tag:blogger.com,1999:blog-18170831233901473022024-02-08T07:27:53.214-08:00CERITA BUDDHISAdministratorhttp://www.blogger.com/profile/12930957675866867433noreply@blogger.comBlogger73125tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-73998566673202616562012-03-21T21:46:00.002-07:002012-03-21T21:46:59.535-07:00Karaniya Metta Sutta<br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi bersama dengan murid-muridnya, Sang Buddha memerintahkan kelima ratus orang muridnya untuk berlatih diri, bermeditasi di hutan untuk mencapai tingkat kesucian. Kelima ratus orang bhikkhu itu lalu pergi menuju ke suatu desa yang cukup besar. Penduduk desa yang ketika mengetahui murid-murid Sang Buddha mendatangi desa mereka, segera menyambutnya dengan menyiapkan tempat untuk beristirahat, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya. Mereka lalu bertanya:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Kemanakah Bhante akan pergi?".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Para bhikkhu itu menjawab:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Kami akan pergi ke suatu tempat yang nyaman".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Penduduk desa itu menyarankan:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhante, tinggallah di hutan di dekat desa kami ini selama tiga bulan, sehingga kami dapat mempelajari Dhamma dibawah bimbinganmu".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Para bhikkhu menyetujuinya, dan para penduduk berkata lagi:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhante, di dekat desa kami ada hutan kecil, Bhante dapat tinggal di sana".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Kelima ratus orang bhikkhu itu lalu pergi menuju hutan yang ditunjukkan penduduk desa.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Di dalam hutan itu banyak terdapat makhluk halus penghuni hutan, mereka mengetahui kedatangan para bhikkhu,</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Sekumpulan bhikkhu akan datang ke hutan ini, apabila para bhikkhu itu tinggal di sini, pasti tidak enak lagi kita berdiam di sini bersama anak dan istri".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Mereka turun dari pohon dan duduk di bawah, mereka berpikir lagi:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Kalau bhikkhu-bhikkhu itu tinggal di sini hanya satu malam, besok mereka pasti pergi dari hutan ini".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Mereka lalu duduk diam di bawah pohon. Tetapi keesokkan harinya setelah para bhikkhu berpindapata ke desa di dekat hutan itu dan makan hasil pindapatanya, ternyata mereka kembali ke hutan itu. Para makhluk halus penghuni hutan itu berpikir:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Besok, kalau ada yang mengundang mereka, mereka pasti pergi dari sini. Kalau hari ini mereka tidak jadi pergi, besok mereka pasti pergi". Setelah berpikir demikian, mereka duduk kembali di bawah pohon sepanjang malam.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Makhluk halus penghuni hutan ragu-ragu, apakah para bhikkhu itu akan segera pergi dari tempat tinggal mereka, lalu berpikir kembali:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Apabila para bhikkhu ini tinggal di sini selama tiga bulan, pasti tidak enak lagi tinggal di sini, lagipula kita sudah lelah sekali duduk di bawah. Bagaimana yah, caranya supaya para bhikkhu ini pergi dari sini?".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Karena merasa terganggu akhirnya makhluk halus penghuni hutan itu mengganggu para bhikkhu supaya mereka pergi dari tempat tinggal mereka. Siang dan malam hari para bhikkhu itu diganggu, ada yang melihat kepala-kepala beterbangan, ada pula yang melihat badan tanpa ada kepalanya berjalan-jalan, lalu terdengar suara-suara yang menyeramkan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Pada waktu yang bersamaan, para bhikkhu itu banyak yang menderita bermacam-macam penyakit, ada yang sakit batuk, pilek atau sakit-sakit lainnya. Mereka lalu saling bertanya:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saudaraku, kamu sakit apa?".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saya sakit pilek".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saya batuk-batuk".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saudaraku, hari ini saya melihat banyak kepala beterbangan".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saudaraku, di malam hari saya melihat badan tanpa kepala berjalan-jalan".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saya mendengar suara-suara yang menyeramkan".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Saudaraku, kita harus meninggalkan tempat ini, tempat ini tidak cocok untuk kita. Mari kita menemui Guru kita, Sang Buddha".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Mereka meninggalkan hutan itu dan menemui Sang Buddha, setelah memberikan hormatnya dengan bernamaskara, mereka lalu duduk dan menceritakan mengapa mereka kembali, Sang Buddha lalu berkata:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhikkhu, mengapa kalian tidak dapat tinggal di hutan itu?".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Para bhikkhu menjawab:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Yang Mulia, kami tidak dapat lagi tinggal di sana, tempat itu amat menyeramkan, banyak hal menakutkan yang kami lihat dan alami. Tempat itu tidak nyaman untuk kami, jadi kami memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali menemui Yang Mulia".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhikkhu, kamu harus kembali ke tempat itu".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Maaf Yang Mulia, kami tidak mau kembali ke sana".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhikkhu, ketika kamu pergi ke hutan itu untuk pertama kalinya, kamu tidak membawa "senjata". Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila kamu kembali ke sana".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Senjata apakah itu Yang Mulia?"</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Sang Buddha lalu menjawab,</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Aku akan memberikan senjata yang dapat kamu bawa kemana pun kamu pergi".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<strong></strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<strong>KARANIYAMATTHAKUSALENA</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<strong>YAN TAM SANTAM PADAM ABHISAMECCA</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<strong>SAKKO UJU CA SUHUJU CA</strong></div>
<strong style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">SUVACO CASSA MUDU ANATIMANI<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
SANTUSSAKO CA SUBHARO CA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
APPAKICCO CA SALLAHUKAVUTTI</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
SANTINDRIYO CA NIPAKO CA</div>
APPAGABBHO KULESU ANANUGIDDHO<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
NA CA KHUDDAM SAMACARE KINCI</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
YENA VINNU PARE UPAVADEYYUM</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
SUKHINO VA KHEMINO HONTU</div>
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
YE KECI PANABHUTATTHI</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
TASA VA THAVARA VA ANAVASESA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
DIGHA VA YE MAHANTA VA</div>
MAJJHIMA RASSAKA ANUKATHULA<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
DITTHA VA YE VA ADDITTHA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
YE CA DURE VASANTI AVIDURE</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
BHUTA VA SAMBHAVESI VA</div>
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
NA PARO PARAM NIKUBBETHA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
NATIMANNETHA KATTHACI NAM KANCI</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
BYAROSANA PATIGHASANNA</div>
NANNAMANNASSA DUKKHAMICCHEYYA<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
MATA YATHA NIYAM PUTTAM</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
AYUSA EKAPUTTAMANURAKKHE</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
EVAMPI SABBABHUTESU</div>
MANASAMBHAVAYE APARIMANAM<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
METTANCA SABBALOKASMIM</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
MANASAMBHAVAYE APARIMANAM</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
UDDHAM ADHO CA TIRIYANCA</div>
ASAMBADHAM AVERAM ASAPATTAM<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
TITTHANCARAM NISINNO VA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
SAYANO VA YAVATASSA VIGATAMIDDHO</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
ETAM SATIM ADHITTHEYYA</div>
BRAHMAMETAM VIHARAM IDHAMAHU<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
DITTHINCA ANUPAGAMMA</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
SILAVA DASSANENA SAMPANNO</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
KAMESU VINEYYA GEDHAM</div>
NA HI JATU GABBHASEYYAM PUNARETI’TI<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Inilah yang harus dikerjakan</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan.</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Untuk mencapai ketenangan,</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,</div>
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Merasa puas, mudah disokong/dilayani</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Tiada sibuk, sederhana hidupnya</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Tenang inderanya, berhati-hati</div>
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Tidak berbuat kesalahan walaupun kecil</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
yang dapat dicela oleh Para Bijaksana</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Hendaklah ia berpikir :</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Semoga semua makhluk berbahagia dan tentram,</div>
Semoga semua makhluk berbahagia.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Makhluk hidup apa pun juga</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Yang panjang atau besar</div>
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Yang tampak atau tidak tampak</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Yang jauh atau pun dekat</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Yang terlahir atau yang akan lahir</div>
Semoga semua makhluk berbahagia.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Jangan menipu orang lain</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Atau menghina siapa saja.</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Jangan karena marah dan benci</div>
Mengharapkan orang lain celaka.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Melindungi anaknya yang tunggal,</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Demikianlah terhadap semua makhluk</div>
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Kasih sayangnya ke segenap alam semesta</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Ke atas, ke bawah dan kesekeliling</div>
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Selagi berdiri, berjalan atau duduk</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Atau berbaring, selagi tiada lelap</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini</div>
Yang dikatakan : Berdiam dalam Brahma<div style="line-height: 1.5em;">
<br /></div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang atta/aku)</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Dengan sila dan penglihatan yang sempurna</div>
<div style="line-height: 1.5em;">
Hingga bersih dari nafsu indera</div>
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.</strong><div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Selesainya Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta, Sang Buddha berkata:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Bhikkhu, bacakanlah Karaniya Metta Sutta ini, ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan, dan ketika hendak memasuki tempat meditasi".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Setelah berkata demikian, Sang Buddha melepaskan para bhikkhu kembali ke hutan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Para bhikkhu menghormat Sang Buddha dan kembali ke hutan dengan membawa "senjata" yang telah Sang Buddha ajarkan. Dengan membacakan Karaniya Metta Sutta bersama-sama, mereka masuk ke dalam hutan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Makhluk halus penghuni hutan mendengar Karaniya Metta Sutta, yang menggambarkan cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Sesudahnya mereka amat senang dan merasa bersahabat dengan para bhikkhu. Kemudian mereka mendatangi para bhikkhu dan minta ijin agar diperbolehkan membawakan mangkok-mangkok dan jubah-jubah. Mereka membersihkan tangan dan kaki para bhikkhu, lalu menempatkan penjagaan yang kuat di sekelilingnya. Mereka duduk bersama-sama para bhikkhu, berjaga-jaga. Suara-suara dan bayangan-bayangan menakutkan tidak ada lagi, para bhikkhu menjadi tenang dan nyaman.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Mereka segera duduk bermeditasi, melatih diri pada siang dan malam hari, untuk mendapatkan Pandangan Terang. Dengan pikiran yang terpusat dan terkendali mereka merenungkan kematian, tentang tubuh yang mudah rusak dan membusuk, lalu mereka menarik kesimpulan,</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Mereka lalu mengembangkan Pandangan Terang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Sang Buddha yang sedang bermeditasi mengetahui bahwa murid-muridnya mulai mengembangkan Pandangan Terang, lalu ia berbicara kepada mereka:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Demikianlah bhikkhu. Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Sambil berkata demikian, Sang Buddha mengirimkan bayangan dirinya yang dapat terlihat dengan jelas oleh murid-muridnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
Meskipun Sang Buddha berada amat jauh, tetapi para bhikkhu dapat melihat Sang Buddha dalam bentuk yang nyata, dengan memancarkan sinar yang amat terang, Sang Buddha mengucapkan syair:</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; text-align: left;">
"Dengan menyadari bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan, maka hendaknya seseorang memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota dan menyerang mara dengan senjata kabijaksanaan"</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-25662791411217285442011-11-28T21:02:00.001-08:002011-11-28T21:02:20.388-08:00SONA [Bhikkhu Yang Berlatih Terlalu Keras]<br />
<div class="content" style="background-color: white; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<div id="post_message_20810" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<blockquote class="postcontent restore" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; word-wrap: break-word;">
<b>SONA [Bhikkhu Yang Berlatih Terlalu Keras]</b><br /><br />Putra seorang pengusaha kaya, Sona, senang mendengar musik kecapi dan memainkan alat musik tersebut. Karena ia di besarkan dalam kemewahan, kulit tubuhnya menjadi sangat lembut dan halus. Dikatakan bahwa bulu badan pun tumbuh di telapak kakinya, Suatu kali ia dibawa menghadap kepada raja Bimbisara yang ingin melihat kaki yang tidak biasa itu, seperti begitu sering ia dengar.<br /><br />Sona tinggal di dekat Puncak Bukit Burung Nazar di Rajagaha, di mana Sang Buddha tinggal selama beberapa vassa. Suatu hari, Sona pergi ke Puncak bukit Burung Nazar untuk mendengar khotbah Sang Buddha tentang kebahagiaan yang akan di alami langsung karena ketiadamelekatan terhadap keinginan-keinginan yang bersifat duniawi. karena ia ingin mengalaim kebahagiaan ini, Sona meminta agar ia di tabhiskan sebagai bhikkhu.<br /><br />Setelah menjadi seorang Bhikkhu, ia diajar untuk selalu sadar (penuh sati/perhatian-murni) secara terus-menerus, bahkan ketika sedang berjalan. Sona sangat antusias. Setiap hari ia berjalan mondar-mandir di dalam vihara hingga suatu hari kakinya melepuh dan berdarah. Meskipun sudah berlatih begitu keras, ia masih tidak mngalami kebahagiaan, tetapi hanya rasa sakit adn kekecewaan. Pikiran-pikiran tentang keinginan-keinginan terhadap hal-hal duniawi masuk ek dalam batinnya."Ini tidak berguna", kata Sona pada dirinya,"Saya sudah berlatih dengan demikian keras, tetapi tetap tidak dapat mencapai apa yang saya harapkan. Lebih baik saya kembali ke kehidupan awam dan menikmati kebahagiaan yang dulu saya alami dengan berbuat amal".<br /><br />Ketika Sang Buddha mendengar tentang hal ini, Beliau pergi untuk melihat Sona. "Sona", tegur Sang Buddha, "Tathagata telah mendengar bahwa engkau tidak mendapat hasil yang baik dari latihan kesadaranmu dan ingin kembali ke kehidupan awam. Seandainya Tathagata menjelaskan mengapa engkau tidak mendapatkan hasil-hasil yang bagus, maukan engkau tetap menjadi bhikkhu dan berlatih kembali?" "Ya, saya mau, Bhante",jawab Sona. "Sona, engkau adalah pemusik dan engkau biasanya memainkan kecapi. Katakan pada Tathagata,Sona, apakah engkau menghasilkan musik yang bagus bilamana senar-senar kecapi disetel dengan baik, tidak terlalu kencang, tidak pula terlalu kendor?"<br /><br />"Saya dapat menghasilkan musik yang bagus, Bhante", jawab Sona. "Apa yang terjadi bilamana senar-senarnya diputar terlalu kencang?" "Saya tidak dapat menghasilkan musik apapun, Bhante",jawab Sona. "Sona, apakah sekarang engkau mengerti mengapa engkau tidak dapat mengalami kebahagiaan dari pelepasan nafsu-keinginan duniawi? engkau telah memaksa terlalu keras dalam meditasimu. lakukanlah itu dalam cara yang relaks, tetapi tidak kendor.<br /><br />Cobalah lagi dan engkau akan mengalaim hasil-hasil yang bagus". Sona mengerti dan tetap tinggal di vihara sebagai seorang Bhikkhu, dan dalam waktu yang singkat ia mencapai tingkat kesucian.</blockquote>
</div>
</div>
<blockquote class="signature restore" style="background-color: white; border-top-color: rgb(221, 221, 221); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, Tahoma, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: 13px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 2em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 1em;">
<div class="signaturecontainer" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
Tiga Hal yang aku jaga dalam hidupku<br />aku hidup sederhana sewajarnya,aku harus menjalankan tekadku menjalankan parami, dan aku tidak akan mencari rahasia alam semesta...</div>
</blockquote>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-66988487915250443462011-11-06T20:10:00.000-08:002011-11-08T21:52:54.140-08:00Kisah Raja Naga Erakapatta<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Ada seekor raja naga yang bernama Erakapatta. Dalam salah satu kehidupannya yang lampau selama masa Buddha Kasapa ia telah menjadi seorang bhikkhu untuk waktu yang lama. Karena gelisah (kukkucca) ia telah melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil selama itu, dan ia terlahir sebagai seekor naga. Sebagai seekor naga, ia menunggu munculnya seorang Buddha baru. Erapkapatta memiliki seorang putri yang cantik, dan ia memanfaatkannya untuk tujuan menemukan Sang Buddha. <span id="more-461" style="background-color: transparent; border-width: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span>Ia membuat putrinya terkenal sehingga siapapun yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sang putri berhak memperistrinya. Dua kali dalam sebulan, Erakapatta membuat putrinya menari di udara terbuka dan mengumandangkan pertanyaan-pertanyaannya. Banyak pelamar yang datang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan berharap memilikinya, tetapi tak seorangpun dapat memberikan jawaban yang benar.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Suatu hari, Sang Buddha melihat seorang pemuda yang bernama Uttara dalam pandangan-Nya. Beliau juga mengetahui bahwa si pemuda akan mencapai tingkat kesucian sotapatti, sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh putri Erakapatta, sang naga. Pada saat itu si pemuda telah siap dalam perjalanannya untuk bertemu dengan putri Erakapatta. Sang Buddha menghentikannya dan mengajarinya bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ketika sedang diberi pelajaran, Uttara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Sekarang di saat ia telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, ia tidak lagi memiliki keinginan terhadap putri Erakapatta. Bagaimanapun, Uttara tetap pergi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk kebaikan bagi manyak makhluk.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Keempat pertanyaan pertama adalah sebagai berikut:</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">1. Siapakah penguasa?<br />
2. Apakah seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran moral dapat disebut sebagai seorang penguasa?<br />
3. Penguasa apakah yang bebas dari kekotoran moral?<br />
4. Orang yang seperti apakah yang disebut tolol?</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">1. Ia yang mengontrol keenam indera adalah seorang penguasa.<br />
2. Seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran moral tidak dapat disebut seorang penguasa; ia yang bebas dari kemelekatan disebut seorang penguasa.<br />
3. Penguasa yang bebas dari kemelekatan adalah yang bebas dari kekotoran moral.<br />
4. Seseorang yang menginginkan kesenangan-kesenangan hawa nafsu adalah yang disebut tolol.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Mendapat jawaban yang benar seperti di atas, putri naga meneriakkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan arus hawa nafsu, kehidupan berulang-ulang, pandangan-pandangan salah, dan kebodohan, dan bagaimana mereka ditanggulanginya. Uttara menjawab pertanyaan-pertanyaan ini seperti yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Ketika Erakapatta mendengar jawaban-jawaban ini ia tahu bahwa seorang Buddha telah muncul di dunia ini. Sehingga ia meminta kepada Uttara untuk mengantarkannya menghadap Sang Buddha. Saat melihat Sang Buddha, Erakapatta menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia telah menjadi seorang bhikkhu selama masa Buddha Kassapa, bagaimana ia tidak sengaja menyebabkan sebilah pisau rumput patah ketika sedang melakukan perjalanan di atas perahu, dan bagaimana ia sangat khawatir bahwa kesalahankecil yang telah diperbuatnya akan menggagalkan usaha pembebasan dirinya, akhirnya bagaimana ia terlahir sebagai seekor naga.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Setelah mendengarnya, Sang Buddha mengatakan kepada sang naga, betapa sulit untuk dilahirkan di alam manusia, dan untuk dilahirkan pada saat munculnya para Buddha atau selama para Buddha mengajar.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 182 berikut:</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Khotbah di atas bermanfaat bagi banyak makhluk. Erakapatta sebagai seekor hewan tidak dapat mencapai tingkat kesucian sotapatti.***</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">——————————————————————————–<br />
Sumber:</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 24px; margin-bottom: 24px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: -webkit-auto; vertical-align: baseline;">Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor), Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-31028832684200102642011-08-08T06:08:00.000-07:002011-08-08T06:11:17.271-07:00<div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" >Anak Muda dan Hantu</span></div><div>
<br /></div><div>
<br /></div><div>Pada saat itu Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Savatthi. Ada seorang</div><div>pemahat kayu yang mempunyai seorang anak laki-laki. Mereka tinggal di Rajagaha. Anak</div><div>pemahat kayu ini mempunyai seorang teman yang umurnya sebaya, kedua anak itu selalu</div><div>menggunakan seluruh waktu luangnya untuk bermain bola.</div><div>Pemahat kayu ini adalah pengikut setia Sang Buddha, demikian pula anaknya. Tetapi teman</div><div>anak muda itu adalah anak seorang pertapa. Anak pemahat kayu ini selalu melatih meditasi</div><div>terhadap Sang Buddha dalam setiap tindakannya, kalau ia melempar bola ia selalu berkata :</div><div>"Terpujilah Sang Buddha!" dengan konsentrasi penuh. Tetapi temannya selalu</div><div>mengucapkan pujian terhadap para pertapa dan kalau ia melempar bola ia selalu berkata :</div><div>"Terpujilah Sang Pertapa".</div><div>Ketika mereka bermain bola, anak pemahat kayu yang setia kepada Sang Buddha selalu</div><div>menang dan sebaliknya anak pertapa itu selalu kalah. Anak pertapa itu lalu memperhatikan</div><div>kelakuan temannya, ia lalu berpikir :</div><div>"Temanku ini selalu mempraktekkan segala sesuatunya dalam bentuk meditasi, ia selalu</div><div>mengucapkan kata-kata itu bila ia melempar bola. Apa yang dia lakukan selalu lebih baik dari</div><div>pada saya. Ah, saya ingin mengikutinya." Sejak saat itu ia mulai membiasakan dirinya untuk</div><div>melatih meditasi terhadap Sang Buddha.</div><div>Pada suatu hari, si pemahat kayu menyiapkan kereta yang dihela oleh seekor sapi untuk</div><div>mengambil kayu bakar di hutan. Ia mengajak anaknya untuk ikut bersamanya. Dalam</div><div>perjalanan pulang, setelah selesai mengambil kayu bakar di hutan, di pinggir sebuah kota, ada</div><div>sebidang tanah kosong. Disana terdapat air yang dapat digunakan untuk minum, jadi ia</div><div>melepaskan sapinya untuk minum. Mereka sendiri melepaskan lelah sambil menghabiskan</div><div>perbekalan makanan mereka.</div><div>Ketika malam tiba, ternyata sapi mereka mengikuti sekawanan binatang yang memasuki</div><div>kota. Dengan membawa keretanya, anak muda itu mencari sapinya yang hilang. Setelah</div><div>menemukan sapinya, ia hendak pulang dan keluar dari kota itu. Namun ternyata ia tidak</div><div>menemukan pintu kota. Pintu kota sudah ditutup. Karena hari sudah menjelang tengah malam</div><div>dan ia sangat lelah, akhirnya anak muda itu berbaring di bawah keretanya dan tertidurlah ia.</div><div>Pada waktu itu, penduduk Rajagaha sedang dicengkeram ketakutan karena ada beberapa</div><div>hantu yang selalu mengganggu ketentraman mereka. Tanah yang ditempati anak muda itu,</div><div>adalah tempat hantu-hantu itu berkumpul. ketika anak muda tertidur di sana, dua hantu</div><div>melihatnya. Salah satu dari hantu itu mempunyai pandangan salah dan hantu yang lain</div><div>mempunyai pandangan kolot. Hantu yang mempunyai pandangan salah itu berkata kepada</div><div>temannya :</div><div>"Orang ini mangsa kita, mari kita makan!"</div><div>Hantu kolot itu menjawab :</div><div>"Cukup! Buang jauh-jauh pikiran jelekmu itu!"</div><div>Sebaliknya, hantu yang kolot itu malah menjaga anak muda tersebut. Tetapi temannya yang</div><div>berpandangan salah tidak dapat menerima kata-katanya, ia lalu memegang kaki anak muda itu</div><div>dan mencoba untuk melemparkannya.</div><div>Sebagaimana latihan meditasi yang selalu dipraktekkannya, ketika kakinya dipegang, anak</div><div>muda itupun berteriak :</div><div>"Terpujilah Sang Buddha"</div><div>Hantu-hantu itu amat kaget, mereka ketakutan dan mundur ke belakang. Hantu yang kolot itu</div><div>berkata :</div><div>"Kita telah melakukan perbuatan yang seharusnya tidak kita lakukan. Kita harus menerima</div><div>hukumannya."</div><div>Setelah berkata demikian, hantu yang kolot itu berjaga-jaga di sekitar anak muda itu. Hantu</div><div>yang lain lalu memasuki kota menuju istana. Ia mengambil piring emas raja dan memenuhinya</div><div>dengan makanan dan membawanya kembali ke tempat anak muda itu tertidur. Kedua hantu</div><div>itupun melayani anak muda tersebut. Dengan mewujudkan diri sebagai ayah dan ibunya,</div><div>mereka membangunkannya, menyediakan makanan dan menyuruhnya makan.</div><div>Dengan kekuatan gaib yang dimilikinya sebagai hantu, mereka menulis surat di atas piring</div><div>emas raja, menceritakan apa yang telah mereka lakukan dengan berkata :</div><div>"Hanya rajalah yang dapat membaca kata-kata di atas piring ini. Orang lain tidak dapat</div><div>membacanya."</div><div>Mereka meletakkan piring tersebut di dalam kereta anak muda itu, dan berjaga-jaga di</div><div>sekitar tempat itu. ketika menjelang pagi mereka pun pergi.</div><div>Pagi harinya beredar berita :</div><div>"Piring Raja hilang dicuri orang. Cari pencurinya!"</div><div>Pintu kota segera ditutup, dan para penduduk pun mencari piring itu ke pelosok kota. Tetapi</div><div>mereka tidak dapat menemukannya. Mereka terus mencari. Ke luar kota, kemana saja, dan</div><div>akhirnya piring Raja itu ditemukan di dalam kereta kayu si anak muda.</div><div>Anak muda itu ditahan, ia dituduh sebagai pencuri piring emas raja. "Inilah pencurinya!"</div><div>Mereka membawa anak muda itu ke istana, menghadap raja. Ketika raja membaca surat</div><div>yang ditulis oleh hantu di atas piring itu, ia bertanya kepada anak muda itu :</div><div>"Anakku, apa artinya ini?"</div><div>"Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab anak itu.</div><div>"Ibu dan ayah saya datang tadi malam. Mereka membawakan saya makanan dan berjagajaga</div><div>di sekitar saya. Saya pikir 'Ayah dan ibu saya ini pasti melindungi saya dari kejahatan,</div><div>membebaskan saya dari ketakutan', sehingga saya tertidur. Hanya itu yang saya tahu, Tuanku."</div><div>
<br /></div><div>
<br /></div><div>Pada saat itu pula, ayah dan ibu anak muda itu datang ke istana. Ketika Raja mendengar apa</div><div>yang telah terjadi, ia membawa ketiganya pergi bersamanya menghadap Sang Buddha, dan</div><div>menceritakan seluruh kejadian itu.</div><div>"Yang Mulia," tanya raja, "Apakah meditasi kepada Sang Buddha merupakan suatu</div><div>perlindungan? Ataukah meditasi kepada AjaranMu dan bentuk-bentuk meditasi lainnya juga</div><div>merupakan perlindungan?"</div><div>Sang Buddha menjawab :</div><div>"Yang Mulia Raja, meditasi kepada Buddha bukan hanya berarti perlindungan saja. Tetapi</div><div>siapa saja yang melatih meditasi dengan disiplin, melatih salah satu diantara Enam Bentuk</div><div>Meditasi, ia tidak lagi memerlukan perlindungan lainnya atau mencari pertahanan dari</div><div>serangan-serangan luar."</div><div>Setelah berkata demikian, Sang Buddha lalu menjelaskan Enam Bentuk Meditasi dengan</div><div>mengucapkan syair-syair ini :</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha dengan penuh kesadaran."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 7 )</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Dhamma dengan penuh kesadaran."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 8 )</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat mulia Sangha dengan penuh kesadaran."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 9 )</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka selalu merenungkan sifat-sifat badan jasmani dengan penuh kesadaran."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 10 )</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka bergembira dalam keadaan bebas dari kekejaman."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 11 )</div><div>"Para siswa Gautama telah bangun dengan baik dan selalu sadar, sepanjang siang dan</div><div>malam mereka bergembira dalam ketentraman samadhi."</div><div>( Dhammapada, Pakinnaka Vagga no. 12 )</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-2312477472442761962011-08-08T06:00:00.000-07:002011-08-08T06:01:10.210-07:00<div style="text-align: center;">Murid Pemberontak</div><div style="text-align: center;">
<br /></div><div>Ketika itu Yang Mulia Kassapa sedang berdiam di Gua Pipphali. Ia mempunyai dua orang</div><div>murid yang selalu melayaninya. Salah seorang muridnya amat setia dan selalu melaksanakan</div><div>tugasnya dengan baik. Tetapi murid yang satunya, selalu lalai dan malas dalam melaksanakan</div><div>tugas-tugasnya. Ia selalu mengambil keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh temannya,</div><div>dengan mengakui pekerjaan temannya sebagai pekerjaannya sendiri.</div><div>Contohnya, apabila temannya telah menyediakan air untuk mencuci muka dan menyiapkan</div><div>tusuk gigi, kalau ia tahu, murid yang tidak setia ini akan melaporkan kepada Gurunya, dengan</div><div>berkata :</div><div>"Yang Mulia, air untuk mencuci muka sudah tersedia, dan ini tusuk giginya. Silahkan</div><div>mencuci muka"</div><div>Apabila waktunya untuk mandi tiba, ia juga akan melakukan taktik yang sama.</div><div>Murid yang setia, melihat tingkah laku temannya yang mencari keuntungan untuk dirinya</div><div>sendiri, lalu berpikir :</div><div>"Temanku ini selalu melalaikan pekerjaannya dan selalu mencari keuntungan dari apa yang</div><div>saya kerjakan. Baiklah, saya akan memperhatikannya".</div><div>Ketika murid yang malas ini tertidur sesudah makan siang, ia lalu memanaskan air untuk</div><div>mandi, dan menuangkannya ke dalam tempayan air di ruang belakang. Ia hanya menyisakan</div><div>sedikit air dalam ketel.</div><div>Sore harinya ketika murid yang malas ini bangun, ia melihat air di dalam ketel itu sudah</div><div>panas, ia pikir :</div><div>"Pasti teman saya ini sudah memanaskan air dan menaruhnya di kamar mandi".</div><div>Jadi ia cepat-cepat menghadap Gurunya, sambil berlutut ia berkata:</div><div>"Yang Mulia, air untuk mandi sudah tersedia di kamar mandi, silahkan mandi".</div><div>Setelah berkata demikian, ia mengiringi Gurunya ke kamar mandi.</div><div>Tetapi Yang Mulia Kassapa melihat air mandinya tidak ada, ia bertanya :</div><div>"Muridku, dimana air mandinya?".</div><div>Si murid lalu pergi ke dapur, dan ia melihat air yang ada di dalam ketel itu hampir kosong.</div><div>"Lihat apa yang dilakukan olehnya!", ia amat marah.</div><div>"Ia dengan sengaja mengisi ketel itu dengan sedikit air, dan menaruhnya di atas tungku,</div><div>kemudian ia pergi, kemanakah dia? Saya pikir air mandinya sudah penuh, sehingga saya katakan</div><div>kepada Yang Mulia, air mandi sudah tersedia".</div><div>Dengan rasa marah ia mengambil kendi dan menuju ke sungai. Ketika si murid yang malas itu</div><div>kembali dan menuangkan air ke bak mandi, Yang Mulia Kassapa berpikir :</div><div>"Saya kira anak muda itu telah memanaskan air untuk saya, ketika ia datang dan mengatakan</div><div>airnya sudah siap di kamar mandi, silahkan mandi. Tetapi sekarang, dengan penuh kejengkelan,</div><div>ia mengambil kendi dan mengisinya di sungai. Apa artinya ini?".</div><div>Sesudah mempertimbangkan beberapa hal, Yang Mulia Kassapa sampai pada suatu kesimpulan,</div><div>"Selama ini anak muda ini selalu melalaikan tugas-tugasnya, dan mengambil keuntungan dari</div><div>pekerjaan yang dilakukan oleh temannya".</div><div>Pada waktu murid yang malas itu kembali dan duduk, Yang Mulia Kassapa menegurnya dengan</div><div>berkata :</div><div>"Muridku, seorang bhikkhu seharusnya tidak mengatakan bahwa saya telah melakukan suatu</div><div>pekerjaan, kalau ia tidak betul-betul mengerjakannya. Contohnya, kamu baru saja datang pada</div><div>Sang Buddha Pelindungku II hal.</div><div>Sumber: website Buddhis Samaggi Phala, http://www.samaggi-phala.or.id</div><div>2</div><div>saya dan berkata, "Yang Mulia, air sudah tersedia di kamar mandi, silahkan mandi", tetapi ketika</div><div>saya masuk ke kamar mandi airnya tidak ada, dan dengan penuh kejengkelan kamu mengambil</div><div>kendi dan pergi ke luar. Seseorang yang sudah menjadi bhikkhu seharusnya tidak melakukan hal</div><div>itu".</div><div>Murid itu amat tersinggung, ia lalu berkata sendiri :</div><div>"Lihat apa Yang Mulia perbuat! Mengapa ia berkata begitu hanya karena air mandinya</div><div>sedikit".</div><div>Hari-hari berikutnya ia menolak untuk berkumpul dengan para bhikkhu lain, untuk duduk</div><div>bersama Gurunya dalam suatu ruangan.</div><div>Suatu ketika ia pergi mengunjungi rumah pengikut Yang Mulia Kassapa. Umat itu bertanya :</div><div>"Yang Mulia, dimanakah Guru Anda?".</div><div>"Oh, Yang Mulia Kassapa sedang tidak sehat, jadi Beliau berdiam di Vihara".</div><div>"Bagaimana keadaan Beliau sekarang?".</div><div>"Berikanlah makanan untuknya, supaya Beliau sehat kembali", kata murid itu seolah-olah</div><div>Gurunya memintanya untuk berbuat demikian.</div><div>Dengan segera beberapa umat membuatkan makanan seperti yang diminta, dan memberikan</div><div>pada si murid untuk disampaikan kepada Yang Mulia Kassapa. Si murid itu lalu mengambil</div><div>makanan itu, tetapi dimakannya sendiri dalam perjalanan pulang menuju Vihara.</div><div>Suatu ketika, Yang Mulia Kassapa menerima jubah dari para pengikutnya. Jubah itu</div><div>ukurannya amat besar, Beliau menghadiahkan jubah itu kepada murid yang menyertainya, ia lalu</div><div>mencelup jubah itu dan mengubahnya menjadi jubah yang ukurannya sesuai dengan tubuhnya.</div><div>Beberapa hari kemudian Yang Mulia Kassapa mengunjungi rumah umat-umatnya.</div><div>"Yang Mulia", kata mereka,</div><div>"Muridmu mengatakan pada kami, bahwa Yang Mulia tidak sehat dan segera kami buatkan</div><div>makanan seperti yang diusulkannya, dan mengirimkan kepada Yang Mulia. Ternyata sesudah</div><div>makan makanan itu, Yang Mulia sehat kembali".</div><div>Mendengar hal itu Yang Mulia Kassapa hanya diam saja.</div><div>Malam harinya, murid yang tidak setia itu datang. Setelah menghormat, ia pun duduk. Yang</div><div>Mulia Kassapa lalu berkata :</div><div>"Muridku, saya mendapat informasi tentang hal yang telah kamu lakukan beberapa hari yang</div><div>lalu. Bukanlah tingkah laku yang baik bagi orang yang telah meninggalkan keduniawian. Kamu</div><div>seharusnya tidak boleh makan makanan yang kamu peroleh dengan memberikan penjelasan yang</div><div>keliru pada orang lain".</div><div>Si murid yang tidak setia itu amat marah. Iapun menyusun rencana untuk membalas dendam</div><div>pada Gurunya. Ia berkata sendiri :</div><div>"Beberapa hari yang lalu, hanya karena air mandinya sedikit, ia katakan saya ini pembohong.</div><div>Hari ini, hanya karena saya makan makanan dari umatnya yang diberikan kepada saya, ia katakan</div><div>'seharusnya kamu tidak makan makanan yang kamu peroleh dengan memberikan penjelasan yang</div><div>keliru pada orang lain'. Disamping itu, Beliau memberikan satu set jubah kepada muridnya yang</div><div>lain. Oh, Yang Mulia telah memperlakukan saya dengan amat buruk! Saya akan mencari jalan</div><div>untuk menghancurkanNya!".</div><div>Keesokkan paginya, ketika Yang Mulia Kassapa pergi ke desa berpindapatta, murid yang</div><div>tidak setia itu tinggal sendirian di Vihara. Ia mengambil tongkat, menghancurkan semua</div><div>perabotan yang ada, yang biasa digunakan untuk makan dan minum, lalu membakar pondok</div><div>tempat tinggal Gurunya. Barang yang tidak habis terbakar, dihancurkannya dengan palu. Lalu</div><div>iapun melarikan diri.</div><div>Ketika mati, ia terlahir kembali di neraka yang paling dalam, yaitu Neraka Avici, karena</div><div>Sang Buddha Pelindungku II hal.</div><div>Sumber: website Buddhis Samaggi Phala, http://www.samaggi-phala.or.id</div><div>3</div><div>menerima semua akibat perbuatan buruk yang telah dilakukannya.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-63638899894747832832011-07-02T07:19:00.000-07:002011-07-02T07:21:39.778-07:00Sikap Sang Buddha terhadap Guru-guru agama lain [Upali]<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; "><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; ">Upali, seorang jutawan, adalah salah seorang murid terbaik dari guru agama lain yang bernama Nigantha Nathaputta, yang ajarannya berbeda dengan ajaran Sang buddha. Karena sangat mahir dalam hal berdebat, Upali di minta oleh guru agamanya untuk mendekati Sang Buddha dan mengalahkan Beliau dengan pokok-pokok tertentu tentang Hukum sebab-Akibat (Kamma-vipaka). Setelah melewati diskusi yang panjang, Sang Buddha mampu meyakinkan Upali bahwa pandangan-pandangan dari guru agamanya adalah keliru.</p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; "> </p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; ">Upali sangat terkesan dengan ajaran Sang Buddha sehingga ia langsung meminta untuk di terima sebagai pengikut Sang Buddha. Ia tercengang ketika Sang Buddha menasihatinya,"Upali, engkau adalah orang yang terkenal. yakinlah benar-benar bahwa engkau tidak mengubah agama/kepercayaanmu hanya karena engkau senang kepada Tathagata atau karena engkau sedang dalam pengaruh emosi/perasaanmu. Periksalah sepenuhnya ajaran Tathagata dengan pikiran terbuka sebelum engkau memutuskan untuk menjadi pengikut Tathagata".</p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; "> </p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; ">Dengan semangat pemeriksaan yang bebas terhadap ajaran Sang Buddha, upali bahkan semakin senang dan ia berkata,"Yang Mulia, adalah sangay menakjubkan bahwasannya Anda meminta saya untuk mempertimbangkannya dengan hati-hati. Jika itu adalah guru-guru yang lain, mereka akan segera menerimaku dengan tanpa ragu-ragu, membawaku berkeliling di jalan-jalan dalam suatu prosesi dan mengumumkan bahwa seorang jutawan yang demikian-demikian telah meninggalkan agama/kepercayaan lamanya dan sekarang memeluk ajaran mereka. Ya, benar-benar, Yang Mulia, sudilah menerima saya sebagai pengikutMu".</p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; "> </p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; ">Sang Buddha akhirnya setuju menerima Upali sebagai pengikut awamNya tetapi dengan menasehatinya demikian,"Meskipun engkau sekarang telah menjadi pengikutKu, Upali, engkau harus mempraktikkan toleransi dan rasa welas-asih. Teruslah memberi dana kepada guru-guru agama terdahulumu, karena mereka masih amat tergantung pada tunjanganmu. engkau tidak boleh mengabaikan mereka dan menghentikan tunjangan yang biasanya engkau berikan kepada mereka".</p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; "> </p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; ">Nasihat Sang Buddha tentang toleransi, pemeriksaan yang bebas (terhadap ajaranNya) dan tidak menerima ajaranNya karena alasan-alasan emosi/perasaan, telah memberikan catatan yang bersih dalam sejarah penyebaran agama Buddha. Tidak pernah ada penganut-penganut fanatik agama Buddha yang memaksa orang-orang untuk menerima agama ini dengan menyiksa atau menakut-nakuti mereka dengan ganjaran hukuman. Agama Buddha mampu menyebar dalam cara yang damai, sebagian besar adalah karena keindahannya dan kemauan baik yang terkandung di dalamnya</p></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-10606496845280011692011-05-30T22:33:00.000-07:002011-06-05T19:27:26.276-07:00Sang Buddha Memberi Makan Orang Kelaparan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di Vihara Jetavana, dengan Mata Buddha-Nya, Sang Buddha melihat seorang laki-laki yang amat miskin tinggal di Alavi. Sang Buddha mengetahui bahwa orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai tingkat kesucian. Sang Buddha ingin membantu orang itu, lalu bersama dengan lima ratus orang muridnya, Sang Buddha melakukan perjalanan menuju Alavi.</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Penduduk Alavi setelah mengetahui kedatangan Sang Buddha, segera mengundang Sang Guru Agung menjadi tamu mereka. Ketika orang miskin itu mendengar kedatangan Sang Buddha, ia ingin sekali bertemu dengan Sang Buddha dan mendengar Ajarannya. Tetapi, pada hari itu seekor lembunya tersesat. Ia bimbang,</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">"Apakah saya mencari lembu yang hilang itu ataukah saya pergi menemui Sang Buddha untuk mendengarkan AjaranNya?".</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Akhirnya ia memutuskan: "Pertama-tama saya akan mencari lembu yang hilang itu terlebih dahulu, kemudian saya akan pergi menemui Sang Buddha".</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia pergi ke hutan untuk mencari lembunya yang tersesat. Penduduk desa Alavi mempersilahkan Sang Buddha beserta murid-muridnya untuk duduk di tempat yang telah mereka persiapkan, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya dengan penuh hormat. Sesudah makan, Sang Buddha biasanya mengucapkan terima kasih dengan membacakan Paritta Pemberkahan, tetapi kali ini Sang Buddha berkata: "Ia yang menyebabkanKu datang ke sini bersama para bhikkhu sedang pergi ke hutan mencari lembunya yang hilang. Kita tunggu sampai dia kembali, setelah ia datang Aku akan membabarkan Dhamma". Kemudian Sang Buddha duduk diam.</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Orang miskin itu setelah menemukan lembunya yang tersesat, segera menggiring lembunya kembali ke kandang. Ia lalu berpikir: "Kalau tidak ada apa-apa lagi, saya harus segera pergi mengunjungi dan memberikan hormat kepada Sang Buddha". Dengan menahan rasa lapar yang amat sangat, ia segera pergi menemui Sang Buddha. Setelah orang itu bernamaskara di hadapan Sang Buddha, ia lalu duduk diam-diam di salah satu sisi. Sang Buddha setelah melihat orang itu datang, segera berkata kepada orang yang melayaninya: "Apakah masih ada makanan?". "Masih ada Yang Mulia, masih banyak makanan". "Berikanlah makanan kepada orang ini". Kemudian orang itu diberikan bubur dan makanan lainnya. Setelah selesai makan, ia mencuci mulutnya lalu duduk dengan tenang.</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Kemudian Sang Buddha membabarkan Dhamma, menjelaskan Empat Kesunyataan Mulia. Pada akhir khotbah, orang itu mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapana). Setelah Sang Buddha selesai membabarkan Dhamma, Beliau lalu membacakan Paritta Pemberkahan dan segera meninggalkan desa itu. Di perjalanan, para bhikkhu menyatakan keheranannya dengan apa yang Sang Buddha lakukan pada hari ini, mereka berkata: "Saudaraku, Guru kita belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tetapi melihat orang itu kelaparan, Sang Guru meminta penduduk desa menyediakan makanan untuknya". Sang Buddha segera berhenti berjalan, berbalik dan bertanya: "O, para bhikkhu, apa yang kalian bicarakan?". Setelah Sang Buddha mendengar apa yang mereka bicarakan, Beliau berkata: "O, para bhikkhu, kadatanganKu kemari dengan melalui perjalanan yang berat dan jauh ini adalah karena Aku melihat orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai Tingkat Kesucian. Pagi-pagi sekali dengan menahan lapar, ia ke hutan mencari lembunya yang hilang. Jadi kalau Aku membabarkan AjaranKu kepada orang yang perutnya lapar, ia tidak akan dapat mengerti apa yang Kuajarkan. Karena itu Aku melakukan apa yang harus Kulakukan. O, para bhikkhu, kelaparan adalah penyakit yang paling berat".</span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">Sang Buddha lalu mengucapkan syair:</span></span></div><div style="line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span">"Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi"</span></span></span></div><div style="color: #333333; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 16px;">(Dhammapada, Sukha Vagga no. 7)</span></span></div><div style="text-align: justify;"></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-5968997710722253862011-05-06T04:56:00.000-07:002011-06-05T23:50:52.748-07:00Anak-anak Mengunjungi Sang Buddha<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;"></span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Pada suatu ketika, ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vihara Jetavana, Savatthi, terdapat beberapa orang tua yang menjadi pengikut aliran yang sesat. Ketika mereka melihat anak-anak mereka bermain-main dengan anak-anak yang orang tuanya pengikut Sang Buddha, mereka marah dan tidak senang.</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Setelah anak-anak itu selesai bermain dan pulang ke rumah, mereka segera memarahi anak-anaknya : "Mulai sekarang, kalau kamu bertemu dengan bhikkhu-bhikkhu pengikut Pangeran Sakya, kamu tidak usah memberi hormat, dan tidak boleh memasuki pertapaan mereka". Anak-anaknya disuruh bersumpah, harus mentaati apa yang mereka katakan. Pada suatu hari, anak-anak pengikut aliran sesat itu sedang bermain-main di luar Vihara Jetavana, tempat Sang Buddha berdiam.</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Mereka bermain-main di depan pintu gerbang Vihara, setelah lelah bermain, mereka merasa amat haus dan ingin minum. mereka lalu menyuruh salah seorang temannya masuk ke dalam Vihara : "Kamu masuk dulu ke dalam, mintalah air minum dan bawakan juga untuk kami". Salah seorang anak laki-laki itu masuk ke Vihara, dan bertemu dengan Sang Buddha. Setelah memberi hormat, ia bercerita bahwa mereka sedang bermain-main di depan Vihara dan sekarang merasa haus, ingin minta air minum.</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Sang Buddha berkata : "Kamu boleh minum air di sini, kalau sudah minum, kembalilah ke teman-temanmu, ajaklah mereka minum di sini". Kemudian semua anak-anak itu masuk ke dalam Vihara untuk minum. Selesai minum, Sang Buddha mengumpulkan mereka, dan mengajarkan Hukum Alam Semesta dengan kata-kata yang mudah mereka pahami. Akhirnya mereka mengerti dan menjadi murid Sang Buddha. Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing, dan bercerita kepada orang tua mereka tentang Ajaran Sang Buddha.</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Beberapa orang tua yang menganut pandangan sesat itu bersedih hati dan menangis: "Anak kami telah manganut pandangan sesat". Tetapi ada beberapa orang tua yang pandai dan mengerti Ajaran Sang Buddha. Ketika menyadari kekeliruannya, mereka mendatangi orang tua yang keliru itu dan menjelaskan Ajaran Sang Buddha. Akhirnya mereka semua mengerti akan Dhamma yang Sang Buddha ajarkan, mereka berkata: "Kami akan menyuruh anak-anak kami melayani Sang Guru Agung kita" Bersama dengan keluarga masing-masing, mereka berbondong-bondong mengunjungi Sang Buddha.</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">Sang Buddha yang mengetahui bahwa pikiran mereka sudah berubah, segera menerangkan kembali AjaranNya kepada mereka. Sang Buddha mengucapkan syair:</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">"Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela, maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara". (Dhammapada, Niraya Vagga no. 13)</span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: x-small; line-height: 16px;">"Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tidak tercela, maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia". (Dhammapada, Niraya Vagga no. 14)</span></div><div style="text-align: justify;"></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-68190841107936388242011-05-06T04:54:00.001-07:002011-05-28T01:47:27.222-07:00Karma Orang Tua dan Anak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;"></span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Seorang mahasiswi menangis tersedu-sedu dihadapan dosen agama Buddha yang penuh kasih terhadapnya. Ia sedih, kecewa, dan agak tergoncang batinnya menghadapi kenyataan pahit yang harus diterimanya saat ini. Ia tidak menduga bahwa hubungan cinta yang telah dibinanya selama ini harus kandas di tengah jalan. Ia tidak menyangka bahwa calon mertuanya akan menolak dirinya sebagai menantu hanya karena ia mempunyai seorang ayah yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Ia sedih karena calon mertuanya beranggpan bahwa jika orangtuanya berkelakuan tidak baik, maka anaknya pasti mempunyai kelakuan yang tidak baik pula. Ia kecewa karena ia merasa bahwa anggapan itu tidak berlaku terhadap dirinya. Dengan penuh kesabaran, dosen agama Buddha tadi memberikan nasihat-nasihat yang ternyata dapat menghibur mahasiswi tersebut.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Sesungguhnya karma orang-tua tidak menurun kepada anaknya karena setiap makhluk membawa karmanya masing-masing. Namun, memang ada persamaan karma antara orangtua dan anak sehingga mereka bisa berkumpul dalam satu keluarga. S etiap makhluk yang akan bertumimbal lahir harus mempunyai getaran karma yang sama dengan orang tuannya. Jadi, pada saat mahasiswi tadi bertumimbal lahir melalui kandungan ibunya, ia mempunyai getaran karma yang sama pula. Jika ia mempunyai ayah yang berkelakuan tidak baik, maka ini merupakan buah dari karma buruk yangpernah dilakukannya pada kehidupan yang lampau. Dengan demikian, ia tidak boleh membenci ayaknya. Ia tidak boleh menyalahkan ayahnya. Ia tidak boleh beranggapan bahwa ayahnyalah yang merupakan penyebab putushnya hubungan cointanya dengan teman kuliahnya itu.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Sesungguhnya, hubungan cintanya juga bisa putus diakibatkan oleh karma buruk lain yangpernah dilakulkannya pada kehidupan yang lampau.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Dalam kita suci Dhammapada Bab XXIII ayat 332, dikatakan:</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;"><i>“Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap petapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap para ariya (orang suci) juga merupakan kebahagiaan.”</i></span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Ayah dan ibu merupakan orang tua kita. Walau bagaimanapun buruknya sifat ayah dan ibu kita, mereka tetap orangtua kita. Sebagai anak, kita wajib menghormati dan menyayangi mereka. Jika mereka berkelakuan tidak baik, maka kita wajib berusaha untuk menyadarkan mereka agar kembali ke jalan yang benar. Memang ini bukan merupakan suatu tugas yang mudah, tetapi usaha kita lakukan dengan penuh pengorbanan pun tak akan sia sia.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Anak yang baik tidak akan menyalahkan orang lain bila ia menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan. Hendalnya ia menyadari bahwa penderitaan itu hanya datang kepada orang yang memang harus menerimanya. Ia akan menerima penderitaan itu dengan tabah walau tidakd apat dipungkiri bahwa pada saat itu pasti batinnya agak tergoncang.Namun, ia tidak akan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Ia akan menyadariu bahwa tak ada gunanya menyesali peristiwa yang telah terjadi. Jika hubungan cinta itu memang harus kandas di tengah jalan, maka hal ini tidka perlu terlalu ditangisi. Masih ada kirannya pemuda lain yang lebih baik dari dia. Masih ada calon mertua yang dapat mengerti keadaannya dan mau menerimanya sebagai menantu. Masih banyak orang tua yang tidak berpandang picik seperti tersebut diatas. Dan masih banyak orang tua yang yakin bahwa menantunya merupakan orang yang bnaik walaupun orangtuan menantunya berkelakuan tidak baik.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Mahasiswi di atas merupakan gasid yang baik. Ia dapat menjadi baik berkat pendidikan agama yang diperolehnya di bangku sekolah. Ia tekun belajar agama Buddha. Ia rajin mendengarkan dan berdiskusi Dharma dengan tokon-tokoh Buddhis. Ia senantiasa berusaha melaksanakan Pancasila Buddhis dalam kehidupannya sehari-hari. Ia senang berbuat amal sesuai denga kemampuannya. Jika kelak ia berumah tangga, ia telah bertekad untuk menjadi seorang isteri yang setia dan puas hanya dengan seorang suami serta senantiasa menghormati ayah dan ibu mertuanya sebagai dewa dan dewi. Ia yang telah terbiasa hidup sederhana itu bertekad untuk tidak menjadi isteri yangmaterialistis. Sesungguhnya, pemuda yang dapat memperisterinya itu akan bahagia. Dengan demikian, nyatalah bahwa dari orangtua yang berkelakuan tidak baik mungkin saja muncul anak-anak yang berkelakuan baik.</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">Dalam Dhammapada Bab III ayat 43, dikatakan:</span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;"><i><span class="Apple-style-span">“Bukan seorang ibu, ayah, maupun sanak keluarga lain yang dapat melakukan; melainkan pikiran sendiri yang diarahkan dengan baik yang akan dapat mengangkat derajat seseorang.”</span></i></span></div><div style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span"> </span></span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;">(Dikutip dari Majalah Dhamma Cakku No.13/Tahun X/1989)</span></div><div style="text-align: justify;"></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-12415963376514875292011-05-01T06:30:00.000-07:002011-05-28T01:47:35.995-07:00Pohon Kebajikan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Di desa saya, di dataran Liaodong Tiongkok ada sebuah kisah turun temurun yang sangat menyentuh hati. Alkisah, pada pinggiran desa terdapat sebuah gubuk tua dan reot, yang ditinggali oleh seorang ibu berusia paruh baya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penduduk sekitar hanya tahu ibu itu bermarga Zhang dan tidak ada seorang pun yang tahu nama sebenarnya. Ibu itu mengandalkan hidupnya dengan mengumpulkan barang-barang bekas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika, pada masa terjadi tiga tahun bencana alam, saat ibu tua itu sedang mengumpulkan barang-barang bekas di dekat sebuah rumah sakit, ia mendengar suara tangisan bayi yang terbuang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bayi itu lalu digendong dan dibawa pulang ke gubuk tuanya. Selama tiga tahun bencana alam itu, ada empat bayi buangan yang ditemukannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demi menghidupi ke empat bayi tersebut, si ibu tua itu terpaksa mengais sisa-sisa makanan di tong-tong sampah, dan mencari yang masih bisa dimakan. Setelah menemukannya, ibu tua itu akan memamahnya sampai lembut dulu baru disuapkan kepada bayi-bayi tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang tua para bayi itu, ada yang merasa tidak sanggup untuk membesarkannya, ada pula yang lahir di luar nikah, meskipun demikian mereka tidak seharusnya terlahir sebagai anak yang terbuang. Sebenarnya ibu tua itu sendiri pun hidupnya sudah sangat sengsara, akan tetapi anehnya, dengan kemukjizatan, dia telah dapat membesarkan ke empat bayi tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dua puluh tahun kemudian, tiga anaknya telah lulus ujian dan masuk Universitas. Sedangkan satunya lagi masuk sekolah angkatan dan menjadi perwira. Ke empat anak tersebut akhirnya menetap, berkeluarga dan bekerja di kota.