Selasa, 08 Maret 2011

Dua Ekor Kera Bersaudara

Chullanandiya Jataka Jataka Pali No.222

Suatu ketika, Bodhisattva terlahir di lingkungan Himalaya sebagai seekor kera bernama Nandaka. Adiknya bernama Chullanandaka. Mereka berdua memimpin sekelompok kera yang terdiri dari 84.000 ekor kera. Mereka juga mempunyai ibu tua yang telah buta untuk dirawat.

Pada suatu saat, ketika mereka sedang menikmati buah-buahan di hutan tanpa terasa mereka telah jauh dari tempat tinggalnya. Oleh karena itu, mereka mengirimkan makanan kepada ibunya melalui teman-temannya. Namun, kiriman makanan itu jarang disampaikan kepada ibunya. Tersiksa karena kelaparan, sang ibu jatuh sakit.
Ketika pulang, mereka sangat terkejut dengan keadaan ibunya yang sakit parah.
Selanjutnya, ketika mereka mengetahui bahwa buah-buahan yang dikirimkan melalui kawan-kawannya tidak diterima oleh sang ibu, mereka kemudian meninggalkan kelompoknya dan tinggal bersama ibunya di sebatang pohon banyan.

Pada suatu hari datanglah seorang brahmana yang jahat masuk ke dalam hutan itu. Brahmana ini telah dikeluarkan dari sekolah terkenal di Taxila dan telah meninggalkan guru yang paling terkenal yaitu Parasariya. Brahmana ini telah alih professi menjadi seorang pemburu dan pembunuh.

Melihat seorang pemburu datang mendekati, kedua kera bersaudara itu segera bersembunyi di belakang dedaunan. Namun, sang induk kera terlambat menyembunyikan diri. Kemudian, sang pemburu menarik busur untuk membunuhnya. Nandaka, si kera sulung melompat di depan pemburu dan memohonnya untuk membebaskan sang ibu dari kematian dan menjadikan dirinya sebagai gantinya. Si pemburu sepakat dan membunuh Nandaka.

Akan tetapi, sang pemburu tidak menaati janjinya dan sekali lagi ia mengarahkan anak panahnya kepada induk kera. Kali ini, Chullanandiya, si kera bungsu segera melompat di hadapan sang pemburu dan memohon kebebasan induknya. Ia juga bersedia dibunuh sebagai ganti kehidupan ibunya. Sang pemburu sekali lagi menyetujuinya. Karena itu, ia membunuh si kera bungsu.

Namun, ia tetap juga melanggar janjinya dengan membunuh sang induk kera. Ia mencabut anak panah ketiga dan mengarahkannya ke induk kera yang telah buta matanya tersebut. Ia kemudian mengumpulkan ketiga jasad kera dan dengan bahagia dibawanya pulang. Selama perjalanan ia merasa bahagia karena berpikir bahwa ia telah dapat memberikan keluarganya tiga jasad kera dalam satu hari.

Ketika ia akan tiba di rumah, ia mendengar berita bahwa rumahnya telah disambar petir dan seluruh anggota keluarganya hancur. Kehilangan seluruh anggota keluarganya membuatnya sedih luar biasa dan berubah pikiran. Ia melemparkan pakaiannya dan berlari menuju ke rumah dengan dua tangan terbuka seolah akan memeluk anak dan istrinya. Ketika ia tiba di rumah dan mencari anggota keluarganya di antara puing-puing, kepalanya kejatuhan tiang bambu rumah yang sedang terbakar. Dikatakan oleh para saksi mata bahwa ia telah hilang dalam kepulan asap dan api yang timbul dari neraka bersamaan dengan terbukanya bumi untuk menelan tubuhnya. Para saksi mata juga mendengar bahwa pria yang sekarat itu mengulang pelajaran yang telah diberikan oleh guru tuanya di Taxila dengan menyebutkan kalimat berikut ini:

Sekarang saya teringat akan ajaran guru saya,
Dan sekarang saya mengerti maksudnya,
Ketika ia mengajarkan padaku untuk berhati-hati;
Dan jangan melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penyesalan.

(Keterangan:
Pada waktu itu Nandiya adalah Bodhisattva, Parasariya adalah Sariputta, induk kera adalah Gotami; Chullanandiya adalah Ananda dan Devadatta adalah si pemburu)
Demikianlah salah satu kisah Jataka yang menguraikan tokoh-tokoh penting di sekitar Bodhisattva di kehidupan yang lampau maupun ketika Beliau terlahir sebagai Buddha Gotama di kehidupan yang terakhirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar