bangunan dari kayu pada akhir abad ke-15, patung ini tetap dibiarkan berada di alam terbuka.
Patung Buddha Agung ini duduk dengan posisi teratai dan dengan tangan membentuk Dhyani Mudra, pola yang melambangkan konsentrasi/meditasi. Dengan sebuah ekspresi yang damai dan sebuah pemandangan bukit di belakangnya, Daibutsu jelas menawarkan sebuah pemandangan yang spektakular.
Daibutsu sendiri adalah Amida Buddha, yang merupakan fokus dalam ajaran Buddhisme Tanah Suci. Berasal dari Cina, aliran ini memperoleh banyak pengikut di Jepang sejak abad 12 Masehi dan masih sangat popular hingga saat ini. Inti ajarannya adalah seputar rasa bhakti terhadap Amida Buddha, mengekspresikannya melalui mantra-mantra dan dengan setulus hati, seseorang akan pergi menuju Tanah Suci atau “Surga Barat” setelah kematian – sebuah keadaan yang mana akan mempermudah pencapaian Nirvana.

kamakura, jepang
2. Temple of the Emerald Buddha
Vihara terkenal lain di Bangkok adalah Wat Phra Kaew, Vihara Buddha Zamrud. Di dalam vihara ini terdapat patung Buddha Zamrud, salah satu patung Buddha tertua dan paling terkenal di dunia.
Menurut legenda, patung ini dibuat di India sekitar 43 SM di kota Pataliputra dan berada disana selama 300 tahun. Pada abad ke-4 M, patung ini dibawa ke Sri Lanka oleh para biksu buddhis untuk menyelamatkannya dari peperangan yang terjadi. Kemudian patung ini dibawa ke Thailand dan dipindahkan ke Wat Phra Kaew di tahun 1779.

emerald buddha, thailand
1. Leshan Giant Buddha
Patung Buddha raksasa Leshan adalah sebuah maha karya umat manusia. Patung Buddha dipahatkan di sebuah lembah yang langsung menghadap ke laut di Sichuan, bagian barat Cina. Mulai dibuat selama Dinasti Tang tahun 713, patung ini baru selesai tahun 803 (90 tahun) dan melibatkan usaha dari ribuan seniman dan pemahat. Sebagai salah satu patung terbesar di dunia, patung ini juga disebut-sebut dalam puisi, lagu dan cerita.

sumber:
http://shambhalaguardian.wordpress.com/2011/02/10/11-buddha-rupang-paling-terkenal-di-dunia/
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150404680400384
Selasa, 22 Maret 2011
Kisah Buddhis: Mencari Sepotong Kebenaran
Guru itu merenungkan sejenak melihat ke atas dan ke bawah sungai dan berteriak kembali, "Anakku, engkau telah berada di seberang sungai".
Sumber : Facebook Kisah Buddhis
Sabtu, 19 Maret 2011
Kisah Seekor Anak Burung Puyuh
Sebuah cerita tentang makhluk yang terhindar dari bahaya maut, karena menjalankan Ahimsa
Pada suatu ketika Sang Boodhisatva turun kedunia ini sebagai seekor anak burung puyuh. Ia tinggal bersama-sama dengan saudara-saudaranya di sebuah sarang di dalam semak-semak. Saudara-saudaranya bertambah hari bertambah gemuk dan kuat, sebaliknya ia sendiri tidak menjadi besar das sayapnya sangat lemah. Apa yang menyebabkan demikian menyedihkan dirinya?
Sebabnya adalah ia merupakan penjelmaan dari Sang Bodhisatva. Dan karena ia akan menjadi Buddha di kemudian hari, maka ia mempelajari AJARAN SUCI dengan sepenuh hati. Dengan sendirinya ia mentaati segala ketentuan-ketentuan dan perintah-perintah dari Ahimsa. Ini berarti, ia tidak makan apa yang diberikan ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang berupa cacing, kumbang, dan binatang-binatang kecil lainnya.
Pada suatu hari timbul kebakaran hebat dalam hutandi dekat tempat tinggal keluarga burung puyuh itu. Semua burung dan penghuni hutan itu sangat terkejut dan dalam keadaan kacau-balau mereka melarikan diri, agar terhindar dari bahaya maut. Hanya anak burung puyuh itu yang tidak dapat melarikan diri karena sayapnya masih lemah.
Nyala api semakin bertambah besar menjilat-jilat kian kemari, membakar pohon-pohon, semak-semak dan tempat tinggal binatang-binatang hutan yang lain. Ayah, Ibu dan saudara-saudaranya sudah terbang semua meninggalkannya seorang diri di sarang.
Sementara itu apai terus menyala-nyala dan berambah besar. Ketika nyala api sudah sedemikian dekatnya, sehingga sarangnya hampir terjilat, ia mencicit-cict kepada dewa Api, “O Agni, dewa api jaya! Tuanku tentu melihat, bahwa aku ini terlampau kecil dan kurus untuk menjadi santapanmu tamu agung sebagai tuanku. Di sini tidak ada makanan untuk tuanku, karena semua binatang-binatang telah lari meninggalkan tempat ini. Silahkan Tuanku pulang kembali!”
Dan alangkah ajaibnya! Walaupun angin meniup dengan kerasnya, namun karena kata-kata hakiki dari burung puyuh kecil itu, tiba-tiba api berhenti mengganas dan padam. Dan terhindarlah ia dari bahaya maut.
Apakah sebabnya maka ia secara ajaib dapat tertolong dari bahaya kebakaran hutan itu? Sebabnya ialah selama hidupnya ia telah menyelamatkan jiwa binatang yang lain, bagaimanapun kecil binatang-binatang itu. Ia berkeyakinan, bahwa setiap makhluk berhak unutk hidup. Dan sejak itu, tiap terjadi kebakaran hutan di daerah itu akan padam dengan sendirinya setelah sampai di tempat yang ajaib itu.
Hubungan Dengan Sutta lain
Ahimsa yaitu bertekad untuk tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup lain, dan dengan melakukan ini tentu akan mendapatkan pahala yang besar.
Dhammapada Bab X Danda Vagga syair 142, yang berbunyi :
Walau digoda dengan cara bagaimanapun, tetapi bila seseorang dapat menjaga ketenangan pikirannya, damai, mantap, terkendali, suci murni dan tidak lagi menyakiti makhluk lain, sesungguhnya ia adalah seorang brahmana, seorang samana, seorang bhikkhu.
Dhammapada Bab XXVI Brahmana Vagga syair 405, yang berbunyi :
Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain, baik yang kuat maupun yang lemah, yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Jumat, 11 Maret 2011
Tsunami dan Pray for Japan Jadi Trending Topic Twitter
Topik #prayforjapan, #tsunami, Sendai Airport, NHK World, Watching CNN, Tokyo Disneyland, dan Sendai Airport menjadi terhangat di situs microblogging Twitter. Semua topik tersebut terkait dengan gempa dan tsunami di Jepang.
Jepang dilanda gempa bumi berkekuatan 8,8 SR di lepas pantai timur laut Jumat, yang memicu tsunami setinggi 4 meter. Gelombang tsunami itu menghanyutkan mobil dan merobek bangunan di sepanjang pantai di dekat pusat gempa.
Gempa yang melanda pukul 02:46 itu diikuti oleh serangkaian gempa susulan, termasuk satu gempa 7.4 SR sekitar 30 menit kemudian. US Geological Survey memperbarui kekuatan gempa pertama yang berkekuatan 8,8 SR.
Akibat gempa tersebut, peringatan tsunami juga sampai di Indonesia. Menurut situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, tsunami diperkirakan sampai di Papua, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara pada pukul 18.00 WIB.
Selasa, 08 Maret 2011
ARAKA - JATAKA (Kisah Mengenai Welas Asih)
"Apakah kesebelasan berkah itu? Ia tidur dengan gembira dan bangun dengan gembira; ia tidak mengalami mimpi buruk; orang-orang menyukainya; para makhluk halus menjaganya; api, racun, dan pedang tidak mendekatinya; mudah diingat; pembawaannya menjadi tenang; ia mati tanpa perasaan takut; tanpa memerlukan kebijaksanaan lebih lanjut ia mencapai surga Brahma. Kemurahan hati, para bhikkhu, yang dilakukan tanpa mengenal kehendak" dan seterusnya. "Dapat diharapkan untuk menghasilkan sebelas berkah. Sambil memuji kemurahan hati yang berisi sebelas berkah ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu seyogyanya bermurah hati kepada semua makhluk, disuruh atau tidak, ia seharusnya menjadi sahabat orang yang ramah, juga menjadi sahabat orang yang tidak ramah, dan menjadi sahabat orang yang acuh tak acuh. Jadi kepada semua tanpa perbedaan, disuruh atau tidak, di harus bermurah hati; ia harus bersimpati terhadap kesenangan atau kesusuhan dan melatih kesabaran; ia harus melakukan pekerjaanya dengan empat kebaikan. Dengan berbuat demikian ia akan sampai ke surga Brahma walaupun tanpa jalan atau buah. Para bijaksana dengan mengembangkan welas asih selama tujuh tahun, telah berdiam di surga Brahma selama tujuh jaman, masing-masing dengan satu masa berkembang dan satu masa menyusut "] Dan ia menceritakan kepada mereka sebuah kisah di masa lalu.
Pada suatu ketika, di zaman yang lalu, Sang Bodhisattva terlahir di keluarga Brahmin. Setelah dewasa, ia melenyapkan napsunya dan menjalani kehidupan religius,serta mencapai empat kebaikan. Ia bernama Araka, dan menjadi seorang guru yang tinggal di daerah Himalaya dengan pengikut yang banyak. Ia memberi nasehat kepada para bijaksana pengikutnya, "Seorang yang mengasingkan diri (pertapa) harus menunjukan welah asih, bersimpati (turut merasakan) dalam kesenangan maupun kesusuhan, dan penuh kesabaran karena rasa welas asih yang dicapai dengan penuh tekad mempersiapkannya menuju surga Brahma. " Dan untuk menjelaskan berkah dari welas asih, ia melantunkan sajak berikut ini:
"Hati yang memiliki welas asih tanpa batas kepada semua yang terlahir.
Di surga, di alam bawah, dan di bumi.
Penuh dengan rasa welas asih tak terbatas, kemurahan hati tanpa batas.
Di dalam hati yang demikian takkan ada perasaan sempit atau terkurung."
Demikianlah uraian Sang Bodhisattva kepada para muridnya mengenai pengalaman welas asih dan berkahnya. Dan ia seketika terlahir di surga Brahma, selama tujuh zaman, masing-masing dengan masa berkembang dan menyusut, ia tidak kembali lagi ke dunia ini. Setelah selesai berkhotbah, Sang Bhagava mengindentifikasi kelahiran tersebut, "Para bijaksana pada saat itu sekarang adalah para pengikut Buddha;dan saya sendiri adalah Sang Guru Araka."
"Orang yang mempunyai kedua tangan tetapi malas, mabuk-mabukan, merugikan orang lain tidak lebih baik dari orang yang tidak mempunyai tangan"
"Untuk menghapus malapetaka di dunia, harus dimulai dari memperbaiki kondisi hati manusia."
Kisah Radha Jataka
Cerita ini diceritakan Sang Buddha ketika berada di Jetavana berkenaan dengan seorang isteri perumah tangga yang keras kepala. Kejadian ini seperti penggalan cerita diatas akan dibicarakan di indriya Jataka. Sang Buddha berbicara demikian kepada Ananda "Adalah tidak mungkin untuk menjaga, melindungi wanita;tidak ada penjaga yang dapat menjaga agar wanita tetap berada dijalan yang benar. Kamu sendiri menemukan di beberapa kehidupan sebelumnya semua perlindunganmu itu tidak ada artinya; dan bagaimana kamu sekarang mengharapkan mendapatkan keberuntungan?". Demikian yang saya dengar. Beliau menceritakan kisah yang terjadi pada kehidupan yang lampau. Pada suatu waktu yang lampau ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta lahir sebagai seekor burung beo. Seorang Brahmin di kota kasi seperti ayah baginya dan saudaranya, memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri. Potthapada adalah nama Bodhisatta dan Radha adalah nama saudaranya. Sekarang Brahmin memiliki seorang isteri, tetapi sangat buruk perilakunya. Setiap akan meninggalkan rumah untuk menyelesaikan pekerjaannya, ia berkata kepada kedua saudara tersebut "Jika, ibu kalian, isteriku, melakukan hal-hal yang tidak berguna, cegahlah ia". "akan kami lakukan ayah", kata Bodhisatta "Jika kami bisa; tetapi jika kami tidak bisa, kami tidak bisa berbuat apa-apa'. Dengan demikian setelah ia mempercayakan isterinya pada pengawasan burung beonya, Brahmin tersebut pergi untuk mengerjakan urusannya. Setiap hari sejak itu isterinya melakukan tindakan yang tidak senonoh; sering melakukan perselingkuhan baik didalam maupun diluar rumah. Melihat hal itu, Radha berkata kepada Boddhisatta "kakak, salah satu dari perintah ayah adalah mencegah tindakan tidak senonoh dari isterinya dan sekarang ia tidak melakukan apa-apa tetapi menjual dirinya sendiri. Mari kita hentikan ia kakak" kata Bodhisatta, usulmu adalah usul yang bodoh kamu akan menghentikan tindakan-tindakannya sebelum itu tentu saja ia akan menyingkirkanmu. Jadi itu adalah tindakan yang sia-sia. Dan demikian yang saya dengar ia mengucapkan satu syair berikut ini: Berapa banyak malam berlalu? Rencanamu Adalah percuma. Sia-sia sebagai seorang isteri cintanya bisa diobral Nafsunya; dan sebagai seorang isteri cintanya tidak cukup hanya satu. Karena itulah Bodhiatta tidak mengizinkan saudaranya untuk mencegah tindakan isteri Brahmin, yang selalu keluyuran, bicara mengenai isi hatinya selama suaminya tidak ada. Pada saat pulang, Brahmin menanyai Potthapada tentang tingkah laku isterinya pada saat ia tidak ada dirumah dan Bodhisatta langsung menceritakan semuanya. "Sekarang, ayah!! Katanya "Apa yang bisa engkau perbuat terhadap wanita yang sangat jahat itu?". Dan ia menambahkan,_"Ayahu, sekarang, setelah saya melaporkan semua tentang ibu jahat saya, kami tidak bisa tinggal lama lagi di sini". Seperti yang saya dengar, ia bersimpuh dikaki Brahmin tersebut dan pergi terbang bersama Radha menuju ke hutan. Akhir khotbahnya, Sang Buddha mengajarkan empat kebenaran, yang pada akhir Ananda mengerti tentang seorang isteri yang memiliki keinginan yang sangat kuat akan keinginan-keinginan dunia adaklah hal yang tidak bisa dipungkiri merupakan hasil dari jalan kecil pertama. "Suami dan isteri ini" kata Sang Buddha "adalah Brahmin dan isterinya pada waktu itu, Ananda adalah Radha dan saya sendiri adalah Potthapada. |
Dua Ekor Kera Bersaudara
Suatu ketika, Bodhisattva terlahir di lingkungan Himalaya sebagai seekor kera bernama Nandaka. Adiknya bernama Chullanandaka. Mereka berdua memimpin sekelompok kera yang terdiri dari 84.000 ekor kera. Mereka juga mempunyai ibu tua yang telah buta untuk dirawat.
Pada suatu saat, ketika mereka sedang menikmati buah-buahan di hutan tanpa terasa mereka telah jauh dari tempat tinggalnya. Oleh karena itu, mereka mengirimkan makanan kepada ibunya melalui teman-temannya. Namun, kiriman makanan itu jarang disampaikan kepada ibunya. Tersiksa karena kelaparan, sang ibu jatuh sakit.
Ketika pulang, mereka sangat terkejut dengan keadaan ibunya yang sakit parah.
Selanjutnya, ketika mereka mengetahui bahwa buah-buahan yang dikirimkan melalui kawan-kawannya tidak diterima oleh sang ibu, mereka kemudian meninggalkan kelompoknya dan tinggal bersama ibunya di sebatang pohon banyan.
Pada suatu hari datanglah seorang brahmana yang jahat masuk ke dalam hutan itu. Brahmana ini telah dikeluarkan dari sekolah terkenal di Taxila dan telah meninggalkan guru yang paling terkenal yaitu Parasariya. Brahmana ini telah alih professi menjadi seorang pemburu dan pembunuh.
Melihat seorang pemburu datang mendekati, kedua kera bersaudara itu segera bersembunyi di belakang dedaunan. Namun, sang induk kera terlambat menyembunyikan diri. Kemudian, sang pemburu menarik busur untuk membunuhnya. Nandaka, si kera sulung melompat di depan pemburu dan memohonnya untuk membebaskan sang ibu dari kematian dan menjadikan dirinya sebagai gantinya. Si pemburu sepakat dan membunuh Nandaka.
Akan tetapi, sang pemburu tidak menaati janjinya dan sekali lagi ia mengarahkan anak panahnya kepada induk kera. Kali ini, Chullanandiya, si kera bungsu segera melompat di hadapan sang pemburu dan memohon kebebasan induknya. Ia juga bersedia dibunuh sebagai ganti kehidupan ibunya. Sang pemburu sekali lagi menyetujuinya. Karena itu, ia membunuh si kera bungsu.
Namun, ia tetap juga melanggar janjinya dengan membunuh sang induk kera. Ia mencabut anak panah ketiga dan mengarahkannya ke induk kera yang telah buta matanya tersebut. Ia kemudian mengumpulkan ketiga jasad kera dan dengan bahagia dibawanya pulang. Selama perjalanan ia merasa bahagia karena berpikir bahwa ia telah dapat memberikan keluarganya tiga jasad kera dalam satu hari.
Ketika ia akan tiba di rumah, ia mendengar berita bahwa rumahnya telah disambar petir dan seluruh anggota keluarganya hancur. Kehilangan seluruh anggota keluarganya membuatnya sedih luar biasa dan berubah pikiran. Ia melemparkan pakaiannya dan berlari menuju ke rumah dengan dua tangan terbuka seolah akan memeluk anak dan istrinya. Ketika ia tiba di rumah dan mencari anggota keluarganya di antara puing-puing, kepalanya kejatuhan tiang bambu rumah yang sedang terbakar. Dikatakan oleh para saksi mata bahwa ia telah hilang dalam kepulan asap dan api yang timbul dari neraka bersamaan dengan terbukanya bumi untuk menelan tubuhnya. Para saksi mata juga mendengar bahwa pria yang sekarat itu mengulang pelajaran yang telah diberikan oleh guru tuanya di Taxila dengan menyebutkan kalimat berikut ini:
Sekarang saya teringat akan ajaran guru saya,
Dan sekarang saya mengerti maksudnya,
Ketika ia mengajarkan padaku untuk berhati-hati;
Dan jangan melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penyesalan.
(Keterangan:
Pada waktu itu Nandiya adalah Bodhisattva, Parasariya adalah Sariputta, induk kera adalah Gotami; Chullanandiya adalah Ananda dan Devadatta adalah si pemburu)
Demikianlah salah satu kisah Jataka yang menguraikan tokoh-tokoh penting di sekitar Bodhisattva di kehidupan yang lampau maupun ketika Beliau terlahir sebagai Buddha Gotama di kehidupan yang terakhirnya.
