Senin, 30 Mei 2011

Sang Buddha Memberi Makan Orang Kelaparan

Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di Vihara Jetavana, dengan Mata Buddha-Nya, Sang Buddha melihat seorang laki-laki yang amat miskin tinggal di Alavi. Sang Buddha mengetahui bahwa orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai tingkat kesucian. Sang Buddha ingin membantu orang itu, lalu bersama dengan lima ratus orang muridnya, Sang Buddha melakukan perjalanan menuju Alavi.
Penduduk Alavi setelah mengetahui kedatangan Sang Buddha, segera mengundang Sang Guru Agung menjadi tamu mereka. Ketika orang miskin itu mendengar kedatangan Sang Buddha, ia ingin sekali bertemu dengan Sang Buddha dan mendengar Ajarannya. Tetapi, pada hari itu seekor lembunya tersesat. Ia bimbang,
"Apakah saya mencari lembu yang hilang itu ataukah saya pergi menemui Sang Buddha untuk mendengarkan AjaranNya?".
Akhirnya ia memutuskan: "Pertama-tama saya akan mencari lembu yang hilang itu terlebih dahulu, kemudian saya akan pergi menemui Sang Buddha".
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia pergi ke hutan untuk mencari lembunya yang tersesat. Penduduk desa Alavi mempersilahkan Sang Buddha beserta murid-muridnya untuk duduk di tempat yang telah mereka persiapkan, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya dengan penuh hormat. Sesudah makan, Sang Buddha biasanya mengucapkan terima kasih dengan membacakan Paritta Pemberkahan, tetapi kali ini Sang Buddha berkata: "Ia yang menyebabkanKu datang ke sini bersama para bhikkhu sedang pergi ke hutan mencari lembunya yang hilang. Kita tunggu sampai dia kembali, setelah ia datang Aku akan membabarkan Dhamma". Kemudian Sang Buddha duduk diam.
Orang miskin itu setelah menemukan lembunya yang tersesat, segera menggiring lembunya kembali ke kandang. Ia lalu berpikir: "Kalau tidak ada apa-apa lagi, saya harus segera pergi mengunjungi dan memberikan hormat kepada Sang Buddha". Dengan menahan rasa lapar yang amat sangat, ia segera pergi menemui Sang Buddha. Setelah orang itu bernamaskara di hadapan Sang Buddha, ia lalu duduk diam-diam di salah satu sisi. Sang Buddha setelah melihat orang itu datang, segera berkata kepada orang yang melayaninya: "Apakah masih ada makanan?". "Masih ada Yang Mulia, masih banyak makanan". "Berikanlah makanan kepada orang ini". Kemudian orang itu diberikan bubur dan makanan lainnya. Setelah selesai makan, ia mencuci mulutnya lalu duduk dengan tenang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan Dhamma, menjelaskan Empat Kesunyataan Mulia. Pada akhir khotbah, orang itu mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapana). Setelah Sang Buddha selesai membabarkan Dhamma, Beliau lalu membacakan Paritta Pemberkahan dan segera meninggalkan desa itu. Di perjalanan, para bhikkhu menyatakan keheranannya dengan apa yang Sang Buddha lakukan pada hari ini, mereka berkata: "Saudaraku, Guru kita belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tetapi melihat orang itu kelaparan, Sang Guru meminta penduduk desa menyediakan makanan untuknya". Sang Buddha segera berhenti berjalan, berbalik dan bertanya: "O, para bhikkhu, apa yang kalian bicarakan?". Setelah Sang Buddha mendengar apa yang mereka bicarakan, Beliau berkata: "O, para bhikkhu, kadatanganKu kemari dengan melalui perjalanan yang berat dan jauh ini adalah karena Aku melihat orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai Tingkat Kesucian. Pagi-pagi sekali dengan menahan lapar, ia ke hutan mencari lembunya yang hilang. Jadi kalau Aku membabarkan AjaranKu kepada orang yang perutnya lapar, ia tidak akan dapat mengerti apa yang Kuajarkan. Karena itu Aku melakukan apa yang harus Kulakukan. O, para bhikkhu, kelaparan adalah penyakit yang paling berat".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
"Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi"
(Dhammapada, Sukha Vagga no. 7)

Jumat, 06 Mei 2011

Anak-anak Mengunjungi Sang Buddha

Pada suatu ketika, ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vihara Jetavana, Savatthi, terdapat beberapa orang tua yang menjadi pengikut aliran yang sesat. Ketika mereka melihat anak-anak mereka bermain-main dengan anak-anak yang orang tuanya pengikut Sang Buddha, mereka marah dan tidak senang.
Setelah anak-anak itu selesai bermain dan pulang ke rumah, mereka segera memarahi anak-anaknya : "Mulai sekarang, kalau kamu bertemu dengan bhikkhu-bhikkhu pengikut Pangeran Sakya, kamu tidak usah memberi hormat, dan tidak boleh memasuki pertapaan mereka". Anak-anaknya disuruh bersumpah, harus mentaati apa yang mereka katakan. Pada suatu hari, anak-anak pengikut aliran sesat itu sedang bermain-main di luar Vihara Jetavana, tempat Sang Buddha berdiam.
Mereka bermain-main di depan pintu gerbang Vihara, setelah lelah bermain, mereka merasa amat haus dan ingin minum. mereka lalu menyuruh salah seorang temannya masuk ke dalam Vihara : "Kamu masuk dulu ke dalam, mintalah air minum dan bawakan juga untuk kami". Salah seorang anak laki-laki itu masuk ke Vihara, dan bertemu dengan Sang Buddha. Setelah memberi hormat, ia bercerita bahwa mereka sedang bermain-main di depan Vihara dan sekarang merasa haus, ingin minta air minum.
Sang Buddha berkata : "Kamu boleh minum air di sini, kalau sudah minum, kembalilah ke teman-temanmu, ajaklah mereka minum di sini". Kemudian semua anak-anak itu masuk ke dalam Vihara untuk minum. Selesai minum, Sang Buddha mengumpulkan mereka, dan mengajarkan Hukum Alam Semesta dengan kata-kata yang mudah mereka pahami. Akhirnya mereka mengerti dan menjadi murid Sang Buddha. Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing, dan bercerita kepada orang tua mereka tentang Ajaran Sang Buddha.
Beberapa orang tua yang menganut pandangan sesat itu bersedih hati dan menangis: "Anak kami telah manganut pandangan sesat". Tetapi ada beberapa orang tua yang pandai dan mengerti Ajaran Sang Buddha. Ketika menyadari kekeliruannya, mereka mendatangi orang tua yang keliru itu dan menjelaskan Ajaran Sang Buddha. Akhirnya mereka semua mengerti akan Dhamma yang Sang Buddha ajarkan, mereka berkata: "Kami akan menyuruh anak-anak kami melayani Sang Guru Agung kita" Bersama dengan keluarga masing-masing, mereka berbondong-bondong mengunjungi Sang Buddha.
Sang Buddha yang mengetahui bahwa pikiran mereka sudah berubah, segera menerangkan kembali AjaranNya kepada mereka. Sang Buddha mengucapkan syair:
"Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela, maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara". (Dhammapada, Niraya Vagga no. 13)
"Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tidak tercela, maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia". (Dhammapada, Niraya Vagga no. 14)

Karma Orang Tua dan Anak

Seorang mahasiswi menangis tersedu-sedu dihadapan dosen agama Buddha yang penuh kasih terhadapnya. Ia sedih, kecewa, dan agak tergoncang batinnya menghadapi kenyataan pahit yang harus diterimanya saat ini. Ia tidak menduga bahwa hubungan cinta yang telah dibinanya selama ini harus kandas di tengah jalan. Ia tidak menyangka bahwa calon mertuanya akan menolak dirinya sebagai menantu hanya karena ia mempunyai seorang ayah yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Ia sedih karena calon mertuanya beranggpan bahwa jika orangtuanya berkelakuan tidak baik, maka anaknya pasti mempunyai kelakuan yang tidak baik pula. Ia kecewa karena ia merasa bahwa anggapan itu tidak berlaku terhadap dirinya. Dengan penuh kesabaran, dosen agama Buddha tadi memberikan nasihat-nasihat yang ternyata dapat menghibur mahasiswi tersebut.
Sesungguhnya karma orang-tua tidak menurun kepada anaknya karena setiap makhluk membawa karmanya masing-masing. Namun, memang ada persamaan karma antara orangtua dan anak sehingga mereka bisa berkumpul dalam satu keluarga. S etiap makhluk yang akan bertumimbal lahir harus mempunyai getaran karma yang sama dengan orang tuannya. Jadi, pada saat mahasiswi tadi bertumimbal lahir melalui kandungan ibunya, ia mempunyai getaran karma yang sama pula. Jika ia mempunyai ayah yang berkelakuan tidak baik, maka ini merupakan buah dari karma buruk yangpernah dilakukannya pada kehidupan yang lampau. Dengan demikian, ia tidak boleh membenci ayaknya. Ia tidak boleh menyalahkan ayahnya. Ia tidak boleh beranggapan bahwa ayahnyalah yang merupakan penyebab putushnya hubungan cointanya dengan teman kuliahnya itu.
Sesungguhnya, hubungan cintanya juga bisa putus diakibatkan oleh karma buruk lain yangpernah dilakulkannya pada kehidupan yang lampau.
Dalam kita suci Dhammapada Bab XXIII ayat 332, dikatakan:
“Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap petapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap para ariya (orang suci) juga merupakan kebahagiaan.”
Ayah dan ibu merupakan orang tua kita. Walau bagaimanapun buruknya sifat ayah dan ibu kita, mereka tetap orangtua kita. Sebagai anak, kita wajib menghormati dan menyayangi mereka. Jika mereka berkelakuan tidak baik, maka kita wajib berusaha untuk menyadarkan mereka agar kembali ke jalan yang benar. Memang ini bukan merupakan suatu tugas yang mudah, tetapi usaha kita lakukan dengan penuh pengorbanan pun tak akan sia sia.
Anak yang baik tidak akan menyalahkan orang lain bila ia menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan. Hendalnya ia menyadari bahwa penderitaan itu hanya datang kepada orang yang memang harus menerimanya. Ia akan menerima penderitaan itu dengan tabah walau tidakd apat dipungkiri bahwa pada saat itu pasti batinnya agak tergoncang.Namun, ia tidak akan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Ia akan menyadariu bahwa tak ada gunanya menyesali peristiwa yang telah terjadi. Jika hubungan cinta itu memang harus kandas di tengah jalan, maka hal ini tidka perlu terlalu ditangisi. Masih ada kirannya pemuda lain yang lebih baik dari dia. Masih ada calon mertua yang dapat mengerti keadaannya dan mau menerimanya sebagai menantu. Masih banyak orang tua yang tidak berpandang picik seperti tersebut diatas. Dan masih banyak orang tua yang yakin bahwa menantunya merupakan orang yang bnaik walaupun orangtuan menantunya berkelakuan tidak baik.
Mahasiswi di atas merupakan gasid yang baik. Ia dapat menjadi baik berkat pendidikan agama yang diperolehnya di bangku sekolah. Ia tekun belajar agama Buddha. Ia rajin mendengarkan dan berdiskusi Dharma dengan tokon-tokoh Buddhis. Ia senantiasa berusaha melaksanakan Pancasila Buddhis dalam kehidupannya sehari-hari. Ia senang berbuat amal sesuai denga kemampuannya. Jika kelak ia berumah tangga, ia telah bertekad untuk menjadi seorang isteri yang setia dan puas hanya dengan seorang suami serta senantiasa menghormati ayah dan ibu mertuanya sebagai dewa dan dewi. Ia yang telah terbiasa hidup sederhana itu bertekad untuk tidak menjadi isteri yangmaterialistis. Sesungguhnya, pemuda yang dapat memperisterinya itu akan bahagia. Dengan demikian, nyatalah bahwa dari orangtua yang berkelakuan tidak baik mungkin saja muncul anak-anak yang berkelakuan baik.
Dalam Dhammapada Bab III ayat 43, dikatakan:
“Bukan seorang ibu, ayah, maupun sanak keluarga lain yang dapat melakukan; melainkan pikiran sendiri yang diarahkan dengan baik yang akan dapat mengangkat derajat seseorang.”
(Dikutip dari Majalah Dhamma Cakku No.13/Tahun X/1989)