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian anak-anaknya membawa ibu tua itu untuk pindah ke kota, dan mereka saling berebut ingin merawat ibu tua itu. Setelah ibu tua itu meninggal, rumah gubuknya yang tua dan reot itu meskipun kalau di dorong dengan satu tangan saja sudah roboh, akan tetapi bagi penduduk sekitar sana, rumah itu memiliki arti tertentu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penduduk setempat memagari rumah tua itu dengan menggunakan bambu, dan membangun sebuah pintu besar di mana di atas pintu itu tergantung sebuah papan bertuliskan “Pondok Kebajikan”, sedang di halaman depan rumah itu ditanam sejumlah pohon, orang orang menyebutnya sebagai “Pohon Kebajikan”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Prinsip “keuntungan adalah di atas segalanya” telah menjadi motto dari kebanyakan masyarakat. Nilai-nilai kebajikan sedikit demi sedikit terkikis, hilang terbuang. Di dalam pergaulan antar manusia adanya rasa kecurigaan semakin meningkat, sedang kebajikan menjadi semakin berkurang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cerita di atas telah menggambarkan seorang ibu tua yang namanya saja tidak di kenal orang, dan dalam mengatasi kehidupannya sendiri pun sangat sulit, tetapi dari hasil dengan mengumpulkan barang-barang bekas telah membesarkan ke empat anaknya yang berbakat baik. Si ibu tua ini dengan penuh belas kasih telah memelihara sifat murni manusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengenai hal terkikisnya kebajikan, ini merupakan suatu hal yang tidak baik yang terjadi selama proses perkembangan masyarakat. Kebajikan adalah prinsip yang tidak membawa kepentingan apapun. Ini merupakan sifat dasar manusia, adalah betul-betul lurus dan murni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada pepatah yang menyebutkan “Kebaikan budi bagai setetes air yang akan dibalas dengan sumber air”. Kebajikan akan mendapat balasan kebajikan pula, ibu tua di pedesaan itu adalah sebuah contoh yang kongkrit.</div></div>novita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-31007538279093497792011-05-01T06:29:00.002-07:002011-05-28T01:47:49.799-07:00kisah Raja Rusa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Dahulu kala, di sebuah hutan yang subur terdapat seekor raja rusa yang sangat gagah. Badannya tinggi tegap, diatas kepalanya terdapat tanduk bercabang, sepasang matanya sangat tajam, serta di badannya tumbuh bulu bunga-bunga yang cantik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa ini dengan sekelempok rusa hidup di hutan yang subur. Mereka memakan rumput dan bunga yang tumbuh subur di hutan ini dan meminum air pengunungan yang murni dan bersih, mereka hidup dengan bebas, damai dan bahagia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi kehidupan yang tenang ini tidak bertahan terlalu lama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari, ada seorang raja yang membawa banyak prajuritnya berburu dihutan ini, raja juga membawa anjing dan elang pemburu. Mereka segera mengepung seluruh hutan ini, anak panah berterbangan bagaikan hujan yang turun dengan deras.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa membawa rakyatnya berlarian kesana-kemari untuk menghindar, dengan susah payah akhirnya mereka terlepas dari kepungan pemburu, tetapi banyak rusa yang sudah mati kena anak panah para pemburu. Ada juga rusa yang terjatuh ke jurang, ada yang jatuh kedalam perangkap, ada yang tertangkap hidup-hidup, serta ada yang terluka parah dan ada yang terjatuh ke dalam sungai dan rawa-rawa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa melihat banyak rakyatnya yang mati dan terluka hatinya sangat sedih. Dia beranggapan setelah tragedi ini berlalu mereka dapat hidup dengan damai lagi, tetapi beberapa hari kemudian raja dan prajuritnya datang berburu lagi, sekali ini lebih banyak yang mati dan terluka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rupanya raja sangat gemar makan daging rusa, sehingga setelah selang beberapa hari mereka pasti akan datang berburu kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa berpikir,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Saya sebagai seorang raja, harus melindungi rakyat saya, jika saya masih tinggal di hutan ini hanya untuk mendapat makanan yang segar dan air yang jernih bersih, membuat rakyat saya banyak yang mati dan ditangkap, sungguh tidak pantas saya menjadi seorang raja! Tetapi kami harus pindah kemanakah? Dimana ada tempat yang lebih bagus dari hutan ini lagi?.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah lama berpikir akhirnya raja memutuskan akan menjumpai raja untuk bernegosiasi, dia lalu pergi ke kota mencari sang Raja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rakyat yang berada di kota melihat ada seekor rusa yang berbadan tegab dengan langkah gagah memasuki kota, menjadi sangat keheranan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semua orang berkata,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Karena raja kita adalah seorang raja yang baik hati, berbelas kasih dan arif sehingga dikunjungi rusa ajaib.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mereka semua beranggapan ini merupakan pertanda baik, sehingga tidak ada seorangpun berani menghalangi dan menangkap raja rusa ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa sampai kehadapan raja sambil berlutut berkata,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Kami semua hidup di lingkungan Baginda, kami harap mendapat perlindungan dan ketenangan hidup, tetapi akhir-akhir ini kami diserang oleh kelompok pemburu sehingga banyak diantara kami mati dan luka parah. Saya mendengar Baginda suka makan daging rusa, kami tidak berani menghindar. Kami hanya ingin tahu, dalam sehari Baginda memerlukan berapa ekor rusa. Maka jumlah itu akan dengan sukarela datang, percayalah kepada kami, kami tidak akan berbohong. Atas nama Tuhan yang berbelas kasih, saya harap Baginda mengasihani kami!.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja setelah mendengar perkataan raja rusa menjadi sangat terkejut dan berkata kepada raja rusa,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Menurut koki istana sehari hanya memerlukan seekor rusa, tidak disangka karena sehari hanya memerlukan seekor rusa, membuat begitu banyak rusa yang mati dan luka. Saya sangat menyesal, baiklah seperti yang engkau katakan tadi jika setiap hari ada seekor rusa yang dengan suka rela datang ke dapur istana, saya bersumpah mulai hari ini tidak akan pergi ke hutan berburu lagi.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berterima kasih kepada raja, raja rusa kembali ke hutan mengumpulkan semua rakyatnya mengumumkan hasil negosiasinya dengan raja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa berkata,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Mulai sekarang, setiap hari hanya ada seekor rusa demi keselamatan kita semua mengorbankan dirinya sendiri, maka seluruh rakyat kita dapat hidup dengan aman, jika tidak demikian kita selamanya tidak dapat hidup dengan aman lagi.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seluruh rakyat rusa setelah mendengar perkataan raja rusa, mereka juga berangggapan hanya dengan cara demikian dapat hidup aman. Akhirnya mereka dengan sukarela berurutan menentukan diri sendiri pergi menghadap ke dapur istana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mulai saat itu, setiap hari tentu ada seekor rusa yang otomatis datang ke dapur istana, mulai saat itu juga raja tidak pernah berburu lagi dihutan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yang mendapat giliran ke dapur istana, sebelum memulai perjalanan datang menghadap dan berpamitan ke raja rusa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa selalu dengan penuh air mata, menasehati mereka,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Di dalam kehidupan ini, pasti suatu hari akan mati, engkau mengorbankan nyawamu demi kita semua, ini adalah sebuah hal yang sangat membanggakan. Engkau jangan takut dan jangan dendam, pergilah dengan tenang!”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari demi hari berlalu. Pada hari ini, giliran seekor rusa betina mengorbankan hidupnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi rusa betina ini sedang hamil tua, dia sedang mengandung seekor rusa kecil yang sudah mendekati hari melahirkan, rusa betina ini berlutut dihadapan raja rusa sambil menangis berkata,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Baginda, saya bukan takut mati, tetapi anak didalam kandungan saya ini tidak berdosa, ia mempunyai hak untuk terus hidup! Mohon baginda tunda beberapa hari, biarkan giliran yang berikutnya pergi, setelah melahirkan saya pasti akan pergi melapor ke dapur istana.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rusa yang mendapat giliran berikutnya mendengar harus segera pergi, dengan berlutut dihadapan raja rusa sambil menangis memohon,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Baginda! Jika tiba giliran saya mati saya pasti tidak akan menghindar, menurut peraturan saya masih berhak untuk hidup satu hari satu malam lagi, setelah satu hari satu malam lagi saya pasti akan mati dengan rela.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa merasa serba susah,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Jika membiarkan rusa betina pergi! sekali akan mengorbankan 2 nyawa, jika membiarkan rusa ini pergi! Gilirannya masih belum sampai.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berpikir sejenak raja rusa membiarkan kedua ekor rusa itu mengundurkan diri memutuskan dirinya sendiri yang akan menggantikan mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah raja rusa sampai di dapur istana, dia berlutut disana, dengan pasrah menanti.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena raja rusa pernah ke istana, koki istana segera mengenalinya, dia melihat rusa yang gagah berani ini datang sendiri mengorbankan dirinya, merasa sangat heran, lalu dia pergi melapor hal ini kepada raja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja menyuruh pengawalnya membawa raja rusa menghadapnya dan bertanya,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Kenapa hari ini engkau sendiri yang datang?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa lalu menceritakan cerita tentang rusa betina yang mengandung tua dan seekor rusa yang belum gilirannya dia tidak tega mengorbankan mereka, akhirnya memutuskan dirinya sendiri yang menggantikan mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja setelah mendengar kisah ini sangat terharu sambil meneteskan air mata berkata,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Tidak disangka seekor rusa adalah seekor binatang dapat demikian mengorbankan dirinya sendiri demi rusa yang lain! sedangkan saya sebagai manusia, setiap hari harus membunuh seekor rusa hanya demi memenuhi nafsu makan saya. Saya ini sebagai raja rusa saja tidak pantas!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja segera memerintahkan koki istana melepaskan raja rusa, mulai saat itu dia berjanji tidak akan memakan daging rusa lagi. Raja pun memerintahkan seluruh rakyatnya mulai saat itu tidak boleh menyakiti para rusa, jika tidak menuruti perintah akan dihukum dengan hukuman berat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raja rusa setelah kembali ke hutan, mulai saat itu dia dan seluruh rakyatnya kembali hidup dengan damai dan bahagia lagi.</div></div>novita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-90111343760084485992011-05-01T06:29:00.001-07:002011-05-28T01:48:07.793-07:00Saputangan Pengemis<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Suatu hari pada jaman dahulu, seorang pengemis yang kehausan pergi ke pintu depan sebuah rumah besar. Sangat jelas bahwa itu adalah rumah orang kaya. Ketika ia mengetuk pintu, nyonya rumah tidak mempedulikan dan memerintahkan pembantu mengusirnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di antara para penghuni rumah ada seorang pembantu perempuan. Ketika dia melihat pengemis itu ia merasa kasihan dan diam-diam memberinya secangkir air dan beberapa makanan sisa. Setelah selesai makan, pengemis dengan lembut mengucapkan terima kasih kepada pembantu dan mengatakan "Saya tidak punya apa-apa yang layak untuk membayar Anda, saya hanya punya saputangan ini. Ambillah. "</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pagi-pagi berikutnya, pembantu tertarik menggunakan saputangan pengemis yang diberikan pada hari sebelumnya, untuk membersihkan muka. Setelah melakukan tugas pagi, ia pergi ke ruang makan untuk melayani sarapan. Ketika nyonya rumah melihat pembantunya, dia sangat terkejut apa yang dilihatnya, ia tidak bisa berbicara. Pembantunya merasa sangat aneh dan bertanya kepada nyonya rumah: Apakah Anda baik-baik saja, nyonya?" Dia menjawab 'Wajah kamu!' Apakah ada sesuatu di wajah saya?" Tanya si pelayan sambil mengusap wajahnya lagi dengan saputangan. Nyonya rumah itu bahkan lebih terkejut dan berteriak, "Sapu tangan apa itu?" Pelayannya kelihatan tidak mengerti. Setelah mendengar teriakan nyonya , orang di rumah datang dari segala penjuru berlari ke dalam ruangan. Semua orang hanya berdiri dan menatap. Pada saat ini pembantu perempuannya menjadi penasaran dan cemas, selanjutnya dia meminjam cermin. Ketika dia melihat ke cermin, ia juga menatap dirinya dengan takjub. Dia melihat wajah seorang wanita cantik, wajah seperti ini ia belum pernah lihat dalam hidupnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nyonya tiba-tiba menyadari bahwa saputangan itu telah mengubah penampilan pembantunya, menjadi cantik. Dia meraih sapu tangan dari pembantunya dan segera menggunakannya untuk mencuci muka. Tapi wajahnya tidak berubah sama sekali tidak peduli seberapa keras ia membersihkan atau mengusap. Dia bertanya kepada pelayannya: "Dari mana kamu mendapatkan saputangan ini?" Pelayan itu mengatakan : Dari pengemis yang datang meminta air, ia memberikannya kepada saya " Nyonya itu iri dan menyesali tindakannya dan berkata,"Seharusnya aku yang memberinya air "Lalu ia memerintahkan pelayannya," Bawalah semua pengemis di kota itu untuk saya, segera.! "</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia mengundang para pengemis ke rumahnya dan memberi mereka banyak makanan dan minuman. Setelah mereka minum dan makan sampai kenyang, para pengemis sangat puas, sehingga mereka pergi satu per satu. Nyonya rumah ketika melihat mereka pergi satu persatu ia berteriak, Tunggu, jangan pergi, berikan saya saputangan Anda sebelum Anda pergi! " Para pengemis mengabaikan dan terus berjalan. Dia sangat marah, ia meraih pengemis terakhir dan menuntut, "Beri aku saputangan Anda" Si pengemis tidak punya pilihan selain memberikan saputangan yang kotor!. Nyonya rumah segera mengambil saputangan dan menggunakannya untuk mengelap muka. Namun, semakin dia mengelap dan mengusap wajah, wajahnya menjadi semakin hitam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nb : Seseorang tidak dapat melakukan perbuatan baik dengan alasan egois dan maksud dibaliknya. Hanya ketika seseorang bertindak secara spontan, tanpa pamrih dengan hati yang murni dan pikiran baik, tanpa mengharapkan balasan, akan mendapat pahala yang tak terhitung.</div></div>novita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-15163484370165410072011-05-01T06:28:00.000-07:002011-05-28T01:48:13.623-07:00Makna 3 pintu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Dahulu kala ada seorang pangeran, dia bertanya kepada gurunya seorang cendekiawan :” Bagaimana perjalanan hidup saya.” Gurunya menjawab :”Didalam perjalanan hidupmu, engkau akan bertemu dengan tiga jenis pintu, diatas setiap pintu tertulis sebaris kata, pada saat engkau melihatnya engkau tentu akan mengerti apa yang saya katakan.