Kisah Buddha Menaklukan Ular Kobra
Pada suatu hari Buddha tiba di Uruvela dan mengunjungi Uruvela Kassapa. Di tempat ini Buddha harus memperlihatkan bermacam-macam kekuatan gaib untuk menundukkan Uruvela Kassapa ang ternyata juga mahir dalam melakukan ilmu-ilmu gaib. Salah satu contoh dapat diceritakan sebagai berikut:
"Kalau anda tidak keberatan, Kassapa, aku ingin bermalam di pondokmu."
Tentu saja tidak, Gotama Yang Mulia, aku tidak keberatan anda bermalam di pondokku. Tetapi anda harus tahu, bahwa seekor ular kobra yang besar dan ganas sekali menjaga api suci yang terdapat di pondokku. Tiap malam ular itu keluar dan aku kuatir anda akan celaka," jawab Uruvela Kassapa.
"O, tidak apa-apa. Kalau anda tidak keberatan aku akan bermalam di pondokmu." "Kalau begitu baiklah. Selamat malam dan semoga anda selamat." Buddha juga mengucapkan selamat malam kepada Uruvela Kassapa dan masuk ke dalam pondok. Buddha duduk bermeditasi dan menunggu munculnya ular kobra tersebut.
Waktu tengah malam benar saja seekor ular kobra besar datang menghampiri Buddha. Ular itu menyemburkan uap beracun dan mencoba menggigit Buddha. Tetapi semburan uap beracun maupun usaha untuk menggigit Buddha ternyata sia-sia saja. Buddha tetap duduk bermeditasi dengan mengembangkan Cinta Kasih (Metta) dan badanNya seolah-olah dikelilingi oleh semacam perisai yang tidak dapat ditembus.
Esok paginya Uruvela Kassapa datang menjenguk Buddha dan mengira akan menemukan mayat-Nya. Ia terkejut melihat Buddha sedang bermeditasi. Uruvela Kassapa bertanya; "Apakah Buddha tidak diganggu oleh ular kobra? "Tidak, ular itu ada di sini," jawab Buddha dan membuka tutup mangkuk yang biasa dipakai untuk menrima makanan. Maka, keluarlah ular kobra yang mendesis dengan ganas sehingga Uruvela Kassapa cepat-cepat ingin menyingkir. Tetapi Buddha menahannya dan berkata bahwa Buddha mempunyai kemampuan menjinakkan ular kobra tersebut.
Pada kesempatan lain sewaktu turun hujan yang lebat dan semua tempat di daerah itu digenangi air banjir, kembali Buddha memperlihatkan kekuatan gaib-Nya. Tempat dimana Buddha berdiri dan berjalan, air "membelah" membuka jalan, sehingga kaki dan tubuh Buddha tidak basah terkena air.
Akhirnya Uruvela Kassapa dapat diyakinkan bahwa ia bukanlah tandingan Buddha dan ia juga tahu, bahwa ia belum mencapai kesucian Arahat sebagaimana dikiranya semula. Ia juga dapat diyakinkan bahwa pemujaan api tidak dapat membawa orang ke Pembebasan Sempurna. Akhirnya Uruvela Kassapa dan lima ratus muridnya menjadi pengikut Buddha dan membuang semua peralatan pemujaan api mereka. Hal ini juga diikuti oleh kedua saudara Uruvela Kassapa yaitu Nadi Kassapa dan Gaya Kassapa beserta murid-muridnya menjadi pengikut Buddha.
Senin, 07 Maret 2011
Burung Merak Yang Menari (Kebanggaan dan Kerendahan Hati)
Cinta Sejati (Kumpulan Ceramah Ajahn Brahm)
Kisah Buddhis : Si Cacing
Sumber: Facebook Kisah Buddhis
Motivasi Dalam Buddhisme
Motivasi yang kuat ataupun lemah terlihat dari tingkah laku sehari-hari. Kebutuhan individu untuk berhasil merupakan salah satu bentuk stimulus/ rangsangan yang mendorong motivasi seseorang. � Stimulus adalah hal-hal yang menyebabkan bangkitnya atau timbulnya tanggapan-tanggapan atau tindakan-tindakan tertentu, sedangkan �Respons� adalah tindakan kita terhadap stimulus yang datang.
Berbagai faktor yang menentukan respon kita yaitu : kesadaran diri, imajinasi, hati nurani, dan kekuatan tekad. Agar lebih tepat dalam memilih respons tersebut kita harus menyadari perasaan, emosi, dan kondisi fisik kita, pengaruh dari luar, pengaruh respons kita terhadap kita sendiri maupun orang lain.
Berbagai hal yang dapat membantu dalam usaha meningkatkan kesadaran diri antara lain :
- Berbicara di depan cermin
- Merekam pembicaraan sendiri
- Meminta Umpan Balik
- Evalusai keyakinan, pandangan nilai dan perasaan
- Membuat catatan harian
Sumber �sumber referensi dapat berasal dari internal maupun eksternal. Yang paling besar pengaruhnya adalah referensi internal, yang lazim disebut sebagai pengalaman, karena memang merupakan hal yang dialami kita sendiri dari paradigma, dari pelajaran, dari visi dan misi pribadi kita. Oleh karena itu, referensi internal dapat diperkaya melalui banyak belajar, membaca, mengikuti pelatihan, pada saat bersamaan referensi eksternal jga diperkaya misalnya dengan pergaulan, atau menjadi anggota organisasi, semisal UKM Buddha, UKM Komputer dsb
Daya imajinasi dapat diolah dengan cara :
1. Melihat segala sesuatu dari segala sudut pandang, jangan hanya dari satu sudut saja
2. Mempertanyakan batasan-batasan yang ada, yang mungkin harus diterapkan
3. Hubungkan hal-hal yang mungkin tampaknya tidak berhubungan
4. Rileks dan tidak tegang (tense)
5. Jangan mengkritik ide-ide orang lain, sebaliknya seringlah bertukar ide dengan orang lain, karena saling bertukar ide dapat memperkaya semua pihak.
Hambatan ? Tentu, selalu ada saja hambatan atas usaha-usaha yang dilakukan. Kita bagaikan terjepit di bawah hambatan-hambatan tersebut. Untuk mengatasinya, tidak lain kita harus memperkuat faktor-faktor yang menjadi pendorong kita. Itulah kekuatan tekad, yang dapat dan harus diperbesar untuk melawan faktor-faktor penghambat.
Pada beberapa individu, terdapat kecenderungan untuk menghindar dari masalah yang timbul. Hal ini dikenal dengan istilah �Flight� atau melarikan diri dari masalah. Kebalikannya adalah �fight� atau menghadapi dan berusaha memecahkan masalah yang timbul, karena masalah adalah tantangan, yang jika dihadapi dengan benar dan tepat, dapat memperkuat kekuatan kita, dan sebaliknya, menghindari tantangan tanpa pernah berusaha sama sekali, akan memperlemah kita. Asalkan kita mau berusaha dan mencoba dengan tekad dan pikiran positif, tantangan seperti apapun beratnya, akan dihadapi dengan baik.
Kita baru mulai melangkah, diperlukan kegigihan luar biasa untuk mencapai keberhasilan, dan kita sendiri yang akan memetik buahnya kelak. Apa yang dilakukan jika semua usaha kita gagal ? Terimalah kenyataan dari kegagalan itu, dan berusahalah belajar dari kegagalan, jadikan kegagalan sebagai bahan evaluasi, intropeksi untuk meningkatkan diri di masa mendatang, sehingga kalaupun kita terjatuh, tidak akan menggelinding ke bawah, melainkan menggelinding ke atas. Penolakan kita atas kegagalan yang terjadi, tidak akan memperbaiki keadaan, melainkan memperlemah kita sendiri karena hati nurani tidak bisa dibohongi.
Suatu banyak contoh keberhasilan orang-orang besar yang memiliki motivasi luar biasa kuat walaupun pada awalnya mereka mengalami kegagalan, yang bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali, bahkan ada yang sampai puluhan kali.
Marilah kita senantiasa memupuk motivasi yang kuat sesuai Dhamma untuk menjadi umat Buddha yang lebih baik, dan lebih baik lagi dalam hidup kita, sampai akhirnya mencapai kebahagiaan Nibbana.
Dikutip dari Majalah Permata Dhamma
_____________________________________________________________________________
Dhamma itu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pada akhirnya
Sirima (Kisah pelacur wanita yang sangat cantik)
terhadapnya.
sudah tidak cantik dan menarik. Jenazah itu mulai membengkak dan mengeluarkan cairan dari enam lubang.
bersamanya, tetapi sekarang tak seorangpun yang ingin mengambil tubuhnya walau dengan cuma-cuma. Tubuh manusia sesungguhnya subjek dari kelapukan dan kehancuran.”
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan. Ia tidak kekal serta tidak tetap adanya.
Kosiya (Orang Kaya yang kikir)
mengucapkan sepatah kata pun.
Tambadathika (Seorang penjagal istana)
menyeruduknya sehingga ia meninggal dunia. Ketika Sang Buddha berada dalam pertemuan bhikkhu pada sore hari, para bhikhhu memberitahu beliau perihal kematian tambadathika. Ketika ditanya kemana tambadathika dilahirkan kembali. Sang Buddha berkata kepada mereka bahwa meskipun tambadathika telah melakukan perbuatan jahat sepanjang hidupnya, karena memahami Dhamma setelah mendengarkannya dari Sariputta Thera, ia telah mencapai anulomaññana sebelum meninggal dunia. Ia dilahirkan kembali di alam sorga Tusita.
bermanfaat, yang dapat memberikan kedamaian kepada pendengarnya”
Sabtu, 05 Maret 2011
SANG BUDDHA DAN PETANI KASIBHARADVAJA
“Saya membajak dan menanam benih, dan setelah membajak dan menanam benih, saya makan. O Pertapa, Engkau juga harus membajak dan menanam, dan setelah membajak dan menanam, baru Engkau bisa makan”.
“O Brahmana, Tathagata juga membajak dan menanam. Dan setelah membajak dan menanam, Tathagata makan”, jawab Sang Buddha.
Dengan bingung Brahmana bertanya, “Engkau mengatakan bahwa Engkau membajak dan menanam, tapi saya tidak melihat Engkau membajak?”.
Sang Buddha menjawab :
“Tathagata menanam keyakinan sebagai benih-benihnya. Aturan disiplinKu adalah sebagai hujannya. KebijaksanaanKu adalah kuk dan bajaknya. KesederhanaanKu adalah kepala-bajaknya. PikiranKu adalah talinya, Kesadaran (sati)-Ku dalah mata bajak dan tongkatnya”.
“Tathagata terkendali di dalam perbuatan, ucapan dan makanan. Tathagata melakukan penyiangan dengan kebenaran. Kebahagiaan yang Tathagata dapatkan adalah kebebasan dari penderitaan. Dengan tekun Tathagata memikul kuk/gandar hingga mencapai Nibbana. Dengan demikian Tathagata telah melaksanakan pekerjaan membajak. Ini menghasilkan buah Keabadian. Dengan pembajakan seperti ini, seseorang terbebas dari semua penderitaan”. Setelah penjelasan ini, Brahmana tersebut menyadari kesalahannya, dan berkata, “Sudilah Yang Mulia Gotama makan nasi-susu ini. Yang mulia Gotama adalah seorang petani karena panennya menghasilkan buah Tanpa-kematian!” Setelah berkata demikian, Brahmana mengisi satu mangkuk besar dengan nasi-susu dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha. Sang Buddha menolak makanan tersebut dan mengatakan bahwa ia tidak dapat menerima makanan sebagai balasan/pembayaran dari pembabaran DhammaNya.
Brahmana berlutut di kaki Sang Buddha dan memohon agar ditahbiskan menjadi anggota Persaudaraan para Bhikku. Tak berapa lama setelah itu, Kasibharadvaja menjadi Arahat.