Minggu, 01 Mei 2011

Pohon Kebajikan

Di desa saya, di dataran Liaodong Tiongkok ada sebuah kisah turun temurun yang sangat menyentuh hati. Alkisah, pada pinggiran desa terdapat sebuah gubuk tua dan reot, yang ditinggali oleh seorang ibu berusia paruh baya.

Penduduk sekitar hanya tahu ibu itu bermarga Zhang dan tidak ada seorang pun yang tahu nama sebenarnya. Ibu itu mengandalkan hidupnya dengan mengumpulkan barang-barang bekas.

Suatu ketika, pada masa terjadi tiga tahun bencana alam, saat ibu tua itu sedang mengumpulkan barang-barang bekas di dekat sebuah rumah sakit, ia mendengar suara tangisan bayi yang terbuang.

Bayi itu lalu digendong dan dibawa pulang ke gubuk tuanya. Selama tiga tahun bencana alam itu, ada empat bayi buangan yang ditemukannya.

Demi menghidupi ke empat bayi tersebut, si ibu tua itu terpaksa mengais sisa-sisa makanan di tong-tong sampah, dan mencari yang masih bisa dimakan. Setelah menemukannya, ibu tua itu akan memamahnya sampai lembut dulu baru disuapkan kepada bayi-bayi tersebut.

Orang tua para bayi itu, ada yang merasa tidak sanggup untuk membesarkannya, ada pula yang lahir di luar nikah, meskipun demikian mereka tidak seharusnya terlahir sebagai anak yang terbuang. Sebenarnya ibu tua itu sendiri pun hidupnya sudah sangat sengsara, akan tetapi anehnya, dengan kemukjizatan, dia telah dapat membesarkan ke empat bayi tersebut.

Dua puluh tahun kemudian, tiga anaknya telah lulus ujian dan masuk Universitas. Sedangkan satunya lagi masuk sekolah angkatan dan menjadi perwira. Ke empat anak tersebut akhirnya menetap, berkeluarga dan bekerja di kota.

Kemudian anak-anaknya membawa ibu tua itu untuk pindah ke kota, dan mereka saling berebut ingin merawat ibu tua itu. Setelah ibu tua itu meninggal, rumah gubuknya yang tua dan reot itu meskipun kalau di dorong dengan satu tangan saja sudah roboh, akan tetapi bagi penduduk sekitar sana, rumah itu memiliki arti tertentu.

Penduduk setempat memagari rumah tua itu dengan menggunakan bambu, dan membangun sebuah pintu besar di mana di atas pintu itu tergantung sebuah papan bertuliskan “Pondok Kebajikan”, sedang di halaman depan rumah itu ditanam sejumlah pohon, orang orang menyebutnya sebagai “Pohon Kebajikan”.

Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Prinsip “keuntungan adalah di atas segalanya” telah menjadi motto dari kebanyakan masyarakat. Nilai-nilai kebajikan sedikit demi sedikit terkikis, hilang terbuang. Di dalam pergaulan antar manusia adanya rasa kecurigaan semakin meningkat, sedang kebajikan menjadi semakin berkurang.

Cerita di atas telah menggambarkan seorang ibu tua yang namanya saja tidak di kenal orang, dan dalam mengatasi kehidupannya sendiri pun sangat sulit, tetapi dari hasil dengan mengumpulkan barang-barang bekas telah membesarkan ke empat anaknya yang berbakat baik. Si ibu tua ini dengan penuh belas kasih telah memelihara sifat murni manusia.

Mengenai hal terkikisnya kebajikan, ini merupakan suatu hal yang tidak baik yang terjadi selama proses perkembangan masyarakat. Kebajikan adalah prinsip yang tidak membawa kepentingan apapun. Ini merupakan sifat dasar manusia, adalah betul-betul lurus dan murni.


Ada pepatah yang menyebutkan “Kebaikan budi bagai setetes air yang akan dibalas dengan sumber air”. Kebajikan akan mendapat balasan kebajikan pula, ibu tua di pedesaan itu adalah sebuah contoh yang kongkrit.

kisah Raja Rusa

Dahulu kala, di sebuah hutan yang subur terdapat seekor raja rusa yang sangat gagah. Badannya tinggi tegap, diatas kepalanya terdapat tanduk bercabang, sepasang matanya sangat tajam, serta di badannya tumbuh bulu bunga-bunga yang cantik.

Raja rusa ini dengan sekelempok rusa hidup di hutan yang subur. Mereka memakan rumput dan bunga yang tumbuh subur di hutan ini dan meminum air pengunungan yang murni dan bersih, mereka hidup dengan bebas, damai dan bahagia.

Tetapi kehidupan yang tenang ini tidak bertahan terlalu lama.

Pada suatu hari, ada seorang raja yang membawa banyak prajuritnya berburu dihutan ini, raja juga membawa anjing dan elang pemburu. Mereka segera mengepung seluruh hutan ini, anak panah berterbangan bagaikan hujan yang turun dengan deras.

Raja rusa membawa rakyatnya berlarian kesana-kemari untuk menghindar, dengan susah payah akhirnya mereka terlepas dari kepungan pemburu, tetapi banyak rusa yang sudah mati kena anak panah para pemburu. Ada juga rusa yang terjatuh ke jurang, ada yang jatuh kedalam perangkap, ada yang tertangkap hidup-hidup, serta ada yang terluka parah dan ada yang terjatuh ke dalam sungai dan rawa-rawa.

Raja rusa melihat banyak rakyatnya yang mati dan terluka hatinya sangat sedih. Dia beranggapan setelah tragedi ini berlalu mereka dapat hidup dengan damai lagi, tetapi beberapa hari kemudian raja dan prajuritnya datang berburu lagi, sekali ini lebih banyak yang mati dan terluka.

Rupanya raja sangat gemar makan daging rusa, sehingga setelah selang beberapa hari mereka pasti akan datang berburu kembali.

Raja rusa berpikir,

”Saya sebagai seorang raja, harus melindungi rakyat saya, jika saya masih tinggal di hutan ini hanya untuk mendapat makanan yang segar dan air yang jernih bersih, membuat rakyat saya banyak yang mati dan ditangkap, sungguh tidak pantas saya menjadi seorang raja! Tetapi kami harus pindah kemanakah? Dimana ada tempat yang lebih bagus dari hutan ini lagi?.

Setelah lama berpikir akhirnya raja memutuskan akan menjumpai raja untuk bernegosiasi, dia lalu pergi ke kota mencari sang Raja.

Rakyat yang berada di kota melihat ada seekor rusa yang berbadan tegab dengan langkah gagah memasuki kota, menjadi sangat keheranan.

Semua orang berkata,

”Karena raja kita adalah seorang raja yang baik hati, berbelas kasih dan arif sehingga dikunjungi rusa ajaib.”

Mereka semua beranggapan ini merupakan pertanda baik, sehingga tidak ada seorangpun berani menghalangi dan menangkap raja rusa ini.

Raja rusa sampai kehadapan raja sambil berlutut berkata,

”Kami semua hidup di lingkungan Baginda, kami harap mendapat perlindungan dan ketenangan hidup, tetapi akhir-akhir ini kami diserang oleh kelompok pemburu sehingga banyak diantara kami mati dan luka parah. Saya mendengar Baginda suka makan daging rusa, kami tidak berani menghindar. Kami hanya ingin tahu, dalam sehari Baginda memerlukan berapa ekor rusa. Maka jumlah itu akan dengan sukarela datang, percayalah kepada kami, kami tidak akan berbohong. Atas nama Tuhan yang berbelas kasih, saya harap Baginda mengasihani kami!.”

Raja setelah mendengar perkataan raja rusa menjadi sangat terkejut dan berkata kepada raja rusa,

"Menurut koki istana sehari hanya memerlukan seekor rusa, tidak disangka karena sehari hanya memerlukan seekor rusa, membuat begitu banyak rusa yang mati dan luka. Saya sangat menyesal, baiklah seperti yang engkau katakan tadi jika setiap hari ada seekor rusa yang dengan suka rela datang ke dapur istana, saya bersumpah mulai hari ini tidak akan pergi ke hutan berburu lagi.”

Setelah berterima kasih kepada raja, raja rusa kembali ke hutan mengumpulkan semua rakyatnya mengumumkan hasil negosiasinya dengan raja.

Raja rusa berkata,

"Mulai sekarang, setiap hari hanya ada seekor rusa demi keselamatan kita semua mengorbankan dirinya sendiri, maka seluruh rakyat kita dapat hidup dengan aman, jika tidak demikian kita selamanya tidak dapat hidup dengan aman lagi.”

Seluruh rakyat rusa setelah mendengar perkataan raja rusa, mereka juga berangggapan hanya dengan cara demikian dapat hidup aman. Akhirnya mereka dengan sukarela berurutan menentukan diri sendiri pergi menghadap ke dapur istana.

Mulai saat itu, setiap hari tentu ada seekor rusa yang otomatis datang ke dapur istana, mulai saat itu juga raja tidak pernah berburu lagi dihutan.

Yang mendapat giliran ke dapur istana, sebelum memulai perjalanan datang menghadap dan berpamitan ke raja rusa.

Raja rusa selalu dengan penuh air mata, menasehati mereka,

”Di dalam kehidupan ini, pasti suatu hari akan mati, engkau mengorbankan nyawamu demi kita semua, ini adalah sebuah hal yang sangat membanggakan. Engkau jangan takut dan jangan dendam, pergilah dengan tenang!”

Hari demi hari berlalu. Pada hari ini, giliran seekor rusa betina mengorbankan hidupnya.

Tetapi rusa betina ini sedang hamil tua, dia sedang mengandung seekor rusa kecil yang sudah mendekati hari melahirkan, rusa betina ini berlutut dihadapan raja rusa sambil menangis berkata,

”Baginda, saya bukan takut mati, tetapi anak didalam kandungan saya ini tidak berdosa, ia mempunyai hak untuk terus hidup! Mohon baginda tunda beberapa hari, biarkan giliran yang berikutnya pergi, setelah melahirkan saya pasti akan pergi melapor ke dapur istana.”

Rusa yang mendapat giliran berikutnya mendengar harus segera pergi, dengan berlutut dihadapan raja rusa sambil menangis memohon,

”Baginda! Jika tiba giliran saya mati saya pasti tidak akan menghindar, menurut peraturan saya masih berhak untuk hidup satu hari satu malam lagi, setelah satu hari satu malam lagi saya pasti akan mati dengan rela.”

Raja rusa merasa serba susah,

”Jika membiarkan rusa betina pergi! sekali akan mengorbankan 2 nyawa, jika membiarkan rusa ini pergi! Gilirannya masih belum sampai.”

Setelah berpikir sejenak raja rusa membiarkan kedua ekor rusa itu mengundurkan diri memutuskan dirinya sendiri yang akan menggantikan mereka.

Setelah raja rusa sampai di dapur istana, dia berlutut disana, dengan pasrah menanti.

Karena raja rusa pernah ke istana, koki istana segera mengenalinya, dia melihat rusa yang gagah berani ini datang sendiri mengorbankan dirinya, merasa sangat heran, lalu dia pergi melapor hal ini kepada raja.

Raja menyuruh pengawalnya membawa raja rusa menghadapnya dan bertanya,

”Kenapa hari ini engkau sendiri yang datang?”

Raja rusa lalu menceritakan cerita tentang rusa betina yang mengandung tua dan seekor rusa yang belum gilirannya dia tidak tega mengorbankan mereka, akhirnya memutuskan dirinya sendiri yang menggantikan mereka.

Raja setelah mendengar kisah ini sangat terharu sambil meneteskan air mata berkata,

"Tidak disangka seekor rusa adalah seekor binatang dapat demikian mengorbankan dirinya sendiri demi rusa yang lain! sedangkan saya sebagai manusia, setiap hari harus membunuh seekor rusa hanya demi memenuhi nafsu makan saya. Saya ini sebagai raja rusa saja tidak pantas!"

Raja segera memerintahkan koki istana melepaskan raja rusa, mulai saat itu dia berjanji tidak akan memakan daging rusa lagi. Raja pun memerintahkan seluruh rakyatnya mulai saat itu tidak boleh menyakiti para rusa, jika tidak menuruti perintah akan dihukum dengan hukuman berat.

Raja rusa setelah kembali ke hutan, mulai saat itu dia dan seluruh rakyatnya kembali hidup dengan damai dan bahagia lagi.

Saputangan Pengemis

Suatu hari pada jaman dahulu, seorang pengemis yang kehausan pergi ke pintu depan sebuah rumah besar. Sangat jelas bahwa itu adalah rumah orang kaya. Ketika ia mengetuk pintu, nyonya rumah tidak mempedulikan dan memerintahkan pembantu mengusirnya.

Di antara para penghuni rumah ada seorang pembantu perempuan. Ketika dia melihat pengemis itu ia merasa kasihan dan diam-diam memberinya secangkir air dan beberapa makanan sisa. Setelah selesai makan, pengemis dengan lembut mengucapkan terima kasih kepada pembantu dan mengatakan "Saya tidak punya apa-apa yang layak untuk membayar Anda, saya hanya punya saputangan ini. Ambillah. "

Pagi-pagi berikutnya, pembantu tertarik menggunakan saputangan pengemis yang diberikan pada hari sebelumnya, untuk membersihkan muka. Setelah melakukan tugas pagi, ia pergi ke ruang makan untuk melayani sarapan. Ketika nyonya rumah melihat pembantunya, dia sangat terkejut apa yang dilihatnya, ia tidak bisa berbicara. Pembantunya merasa sangat aneh dan bertanya kepada nyonya rumah: Apakah Anda baik-baik saja, nyonya?" Dia menjawab 'Wajah kamu!' Apakah ada sesuatu di wajah saya?" Tanya si pelayan sambil mengusap wajahnya lagi dengan saputangan. Nyonya rumah itu bahkan lebih terkejut dan berteriak, "Sapu tangan apa itu?" Pelayannya kelihatan tidak mengerti. Setelah mendengar teriakan nyonya , orang di rumah datang dari segala penjuru berlari ke dalam ruangan. Semua orang hanya berdiri dan menatap. Pada saat ini pembantu perempuannya menjadi penasaran dan cemas, selanjutnya dia meminjam cermin. Ketika dia melihat ke cermin, ia juga menatap dirinya dengan takjub. Dia melihat wajah seorang wanita cantik, wajah seperti ini ia belum pernah lihat dalam hidupnya.

Nyonya tiba-tiba menyadari bahwa saputangan itu telah mengubah penampilan pembantunya, menjadi cantik. Dia meraih sapu tangan dari pembantunya dan segera menggunakannya untuk mencuci muka. Tapi wajahnya tidak berubah sama sekali tidak peduli seberapa keras ia membersihkan atau mengusap. Dia bertanya kepada pelayannya: "Dari mana kamu mendapatkan saputangan ini?" Pelayan itu mengatakan : Dari pengemis yang datang meminta air, ia memberikannya kepada saya " Nyonya itu iri dan menyesali tindakannya dan berkata,"Seharusnya aku yang memberinya air "Lalu ia memerintahkan pelayannya," Bawalah semua pengemis di kota itu untuk saya, segera.! "

Dia mengundang para pengemis ke rumahnya dan memberi mereka banyak makanan dan minuman. Setelah mereka minum dan makan sampai kenyang, para pengemis sangat puas, sehingga mereka pergi satu per satu. Nyonya rumah ketika melihat mereka pergi satu persatu ia berteriak, Tunggu, jangan pergi, berikan saya saputangan Anda sebelum Anda pergi! " Para pengemis mengabaikan dan terus berjalan. Dia sangat marah, ia meraih pengemis terakhir dan menuntut, "Beri aku saputangan Anda" Si pengemis tidak punya pilihan selain memberikan saputangan yang kotor!. Nyonya rumah segera mengambil saputangan dan menggunakannya untuk mengelap muka. Namun, semakin dia mengelap dan mengusap wajah, wajahnya menjadi semakin hitam.

Nb : Seseorang tidak dapat melakukan perbuatan baik dengan alasan egois dan maksud dibaliknya. Hanya ketika seseorang bertindak secara spontan, tanpa pamrih dengan hati yang murni dan pikiran baik, tanpa mengharapkan balasan, akan mendapat pahala yang tak terhitung.

Makna 3 pintu

Dahulu kala ada seorang pangeran, dia bertanya kepada gurunya seorang cendekiawan :” Bagaimana perjalanan hidup saya.” Gurunya menjawab :”Didalam perjalanan hidupmu, engkau akan bertemu dengan tiga jenis pintu, diatas setiap pintu tertulis sebaris kata, pada saat engkau melihatnya engkau tentu akan mengerti apa yang saya katakan.”

Akhirnya pangeran memulai perjalanannya. Tidak berapa lama kemudian, dia bertemu dengan pintu yang pertama. Diatas pintu tertulis “Merubah Dunia”. Pangeran lalu berpikir, sesuai dengan cita-cita saya, saya harus merubah dunia ini, merubah hal-hal yang saya tidak suka lihat. Akhirnya dia berbuat sesuai dengan rencananya. Beberapa tahun kemudian dia bertemu lagi dengan pintu yang kedua. Diatasnya tertulis “Merubah Orang Lain.” Pangeran berpikir, Saya dengan pikiran saya yang cemerlang akan mengajarkan orang lain, supaya mereka dapat lebih berkembang. Pada akhirnya dia bertemu dengan pintu yang ketiga. Diatasnya tertulis “Merubah Dirimu Sendiri.” Pangeran berpikir, saya akan merubah karakter saya menjadi lebih baik lagi. Akhirnya dia melakukan semuanya.

Pada suatu hari, pangeran bertemu kembali dengan gurunya, dia berkata :”saya sudah menemukan tiga jenis pintu dalam perjalanan hidup saya, yang saya pahami adalah “Merubah dunia” lebih bagus merubah setiap orang yang ada didunia ini. Daripada merubah orang lain lebih bagus merubah diri sendiri.” Gurunya yang cendekiawan setelah mendengar perkataannya dengan tersenyum menjawab :”Mungkin sekarang lebih bagus engkau berjalan balik , dengan teliti melihat dengan jelas tiga jenis pintu itu.”

Pangeran dengan setengah percaya setengah sangsi berjalan balik kembali. Dari jauh ia sudah melihat pintu yang ketiga, tetapi kelihatannya tidak sama seperti ketika dia datang, dari sisi ini kelihatan diatas pintu tertulis “Mencoba Menerima Dirimu Sendiri.” Pada saat ini pangeran mengerti pada saat dia merubah dirinya sendiri dia merasa hidup ini sangat susah dan menderita; disebabkan karena dia tidak bisa mengakui dan menerima kekurangan dirinya sendiri, dia selalu mengejar cita-cita yang diluar kemampuannya, yang menyebabkan dia tidak bisa melihat kelebihan yang dimilikinya. Pada saat ini dia menjadi sadar dan menghargai diri sendiri. Pangeran melanjutkan perjalanannya berjalan balik. Dia melihat pintu yang kedua tertulis “Mencoba Menerima Orang Lain.” Pada saat ini dia mengerti kenapa dia begitu kesal, Karena dia tidak bisa mengakui dan menerima perbedaan pendapat antara dirinya sendiri dengan orang lain, dia selalu tidak bisa memaklumi kesulitan orang lain. Pada saat ini sadar dia harus lapang dada menerima orang lain.

Pangeran melanjutkan perjalannyanya, dia melihat pintu yang pertama diatasnya tertulis “Mencoba Menerima Dunia Ini.” Pada saat ini pangeran mengerti kenapa ketika dia merubah dunia ini dia selalu gagal, karena dia menolak menerima bahwa banyak hal didunia ini tidak dapat dilakukan tangan manusia, sehingga membuat dirinya tidak melakukan hal-hal baik yang bisa dilakukannya. Sekarang dia mengerti bahwa harus menerima dunia ini apa adanya.

Pada saat ini gurunya yang cendekiawan sudah menunggunya dan berkata kepada pangeran :” Saya kira, sekarang engkau tahu apa artinya hidup damai dan tenteram?.”

Kesempurnaan bukan segala-gala nya

Di Cina ada seorang anak yang sangat aneh meskipun usianya sudah
menginjak 17 (tujuh belas) tahun namun ukuran dan berat tubuhnyan hanya sebanding dengan anak yang berusia 10 (sepuluh) tahun. Anak itu bernama Yuan Xie, biasa dipanggil Yuan. Yuan bersekolah di sekolah yang cukup terkenal namun sayangnya mata kirinya buta. Yuan sering kali diledek oleh teman-temannya terutama oleh kelompok geng yang sangat terkenal di sekolah itu, ketua geng itu bernama Xiao Yin, biasa dipanggil Yin. Yuan dan Yin adalah teman sekelas tepatnya di kelas XI-A.

Suatu ketika Yuan pergi ke kamar mandi, tiba-tiba pada waktu yang
bersamaan, Yin juga pergi ke toilet. Akibatnya, ketika Yuan keluar dari kamar mandi, Yin mengerjainya secara tidak manusiawi dengan menyuruh Yuan untuk mencium sepatunya. Hal ini mungkin dikarenakan orang tua Yin adalah pendonor dana terbesar, Yin merasa dirinya terhormat di kalangan sekolah tersebut. Yuan merasa dirinya tidak mampu berbuat apa-apa sehingga hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan Yin. Selesai itu Yuan keluar dari WC dengan harga diri yang tercorengkan.

Di kemudian hari orang tua Yin mengalami bangkrut, ayahnya ter-
tangkap basah korupsi dan ibunya meninggalkan Yin sekeluarga. Kasus ini tersebar luas di sekolahnya, akibatnya sekarang bukan Yuan yang diledek lagi tetapi Yin lah yang diejek-ejek. Teman-teman Yin telah menjauhinya dan tidak ada orang yang mendekatinya, kecuali Yuan. Yuan dengan senang hati selalu menemani Yin. Yin sangat menyesal karena masa lalunya, dia telah berbuat karma buruk. Sekarang Yin telah sadar akan perbuatannya dan dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Yuan dan Yin telah berjanji menjadi sepasang sahabat dan berjanji saling menjaga dan saling membantu.

Pesan : Orang yang serba kekurangan fisiknya tidaklah kekurangan hatinya, malah orang yang sempurna secara fisik tetapi hatinya malah serba kekurangan hatinya

Kisah Balerina dan Atlet profesional

- Ma Li -
Ma Li adalah seorang balerina profesional, yang sudah membangun karirnya sejak masa kanak-kanak. Ia berasal dari Provinsi Henan, China. Sayangnya, ketika berusia 19 tahun (tahun 1996), ia mengalami kecelakaan mobil. Akibatnya, lengan kanannya harus diamputasi. Kemudian, kekasihnya pergi meninggalkannya.

Betapa bingung dan kecewanya Ma Li! Ia sempat mengurung diri di rumahnya selama berbulan-bulan. Namun, dukungan orangtua menguatkannya. Perlahan tapi pasti, ia melanjutkan hidupnya. Ia segera belajar melakukan mengurus diri dan rumahnya dengan satu lengan. Beberapa bulan kemudian, dia sudah membuka usaha, dengan mendirikan satu buah toko buku kecil.

Pada tahun 2001, Ma Li kembali ke dunia tari yang dicintainya. Ini hal yang sulit, karena dengan hanya satu lengan, ia kurang bisa menjaga keseimbangan tubuhnya - khususnya ketika melakukan gerakan berputar. Namun Ma Li tidak putus asa. Ia terus berusaha, hingga akhirnya ia bisa menyabet medali emas pada kompetisi tari khusus untuk orang-orang yang memiliki kekurangan pada fisiknya. Menurut Ma Li, di kompetisi itu, selain mendapatkan prestasi, ia juga mendapatkan dukungan dari orang-orang yang senasib dengannya. Dari situlah, ia mendapatkan dorongan motivasi dan rasa percaya diri yang lebih besar.

Pada taon 2002, seorang laki-laki bernama Tao Li jatuh cinta pada Ma Li. Tapi Ma Li meninggalkannya karena khawatir kejadian masa lalu yang menyakitkan terulang kembali.