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya pangeran memulai perjalanannya. Tidak berapa lama kemudian, dia bertemu dengan pintu yang pertama. Diatas pintu tertulis “Merubah Dunia”. Pangeran lalu berpikir, sesuai dengan cita-cita saya, saya harus merubah dunia ini, merubah hal-hal yang saya tidak suka lihat. Akhirnya dia berbuat sesuai dengan rencananya. Beberapa tahun kemudian dia bertemu lagi dengan pintu yang kedua. Diatasnya tertulis “Merubah Orang Lain.” Pangeran berpikir, Saya dengan pikiran saya yang cemerlang akan mengajarkan orang lain, supaya mereka dapat lebih berkembang. Pada akhirnya dia bertemu dengan pintu yang ketiga. Diatasnya tertulis “Merubah Dirimu Sendiri.” Pangeran berpikir, saya akan merubah karakter saya menjadi lebih baik lagi. Akhirnya dia melakukan semuanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari, pangeran bertemu kembali dengan gurunya, dia berkata :”saya sudah menemukan tiga jenis pintu dalam perjalanan hidup saya, yang saya pahami adalah “Merubah dunia” lebih bagus merubah setiap orang yang ada didunia ini. Daripada merubah orang lain lebih bagus merubah diri sendiri.” Gurunya yang cendekiawan setelah mendengar perkataannya dengan tersenyum menjawab :”Mungkin sekarang lebih bagus engkau berjalan balik , dengan teliti melihat dengan jelas tiga jenis pintu itu.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pangeran dengan setengah percaya setengah sangsi berjalan balik kembali. Dari jauh ia sudah melihat pintu yang ketiga, tetapi kelihatannya tidak sama seperti ketika dia datang, dari sisi ini kelihatan diatas pintu tertulis “Mencoba Menerima Dirimu Sendiri.” Pada saat ini pangeran mengerti pada saat dia merubah dirinya sendiri dia merasa hidup ini sangat susah dan menderita; disebabkan karena dia tidak bisa mengakui dan menerima kekurangan dirinya sendiri, dia selalu mengejar cita-cita yang diluar kemampuannya, yang menyebabkan dia tidak bisa melihat kelebihan yang dimilikinya. Pada saat ini dia menjadi sadar dan menghargai diri sendiri. Pangeran melanjutkan perjalanannya berjalan balik. Dia melihat pintu yang kedua tertulis “Mencoba Menerima Orang Lain.” Pada saat ini dia mengerti kenapa dia begitu kesal, Karena dia tidak bisa mengakui dan menerima perbedaan pendapat antara dirinya sendiri dengan orang lain, dia selalu tidak bisa memaklumi kesulitan orang lain. Pada saat ini sadar dia harus lapang dada menerima orang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pangeran melanjutkan perjalannyanya, dia melihat pintu yang pertama diatasnya tertulis “Mencoba Menerima Dunia Ini.” Pada saat ini pangeran mengerti kenapa ketika dia merubah dunia ini dia selalu gagal, karena dia menolak menerima bahwa banyak hal didunia ini tidak dapat dilakukan tangan manusia, sehingga membuat dirinya tidak melakukan hal-hal baik yang bisa dilakukannya. Sekarang dia mengerti bahwa harus menerima dunia ini apa adanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada saat ini gurunya yang cendekiawan sudah menunggunya dan berkata kepada pangeran :” Saya kira, sekarang engkau tahu apa artinya hidup damai dan tenteram?.”</div></div>novita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-16994048614501579432011-05-01T06:26:00.000-07:002011-05-01T06:27:33.621-07:00Kesempurnaan bukan segala-gala nyaDi Cina ada seorang anak yang sangat aneh meskipun usianya sudah<br />menginjak 17 (tujuh belas) tahun namun ukuran dan berat tubuhnyan hanya sebanding dengan anak yang berusia 10 (sepuluh) tahun. Anak itu bernama Yuan Xie, biasa dipanggil Yuan. Yuan bersekolah di sekolah yang cukup terkenal namun sayangnya mata kirinya buta. Yuan sering kali diledek oleh teman-temannya terutama oleh kelompok geng yang sangat terkenal di sekolah itu, ketua geng itu bernama Xiao Yin, biasa dipanggil Yin. Yuan dan Yin adalah teman sekelas tepatnya di kelas XI-A.<br /><br />Suatu ketika Yuan pergi ke kamar mandi, tiba-tiba pada waktu yang<br />bersamaan, Yin juga pergi ke toilet. Akibatnya, ketika Yuan keluar dari kamar mandi, Yin mengerjainya secara tidak manusiawi dengan menyuruh Yuan untuk mencium sepatunya. Hal ini mungkin dikarenakan orang tua Yin adalah pendonor dana terbesar, Yin merasa dirinya terhormat di kalangan sekolah tersebut. Yuan merasa dirinya tidak mampu berbuat apa-apa sehingga hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan Yin. Selesai itu Yuan keluar dari WC dengan harga diri yang tercorengkan.<br /><br />Di kemudian hari orang tua Yin mengalami bangkrut, ayahnya ter-<br />tangkap basah korupsi dan ibunya meninggalkan Yin sekeluarga. Kasus ini tersebar luas di sekolahnya, akibatnya sekarang bukan Yuan yang diledek lagi tetapi Yin lah yang diejek-ejek. Teman-teman Yin telah menjauhinya dan tidak ada orang yang mendekatinya, kecuali Yuan. Yuan dengan senang hati selalu menemani Yin. Yin sangat menyesal karena masa lalunya, dia telah berbuat karma buruk. Sekarang Yin telah sadar akan perbuatannya dan dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Yuan dan Yin telah berjanji menjadi sepasang sahabat dan berjanji saling menjaga dan saling membantu.<br /><br />Pesan : Orang yang serba kekurangan fisiknya tidaklah kekurangan hatinya, malah orang yang sempurna secara fisik tetapi hatinya malah serba kekurangan hatinyanovita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-15098729293440020472011-05-01T06:24:00.000-07:002011-05-01T06:25:58.309-07:00Kisah Balerina dan Atlet profesional- Ma Li -<br />Ma Li adalah seorang balerina profesional, yang sudah membangun karirnya sejak masa kanak-kanak. Ia berasal dari Provinsi Henan, China. Sayangnya, ketika berusia 19 tahun (tahun 1996), ia mengalami kecelakaan mobil. Akibatnya, lengan kanannya harus diamputasi. Kemudian, kekasihnya pergi meninggalkannya.<br /><br />Betapa bingung dan kecewanya Ma Li! Ia sempat mengurung diri di rumahnya selama berbulan-bulan. Namun, dukungan orangtua menguatkannya. Perlahan tapi pasti, ia melanjutkan hidupnya. Ia segera belajar melakukan mengurus diri dan rumahnya dengan satu lengan. Beberapa bulan kemudian, dia sudah membuka usaha, dengan mendirikan satu buah toko buku kecil.<br /><br />Pada tahun 2001, Ma Li kembali ke dunia tari yang dicintainya. Ini hal yang sulit, karena dengan hanya satu lengan, ia kurang bisa menjaga keseimbangan tubuhnya - khususnya ketika melakukan gerakan berputar. Namun Ma Li tidak putus asa. Ia terus berusaha, hingga akhirnya ia bisa menyabet medali emas pada kompetisi tari khusus untuk orang-orang yang memiliki kekurangan pada fisiknya. Menurut Ma Li, di kompetisi itu, selain mendapatkan prestasi, ia juga mendapatkan dukungan dari orang-orang yang senasib dengannya. Dari situlah, ia mendapatkan dorongan motivasi dan rasa percaya diri yang lebih besar.<br /><br />Pada taon 2002, seorang laki-laki bernama Tao Li jatuh cinta pada Ma Li. Tapi Ma Li meninggalkannya karena khawatir kejadian masa lalu yang menyakitkan terulang kembali.<br /><br />Tao Li bukan pemuda yang mudah putus asa. Ia mencari Ma Li hingga ke Beijing, tempatnya meniti karir sebagai penari. Ketika bertemu kembali, pasangan ini tidak terpisahkan lagi.<br /><br />Ma Li dan Tao Li sempat jatuh bangkrut saat virus SARS menyerang China (November 2002 hingga Juli 2003). Sebab, pada masa itu, semua gedung teater/seni ditutup! Namun mereka tetap berjuang dan bangkit kembali.<br /><br />Setelah serangan virus SARS mereda, Tao Li mendapat izin resmi untuk menjadi agen Ma Li. Sambil berusaha mengembangkan diri dan usaha, kedua insan ini kerja sambilan sebagai pemeran figuran di berbagai lokasi syuting drama. Nah, pada suatu malam bersalju, keduanya pulang larut malam dan harus menghabiskan banyak waktu, untuk menunggu bus yang datang pada pagi hari. Agar tidak terlalu kedinginan, keduanya menari. Pada saat inilah, Tao Li mendapatkan ide untuk menciptakan tarian yang indah dan unik, tarian yang khas Ma Li. Ma Li setuju, dan mulai saat itu mereka mencari seorang penari pria (untuk menjadi pasangan menari Ma li) dan koreografer...<br />-------------------------------------------------------------------------------------<br />-Zhai Xiao Wei-<br /><br />Pada umur 4 tahun, Zhai Xiao Wei sedang asyik bermain. Ia lalu mencoba memanjat sebuah traktor, lalu... terjatuh. Karena cedera berat, kaki kirinya harus diamputasi.<br /><br />Beberapa saat sebelum diamputasi , ayah Xiao Wei kecil bertanya pada putranya: "Apakah kamu takut?"<br /><br />"Tidak," jawab Xiao Wei. Ia kurang memahami arti amputasi.<br />"Kamu akan banyak mengalami tantangan dan kesulitan," kata sang ayah.<br />"Apakah itu tantangan dan kesulitan? Apakah rasanya enak?" tanya Xiao Wei.<br /><br />Ayahnya mulai menangis. "Ya, rasanya seperti permen kesukaanmu," katanya. "Kamu hanya perlu memakannya satu persatu." Setelah itu, sang ayah berlari keluar ruangan.<br /><br />Berkat dukungan orangtua dan lingkungannya, Xiao Wei tumbuh menjadi anak yang sangat optimis, periang, dan bersemangat. Kemudian, ia menjadi seorang atlet. Xiao Wei aktif di cabang olahraga lompat tinggi, lompat jauh, renang, menyelam, dan balap sepeda.<br /><br />-Pertemuan Ma Li dan Zhai Xiao Wei-<br />Pertemuan itu terjadi pada bulan September 2005. Saat itu, Xiao Wei (21 tahun) sedang berlatih agar bisa tampil di kejuaraan balap sepeda nasional. Ma Li melihatnya dan merasa dialah partner menari yang cocok untuknya.<br /><br />Ma Li berlari ke arah Xia Wei dan mengajukan berbagai pertanyaan.<br /><br />"Apakah kamu suka menari?" Itulah pertanyaan pertama Ma Li.<br /><br />Xiao Wei terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia, yang hanya punya satu kaki, melakukan kegiatan seperti menari? Selain itu, Xiao Wei mengira bahwa Ma Li adalah perempuan bertubuh normal. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat saat itu Ma Li mengenakan lengan palsu dan pakaian khusus untuk menutupi cacat tubuhnya.<br /><br />"Siapa namu kamu? Berapa nomor telepon kamu? Tinggal di mana?" begitulah selanjutnya pertanyaan-pertanyaan Ma Li. Xiao Wei diam saja - tidak menjawab sepatah kata pun. Maka, Ma Li memberikan selembar tiket pertunjukan tari kepada pria itu. Tawaran itu diterima.<br /><br />Dua hari kemudian, Xiao Wei berdiri terpesona di gedung pertunjukan tari. Ia terkesan sekali dengan tarian yang dipersembahkan Ma Li. Akhirnya, ia setuju untuk menari balet bersama. Untuk itu, ia rela pindah ke Beijing untuk berlatih bersama Ma Li.<br /><br />Selanjutnya, mereka latihan tiap hari, dari jam 8 pagi hingga 11 malam. Mulai dari melatih mimik wajah di depan cermin hingga gerakan-gerakan tari. Keduanya harus melalui masa-masa sulit, karena sebelumnya Xiao Wei tidak pernah menari. Sementara Ma Li sendiri, adalah seorang penari yang perfeksionis. Tahukah Anda, untuk mendapatkan gerakan "jatuh" yang tepat, Ma Li sampai rela dijatuhkan lebih dari 1.000 kali! Pada hari pertama berlatih "jatuh", gerakan benar yang pertama baru bisa dilakukan pada pukul 8 malam...<br /><br />Apa yang terjadi berikutnya, Anda tentu sudah mengetahuinya! Pada April 2007, mereka menyabet medali perak pada lomba tari "4th CCTV National Dance Competition" (saksikan videonya di AW Inspirational Video). Pasangan Ma Li/ Zhai Xiao Wei menjadi terkenal. Tarian "Hand in Hand" menjadi inspirasi bagi banyak orang.<br /><br />=======================================<br />Nb : Apabila mau belajar dan berusaha mengatasi kekurangan yang ada pada diri kita, dan dengan tekun mengembangkan potensi diri, kita semua pasti mampu menjadi pemenang yang sesungguhnya!novita tjuhttp://www.blogger.com/profile/13503829248691336594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-26982155031451349982011-04-26T08:48:00.001-07:002011-04-26T08:48:31.117-07:00Kebaikan Sejati dan Kebaikan Semu<div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Apa yang di maksud dengan ” Kebaikan sejati dan Kebaikan Semu ” ?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Di masa Dinasti Yuan, sekelompok pelajar pergi memberi hormat kepada Guru Jung Feng di pegunungan Tianmu.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mereka bertanya …..</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pelajar pertama : Ajaran agama Buddha sering membicarakan ganjaran karma untuk yang baik dan buruk, mengatakan ” karma itu seperti bayangan, mengikuti tubuh kita ke mana kita pergi.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Narator : Ini menyatakan bahwa kebaikan akan selalu membawa imbalan dan kejahatan akan selalu mendapatkan hukuman.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pelajar pertama : Lalu mengapa ada orang yang berbuat baik, tetapi keluarga dan keturunannya tidak makmur dan tidak sukses ?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Di lain pihak, ada orang jahat dan keji yang melakukan hal-hal yang tidak terpuji, tetapi keluarga dan keturunannya hidup dengan layak.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kemanakah perginya hukum sebab akibat ? Apakah tidak ada standar dalam ajaran agama Buddha ?</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Liao Fan : Guru Jung – Feng menjawab pertanyaan itu dengan berkata …..</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Guru Jung-Feng : Orang awam dibutakan oleh pandangan-pandangan duniawi, sehingga mereka belum membersihkan pikiran pikiran mereka dari hal-hal yang kotor dan tidak mampu melihat dengan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">persepsi yang benar. Karena itu, mereka menganggap kebaikan sejati sebagai perbuatan yang salah, dan keliru menganggap perbuatan yang salah sebagai kebaikan.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Hal ini sangat lazim terjadi dewasa ini! Lebih-lebih lagi, mereka-mereka ini tidak mengoreksi diri atau pandangan mereka sendiri yang salah, tetapi malah menyalahkan langit atas nasib</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">jelek mereka!</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pelajar kedua : Baik adalah baik dan jahat adalah jahat. Bagaimana mungkin orang keliru membedakannya ?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Liao Fan : Mendengar hal ini, GUru Jung Feng meminta mereka masing-masing mengutarakan pendapat tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pelajar ketiga : Memaki dan memukul orang lain adalah hal yang tidak baik, menghormati dan memperlakukan orang lain dengan sopan adalah hal yang baik.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Guru Jung Feng : ….. tidak selalu.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pelajar keempat : Menjadi tamak harta dan mengambil uang orang lain adalah hal yang salah, tidak tamak dan patuh dengan cara yang benar adalah hal yang baik.