Tao Li bukan pemuda yang mudah putus asa. Ia mencari Ma Li hingga ke Beijing, tempatnya meniti karir sebagai penari. Ketika bertemu kembali, pasangan ini tidak terpisahkan lagi.

Ma Li dan Tao Li sempat jatuh bangkrut saat virus SARS menyerang China (November 2002 hingga Juli 2003). Sebab, pada masa itu, semua gedung teater/seni ditutup! Namun mereka tetap berjuang dan bangkit kembali.

Setelah serangan virus SARS mereda, Tao Li mendapat izin resmi untuk menjadi agen Ma Li. Sambil berusaha mengembangkan diri dan usaha, kedua insan ini kerja sambilan sebagai pemeran figuran di berbagai lokasi syuting drama. Nah, pada suatu malam bersalju, keduanya pulang larut malam dan harus menghabiskan banyak waktu, untuk menunggu bus yang datang pada pagi hari. Agar tidak terlalu kedinginan, keduanya menari. Pada saat inilah, Tao Li mendapatkan ide untuk menciptakan tarian yang indah dan unik, tarian yang khas Ma Li. Ma Li setuju, dan mulai saat itu mereka mencari seorang penari pria (untuk menjadi pasangan menari Ma li) dan koreografer...
-------------------------------------------------------------------------------------
-Zhai Xiao Wei-

Pada umur 4 tahun, Zhai Xiao Wei sedang asyik bermain. Ia lalu mencoba memanjat sebuah traktor, lalu... terjatuh. Karena cedera berat, kaki kirinya harus diamputasi.

Beberapa saat sebelum diamputasi , ayah Xiao Wei kecil bertanya pada putranya: "Apakah kamu takut?"

"Tidak," jawab Xiao Wei. Ia kurang memahami arti amputasi.
"Kamu akan banyak mengalami tantangan dan kesulitan," kata sang ayah.
"Apakah itu tantangan dan kesulitan? Apakah rasanya enak?" tanya Xiao Wei.

Ayahnya mulai menangis. "Ya, rasanya seperti permen kesukaanmu," katanya. "Kamu hanya perlu memakannya satu persatu." Setelah itu, sang ayah berlari keluar ruangan.

Berkat dukungan orangtua dan lingkungannya, Xiao Wei tumbuh menjadi anak yang sangat optimis, periang, dan bersemangat. Kemudian, ia menjadi seorang atlet. Xiao Wei aktif di cabang olahraga lompat tinggi, lompat jauh, renang, menyelam, dan balap sepeda.

-Pertemuan Ma Li dan Zhai Xiao Wei-
Pertemuan itu terjadi pada bulan September 2005. Saat itu, Xiao Wei (21 tahun) sedang berlatih agar bisa tampil di kejuaraan balap sepeda nasional. Ma Li melihatnya dan merasa dialah partner menari yang cocok untuknya.

Ma Li berlari ke arah Xia Wei dan mengajukan berbagai pertanyaan.

"Apakah kamu suka menari?" Itulah pertanyaan pertama Ma Li.

Xiao Wei terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia, yang hanya punya satu kaki, melakukan kegiatan seperti menari? Selain itu, Xiao Wei mengira bahwa Ma Li adalah perempuan bertubuh normal. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat saat itu Ma Li mengenakan lengan palsu dan pakaian khusus untuk menutupi cacat tubuhnya.

"Siapa namu kamu? Berapa nomor telepon kamu? Tinggal di mana?" begitulah selanjutnya pertanyaan-pertanyaan Ma Li. Xiao Wei diam saja - tidak menjawab sepatah kata pun. Maka, Ma Li memberikan selembar tiket pertunjukan tari kepada pria itu. Tawaran itu diterima.

Dua hari kemudian, Xiao Wei berdiri terpesona di gedung pertunjukan tari. Ia terkesan sekali dengan tarian yang dipersembahkan Ma Li. Akhirnya, ia setuju untuk menari balet bersama. Untuk itu, ia rela pindah ke Beijing untuk berlatih bersama Ma Li.

Selanjutnya, mereka latihan tiap hari, dari jam 8 pagi hingga 11 malam. Mulai dari melatih mimik wajah di depan cermin hingga gerakan-gerakan tari. Keduanya harus melalui masa-masa sulit, karena sebelumnya Xiao Wei tidak pernah menari. Sementara Ma Li sendiri, adalah seorang penari yang perfeksionis. Tahukah Anda, untuk mendapatkan gerakan "jatuh" yang tepat, Ma Li sampai rela dijatuhkan lebih dari 1.000 kali! Pada hari pertama berlatih "jatuh", gerakan benar yang pertama baru bisa dilakukan pada pukul 8 malam...

Apa yang terjadi berikutnya, Anda tentu sudah mengetahuinya! Pada April 2007, mereka menyabet medali perak pada lomba tari "4th CCTV National Dance Competition" (saksikan videonya di AW Inspirational Video). Pasangan Ma Li/ Zhai Xiao Wei menjadi terkenal. Tarian "Hand in Hand" menjadi inspirasi bagi banyak orang.

=======================================
Nb : Apabila mau belajar dan berusaha mengatasi kekurangan yang ada pada diri kita, dan dengan tekun mengembangkan potensi diri, kita semua pasti mampu menjadi pemenang yang sesungguhnya!