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Guru Jung Feng : ….. tidak selalu.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Liao Fan : Pelajar-pelajar lain semuanya mengutarakan pandangan mereka masing-masing mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, tetapi Guru Jung Feng tetap menjawab …</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Guru Jung Feng : ….. tidak selalu.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Liao Fan : Berhubung Guru Jung Feng tidak setuju dengan semua pandangan mereka tentang apa yang baik dan apa yang buruk, mereka memutuskan meminta pandangan GUru Jung Feng sendiri.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Para pelajar : Jadi sebenarnya apa yang baik dan apa yang sebenarnya yang tidak baik ?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Guru Jung Feng : Melakukan sesuatu dengan tujuan memberikan manfaat kepada orang lain adalah baik, melakukan sesuatu untuk keuntungan diri sendiri adalah tidak baik. Jika apa yang kita lakukan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">adalah demi manfaat pada oranglain, maka tidak menjadi masalah apakah kita memaki atau memukulnya. Perbuatan itu masih dianggap baik. Jika tujuan kita adalah untuk keuntungan diri sendiri,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">maka meskipun bersikap hormat dan sopan, perbuatan itu tetap dianggap tidak baik.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Karena itu, jika melakukan perbuatan baik dengan satu tujuan memberikan manfaat bagi orang lain, ini dianggap bermanfaat bagi masyarakat umum, dan jika manfaat itu adalah untuk masyarakat umum,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">maka itu adalah kebaikan sejati. Jika hanya memikirkan diri sendiri sewaktu melakukan perbuatan baik maka itu dianggap hanya bermanfaat bagi diri sendiri dan itulah yang disebut kebaikan semu.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ketika kebaikan mekar dalam hati kita, itu adalah kebaikan sejati. Ketika kita melakukan perbuatan baik semata-mata untuk perbuatan baik itu sendiri, maka itu adalah kebaikan semu. Di samping itu,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Jika kita melakukan perbuatan baik dengan tujuan selain memberi manfaat bagi orang lain. maka itu adalah kebaikan semu. Mereka yang ingin melakukan kebaikan sejati, perlu merenungkan semua perbedaan ini.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">sumber artikel: Kasih Dharma Peduli</span></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-6935948260037790522011-04-26T08:46:00.001-07:002011-04-26T08:46:14.577-07:00Refleksi Sabda-Sabda Sang Buddha (3)<div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kebudayaan Batin</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Manusia merupakan proses rohani dan jasmani yang selalu berubah dan unsur terpenting dalam proses ini adalah pikiran. Menguasai pikiran merupakan jiwa dari ajaran Buddha. Kebahagiaan harus ditemukan dan kesempurnaan dicapai melalui unsur batin dalam diri kita, kesadaran kita. Akan tetapi, selama kesadaran itu kotor, tidak ada yang berharga yang dapat dicapai di sana . Oleh karenanya Buddha menekankan kesucian batin sebagai sumber, kondisi terpenting dari kebahagiaan sejati dan pembebasan dari penderitaan. Sering kali Buddha menasehati murid – murid – Nya demikian : “ Carilah dirimu sendiri, “ dan “ Kuasailah pikiranmu. “ ( D. 16 ).</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Terpengaruh oleh satu sabda Buddha, banyak orang mengubah hidupnya secara menyeluruh. Kitab – kitab Buddhis penuh dengan contoh tentang perubahan mendadak yang terjadi setelah mendapat petunjuk singkat seperti berikut ini :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Pembuat saluran air mengalirkan air,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pembuat panah meluruskan anak panah,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tukang kayu melengkungkan kayu,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Orang bijaksana menaklukkan dirinya sendiri. “ Dhp. 80</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Menjaga diri sendiri dari ketamakan, dan melatih diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang bebas dari ketamakan, adalah perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri, yang merupakan jalan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan sejati dalam ajaran Buddha.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dua khotbah Buddha yang penting ( D. 25 ; M. 22 ) dengan jelas mengungkapkan kepada kita mengapa Buddha mengajarkan Dharma, ajaran itu. Marilah kita menyimaknya :</span></div><ol style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"><li style="margin-bottom: 0.25em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-indent: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Buddha telah mencapai Penerangan Sempurna. Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mencapai penerangan.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.25em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-indent: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Beliau mengendalikan diri sendiri. Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mengendalikan diri.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.25em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-indent: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Beliau tenang. Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mencapai ketenangan.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.25em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-indent: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Setelah menyeberang ( <em>ogha</em>, gelombang noda ), Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain menyeberang.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.25em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-indent: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Setelah mencapai Nirwana ( dengan memadamkan api kotoran batin, <em>parinibbuto</em> ), Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mencapai Nirwana.</span></li>
</ol><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dharma, ajaran Buddha, bukanlah semata – mata pengetahuan atau pun semata – mata dimiliki seperti layaknya harta benda. Buddha dengan jelas telah menunjukkan bahwa Dharma merupakan sarana untuk menyeberangi lautan penderitaan, lautan samsara atau kelahiran yang berulang – ulang, dan untuk mencapai pantai tanpa kematian, Nirwana, dengan aman dan selamat. Dharma bagaikan sebuah rakit untuk menyeberangi lautan.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Hanya ketika pikiran tidak dibiarkan untuk menyepakkan jejak dan dijaga pada jalur yang benar untuk mencapai kemajuan bertahap, ia akan berguna bagi pemiliknya dan bagi masyarakat. Pikiran yang kacau merupakan beban bagi pemiliknya maupun bagi orang lain. Semua malapetaka di dunia ditimbulkan oleh orang – orang yang belum mempelajari cara – cara menguasai pikiran serta keseimbangan dan ketenangan jasmani. Oleh karena itulah, Buddha berkata :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Luka apa pun dapat diperbuat oleh orang</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">yang saling bermusuhan dan membenci,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pikiran yang diarahkan secara salah akan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Jauh lebih berat melukai diri sendiri. “ Dhp. 42</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kedudukan, kasta, warna kulit, kekayaan dan kekuasaan tidak dapat membuat seorang manusia menjadi orang yang berharga bagi dunia. Hanya karakter manusia yang membuat manusia menjadi besar dan patut dihormati. “ Karakter adalah apa yang keluar ketika kehidupan dijalani di bawah tekanan kegiatan, dengan maksud dan keahlian tertentu. Bagaikan intan yang merupakan karbon yang telah menjadi sasaran tekanan yang berat, demikian pula kehidupan yang dijalani di bawah semangat dan usaha spiritual yang terus menerus menghasilkan batu permata, karakter. “ karakterlah yang menerangi kebijaksanaan ( apadana sobhini panna ).</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Manusia hari ini merupakan hasil dari jutaan pengulangan pikiran dan perbuatan. Ia tidak langsung jadi ; ia terbentuk dan masih membentuk. Karakternya ditetapkan terlebih dahulu oleh pilihannya sendiri. Pikiran, perbuatan yang dipilihnya, menjadi kebiasaan yang membentuknya.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Pada saat kelahiran pikiran bersinar – sinar, dan dicemari oleh kotoran – kotoran secara tidak disengaja ( <em>pabhassaramidam bhikkhave citam, tam ca kho agantukehi upakkilesehi upakkilittham</em> ), “ kata Buddha. Begitu pula orang – orang, mendasari pemikiran mereka pada sabda Buddha, mengatakan hal yang sama dengan kalimat lain : “ Pada dasarnya makhluk hidup itu baik, tetapi secara tidak disengaja kotoran menodainya. “</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dengan perhatian dan pikiran yang sistematis menyangkut hal – hal yang ditemui seseorang dalam kehidupannya setiap hari, dengan menguasai keinginan jahatnya dan dengan mengekang dorongan hati, ia dapat menjaga pikiran dari kotoran. Adalah sulit untuk melepaskan apa yang memikat kita dan menahan kita dalam perbudakan ; sulit pula mengusir roh jahat yang menghantui hati manusia dalam bentuk pikiran – pikiran yang tidak baik. Kejahatan – kejahatan tersebut merupakan penjelmaan dari ketamakan, kebencian dan kebodohan batin : lobha, dosa dan moha, tiga jenis pasukan kematian (<em> mara</em> ). Sampai seseorang mencapai puncak kesucian dengan latihan pikiran tanpa henti, ia tidak dapat mengalahkan pasukan itu secara menyeluruh. Hanya dengan melepaskan hal – hal eksternal, berpuasa dan lain – lain, tidak dimaksudkan untuk menyucikan manusia, hal – hal ini tidak membuat manusia menjadi suci dan aman. Menyiksa diri sendiri merupakan suatu perbuatan ekstrem yang keliru yang dalam pembabaran Dharma yang pertama kali oleh Buddha ditolak. Juga Beliau menolak kenikmatan hawa nafsu, dengan menyebutnya sebagai perbuatan tercela. Dengan menghindari dua jalan ekstrem, Buddha mengungkapkan pada dunia Jalan Tengah – <em>Majjhima Patipada</em> – yang membawa seseorang pada kedamaian, penerangan dan Nirwana ( <em>upasamaya, sambodhaya nibbanaya</em> ).</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Spinoza menulis : “ hal – hal yang biasa terjadi dalam kehidupan, dan dihargai di antara manusia sebagai kebaikan tertinggi, dapat dikurangi oleh ketiga hal ini, kekayaan, ketenaran dan hawa nafsu, karena ketiga hal ini pikiran menjadi kacau sehingga pikiran hampir tidak dapat memikirkan kebaikan lain. “</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Nafsu manusia adalah godaan. Nafsu makhluk hidup yang buta telah menimbulkan kebencian dan segala bentuk penderitaan. Musuh seluruh dunia adalah hawa nafsu yang melaluinyalah seluruh kejahatan datang pada makhluk hidup. Hawa nafsu ini ketika dihalangi oleh beberapa sebab, berubah menjadi kemarahan. Dan manusia jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri dengan nafsu akan kenikmatan, bagaikan seekor laba – laba yang jatuh ke dalam jaringnya sendiri. Namun dengan melatih perbuatan baik, mengembangkan ketenangan, dan mendapatkan cahaya kebenaran, orang – orang bijaksana berjalan terus melepaskan ikatan. Mereka yang bijaksana dianggap sebagai orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri dengan mencabut akar dari nafsu lebih hebat daripada orang yang telah memenangkan ribuan pertempuran.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Orang – orang bijaksana melatih pikiran mereka dengan menghindari minuman keras dan memelihara kesadaran, membuat dirinya sabar dan suci. Sikap yang tenang sepanjang waktu menunjukkan seorang manusia beradab. Bukanlah tugas yang berat bagi seseorang untuk menjadi tenang jika semua hal yang menyertainya mendukung. Akan tetapi sulit untuk memusatkan pikiran ditengah – tengah keadaan yang tidak menguntungkan, dan hal yang sulit inilah yang patut dilakukan. Dengan pengendalian seperti itu orang akan dapat memperkuat karakternya.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mengendalikan diri sendiri adalah kunci menuju kebahagiaan. Itulah yang terbaik di antara segala perbuatan yang baik. Itulah kekuatan di belakang semua pencapaian sejati. Gerakan seseorang tanpa adanya pengendalian tidak ada gunanya dan mengganggu ketenangan. Orang yang memperturutkan hawa nafsu itu bagaikan seekor burung pelatuk rakus yang terkena penyakit parah karena pisang – raja hutan yang mentah.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Seorang bijaksana pada zaman dahulu mengatakan :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Jika orang merenungkan objek indrawi,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">maka timbul daya tarik ; dari daya tarik timbul keinginan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Keinginan membakar hawa nafsu yang dahsyat ;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Nafsu menghasilkan kenekatan ; Lalu semua ingatan berkhianat ;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Membiarkan tujuan mulia lewat, melemahkan pikiran ;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sampai tujuan, pikiran dan manusia semuanya runtuh. “</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Karena kurangnya pengendalian maka dalam pikiran kita timbul berbagai macam pertentangan. Jika pertentangan ingin dimusnahkan, kita harus melakukan sedikit kendali pada keinginan dan dorongan hati serta berusaha keras untuk menjalani kehidupan yang dikendalikannya sendiri dan suci.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Sering kali kita semua sangat diperbudak oleh hawa nafsu, oleh hal – hal yang materialis, kita hidup semata – mata dalam dunia lahiriah, sehingga kita gagal berhubungan dengan kekuatan di dalamnya. Akan tetapi, kita harus belajar menangkap realitas di dalamnya. Dengan menyendiri dalam kesunyian, kita dapat belajar untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan dari pengalaman biasa. Tanpa melakukan hal ini, hidup tidak memiliki arti, tujuan, dorongan dan inspirasi.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tidak banyak pemikiran dan argumen tentang menyempurnakan kehidupan yang menuntun kita mencapai tujuan yang kita inginkan. Tak banyak pertimbangan yang membawa kita lebih dekat kepada tujuan kita. Akan tetapi setiap perbuatan karena penolakan murni dan melepaskan diri dari sasaran yang dipengaruhi oleh nafsu – yang membuat kita semakin menuju gelapnya kebodohan dan memperbudak kita dengan daya tariknya – membawa kita ke tujuan, kebahagiaan dan kedamaian.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tidak ada yang tak jelas dalam ajaran Buddha. Dengan mengetahui kejahatan sebagai kejahatan dan kebaikan sebagai kebaikan, mengapa orang masih saja ragu – ragu untuk menghindari jalan yang buruk dan menempuh jalan kebenaran ? Dalam pandangan Buddhis orang tidak dapat melakukan hal yang lain selain melatih perbuatan baik dan menghindari perbuatan jahat. Bagi umat Buddha melakukan perbuatan baik adalah keharusan, jika ia telah memahami ajaran Guru mereka :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><em><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sabba papassa akaranam</span></em></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><em><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><em>Kusalassa umpasampada</em></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><em>Sacitta pariyodapanam</em></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><em>Etam Buddhanasasanam</em></span></div></span></em></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Tidak melakukan segala bentuk kejahatan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Senantiasa mengembangkan kebaikan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dan membersihkan batin</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Inilah ajaran para Buddha. “ ( Dhp. 183 )</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Setiap orang, walau bagaimanapun, dapat meraih kemenangan, jika ia mau. Kita semua tidak dapat menjadi negarawan besar, seniman atau ahli filsafat, tetapi apa yang lebih penting, bagaimanapun juga bagi kita, kita semua dapat, jika kita mau, menjadi manusia yang baik.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sering kali usaha – usaha kita untuk meraih kesempurnaan tidak berhasil. Namun kegagalan tidaklah penting selama kita jujur dalam usaha – usaha kita, dengan motif yang suci, dan selalu berusaha berulang – ulang tanpa henti. Tidak ada yang mencapai puncak bukit secara seketika. Seseorang naik sedikit demi sedikit. Bagaikan seorang tukang yang ahli membersihkan kotoran dari emas sedikit demi sedikit, manusia harus mencoba untuk membersihkan hidupnya dari kotoran – kotoran ( Dhp. 239 ). Seorang anak belajar berdiri dan berjalan secara bertahap dan dengan susah payah. Demikian pula semua orang besar, dalam mencapai kesempurnaan, bergerak setahap demi setahap, melalui kegagalan yang berulang – ulang menuju keberhasilan akhir.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Jalan yang ditunjukkan oleh Buddha untuk tumbuh dan berkembang dari dalam adalah jalan meditasi. Jalan yang dengan hati – hati mengembangkan pikiran sehingga dari kehancuran hidup, menghasilkan buah pilihan berupa kebahagiaan murni dan ketenangan tertinggi. Itulah jalan yang memiliki kesadaran tanpa henti dalam semua perbuatan kita. Kewaspadaan dan kesadaran penuh ini membawa meditasi mencapai keberhasilan. Barang siapa sadar dan tahu akan dirinya sendiri, di setiap waktu sudah berada di gerbang Tanpa Kematian – Nirwana.</span></div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;"><br />
</div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;"><strong>Sumber :</strong></div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;">SPEKTRUM AJARAN BUDDHA<br />
Kumpulan Tulisan Mahathera Piyadassi<br />
Penerbit : YAYASAN PENDIDIKAN BUDDHIS TRI RATNA</div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;"><br />
</div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;">Sumber: <span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: normal;"><a href="http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/" style="text-decoration: none;">http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/</a></span></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-15651739057787202072011-04-26T08:44:00.001-07:002011-04-26T08:44:20.509-07:00Refleksi Sabda-Sabda Sang Buddha (2)<div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Moral yang Menimbulkan Akibat</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Agama merupakan sesuatu yang harus didekati dengan pertimbangan dan perenungan- Jika telah dipelajari secara menyeluruh, suatu ajaran menarik hati dan pikiran seseorang, hendaknya ia menerapkan prinsip-prinsipnya dalam tingkah laku hidup sehari-hari. Adalah bodoh untuk mencoba mengikuti suatu kepercayaan bila seseorang tidak puas dengan kepercayaan itu karena alasan-alasan yang masuk akal. Seseorang harus jujur. Ia harus jujur kepada dirinya sendiri dan orang lain. Penipuan diri sendiri mengarah pada pertentangan batin dan kekecewaan. Tidak ada yang berhak mengganggu kebebasan orang lain dalam memilih suatu agama. Kebebasan berpikir merupakan hak asasi setiap manusia. Adalah salah bila memaksa seorang keluar dari cara hidupnya yang selaras dengan pandangan dan sifat kecenderungan dan dorongan batin orang itu. Paksaan dalam bentuk apa pun adalah tidak baik. Kekerasan yang terburuk adalah membuat seseorang menelan bulat-bulat kepercayaan yang tidak disukainya. Pemaksaan seperti itu tidaklah baik bagi siapa pun, di mana pun juga.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Seorang manusia harus diizinkan untuk tumbuh dengan cara yang akan membuatnya menghasilkan suatu yang terbaik. Pengawasan apa pun terhadap kebebasan berpikir merupakan gangguan langsung terhadap perkembangan jiwa. Seorang umat Buddha menganggap gangguan seperti itu sebagai jenis ketidaktoleransian yang terburuk.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Penyucian tidak datang dari kekuatan eksternal, dan penyucian diri sendiri hanya dapat datang pada seseorang yang bebas mempertimbangkan masalahnya sendiri tanpa halangan apa pun. Orang lain dapat menolong jika ia siap untuk menerima pertolongan seperti itu atau pun mencari pertolongan itu. Kebahagiaan tertinggi hanya dapat dicapai melalui pengetahuan sendiri, pencapaian sendiri, kesadaran sendiri akan kebenaran. Seseorang harus mengusahakan upaya yang tepat dan memutuskan belenggu yang menahannya dalam perbudakan untuk waktu yang lama dan memperoleh kebebasan dari penderitaan dengan usaha sendiri yang tanpa henti, dan bukan melalui meditasi yang dilakukan oleh orang lain. Para biku bukanlah imam yang melakukan upacara pengorbanan. Mereka tidak melakukan upacara penyucian dan menyatakan pengampunan dosa. Seorang biku yang baik tidak dapat dan tidak berdiri sebagai perantara antara umat manusia dan kekuatan supernatural. Umat Buddha diajarkan bahwa setiap orang, apakah ia umat awam ataupun biku, semata-mata bertanggung jawab bagi pembebasannya sendiri. Oleh sebab itu tidaklah perlu mengambil hati seorang imam sebagai perantara.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Oleh diri sendiri pula kita menderita.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Oleh diri sendiri pula kita menjadi suci.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tak ada yang menyelamatkan kita kecuali diri kita sendiri,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tak ada yang dapat dan tak ada yang mungkin;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kita sendirilah yang harus menempuh jalan itu,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Para Buddha hanyalah menunjukkan jalan.”</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Buddha-lah yang pertama kali dalam sejarah dunia, mengajarkan bahwa pembebasan dapat dicapai tanpa adanya Juru Selamat. Dengan ajaran dan contoh, Beliau merupakan teladan dari kehidupan yang ulet. “Usahakanlah pembebasanmu dengan sadar waspada” <em>(appamadena sampadetha)</em> adalah amanat Buddha yang terakhir.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Setiap mahluk hidup adalah pencipta bagi dirinya sendiri. Tak ada pencipta lain yang kita lihat dalam dunia melebihi perbuatan kita sendiri. Dengan perbuatan kita, kita membentuk karakter, kepribadian dan individualitas. Kita semua maju berkat usaha sendiri. Oleh karena itu Buddha berkata bahwa “Kita adalah ahli waris dari perbuatan kita sendiri, pemilik yang bertanggung jawab atas perbuatan kita sendiri; perbuatan kita merupakan rahim dari mana kita dilahirkan,” (M. 135) dan melalui perbuatan kita sendiri, kita harus berubah ke arah yang lebih baik, membentuk kembali diri kita dan memenangkan pembebasan dari penderitaan. Bagaimana dapat terjadi sebaliknya? Jika kita, melalui kebodohan dan nafsu kita, dalam malam yang panjang mengembara dalam samsara tidak memperbaiki diri kita sendiri, bagaimana dapat berbeda dan tidak sama dengan makhluk-makhluk hidup sebagaimana yang kita lihat dalam dunia saat ini?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ajaran tentang moral yang menimbulkan akibat <em>(kamma)</em>, yang merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal menyangkut banyaknya penderitaan yang terjadi di dunia, tidak dapat disangkal. Semua penjelasan mengenai kehidupan yang menderita kecuali moral yang menimbulkan akibat, sepenuhnya tidak memuaskan, karena mereka tidak memperhitungkan fungsi yang sebenamya dari unsur batiniah <em>(nama)</em> yang tidak dapat dinyatakan secara jelas, namun menentukan dalam proses penjelmaan <em>(bhava)</em>. Akan tetapi ketika seseorang memahami kehidupan yang menderita terutama sebagai bekerjanya hubungan sebab akibat dalam aspek yang tersembunyi dari proses kesadaran, maka ia akan mengetahui dan memahami asal kehidupan itu kebodohan; dan bentuk-bentuk yang tak terhitung dari penderitaan sebagai ungkapan dari dorongan berbagai jenis nafsu yang menyebabkan semuanya timbul dan lenyap dari satu kehidupan ke kehidupan lain bagaikan gelembung dalam lautan samsara yang luas. Kemudian ia menyadari arti dari moral yang menimbulkan akibat melalui kejadian tumimbal lahir, kelahiran kembali; kita mendapatkan hasil dari apa yang telah tanam di masa lampau. Sebagian hasil yang kita dapatkan, kita ketahui, bahkan kita tanam dalam kehidupan ini. Dengan sendirinya dalam cara yang sama, perbuatan kita di sini membentuk masa depan kita dan dengan demikian kita mulai memahami kedudukan kita di alam semesta yang penuh misteri ini. Namun, haruslah diingat bahwa menurut agama Buddha, tidak semuanya yang terjadi disebabkan karena perbuatan atau karma masa lampau.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Oleh karena itu janganlah kita tergesa-gesa menyalahkan ataupun memuji dewa atau mahkluk khusus yang dipuja karena penderitaan yang kita alami dan kebahagiaan yang kita rasakan. Tidak, bahkan Buddha-pun tidak dapat menyelamatkan kita dari belenggu samsara. Setiap orang harus melakukan usaha yang diperlukan untuk mencapai pembebasan. Dalam tangan kita terletak kekuatan untuk membentuk kehidupan kita. Orang lain dapat memberi bantuan secara tidak langsung, namun pembebasan dari penderitaan harus dilakukan dan dibiasakan oleh setiap orang bagi dirinya berlandaskan perbuatannya sendiri.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kita percaya bahwa :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“ Apa pun yang dilakukan seseorang, demikian pula yang akan dihadapi oleh dirinya ;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Baik bagi orang yang baik, dan buruk bagi pelaku kejahatan ;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Demikianlah perbuatan kita semua seperti benih, menghasilkan buah yang sesuai. “</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kita melihat kekuasaan hukum alam, sebab dan akibat yang tanpa akhir dan tidak ada yang lain yang menguasai alam semesta. Seluruh dunia merupakan sasaran dari hukum sebab dan akibat. Seluruh dunia diperintah dan dikuasai oleh hukum sebab dan akibat yang tanpa akhir ini, dengan kata lain, aksi dan reaksi.</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif;"></span></span><br />
<div style="line-height: 18px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><strong>Sumber :</strong></span></div><div style="line-height: 18px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">SPEKTRUM AJARAN BUDDHA<br />
Kumpulan Tulisan Mahathera Piyadassi<br />
Penerbit : YAYASAN PENDIDIKAN BUDDHIS TRI RATNA</span></div></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sumber: </span><span class="Apple-style-span" style="line-height: normal;"><a href="http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/" style="text-decoration: none;">http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/</a></span></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-33921499084259697652011-04-26T08:43:00.001-07:002011-04-26T08:43:07.908-07:00Refleksi Sabda-Sabda Sang Buddha (1)<div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Penyelidikan Bebas</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><strong><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></strong></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Buddha mengarahkan murid-murid-Nya agar biasa untuk memilih dan menyelidiki. Untuk langsung mempercayai apa saja, bukanlah jiwa dari agama Buddha. Kita temukan percakapan ini antara Buddha dan siswa. siswa-Nya:</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Jika sekarang, dengan mengetahui ini dan mempertahankan ini, akankah kau berkata: “Kami menghormati guru kami dan karena rasa hormat kami kepada beliau kami menghormati apa yang beliau ajarkan?’”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Tidak, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Para Siswa, apa yang kalian pegang teguh, bukankah hanya yang kaukenali, kaulihat, dan kaupahami sendiri?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Ya, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sesuai dengan sikap yang sepenuhnya benar dari penyelidikan benar ini, dikatakan dalam risalah Buddhis berbahasa Sanskerta mengenai logika, Jnanasarasamuccaya, 31:</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Sebagaimana orang bijaksana menguji emas dengan membakar, memotong dan menggosoknya (pada sepotong batu penguji), demikian pula kalian menerima kata-kata-Ku setelah memeriksanya dan bukan hanya karena rasa hormat terhadap-Ku.”<span id="more-3994"></span></span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Suatu ketika suku Kalama dari Kesaputta menemui Buddha dan berkata: ‘Yang Mulia, beberapa orang petapa dan brahmana tertentu datang ke Kesaputta. Mereka mepgumumkan dan menjelaskan secara rinci pandangan mereka sendiri; tetapi mencerca, menghina, mencela dan menjatuhkan pendapat orang lain. Selain itu, Yang Mulia, datang pula petapa dan brahnma lain ke Kesaputta, melakukan hal yang sama. Ketika kami mendengar mereka, Yang Mulia, kami merasa ragu-ragu dan bingung, siapa di antara orang-orang terhormat ini yang berbicara benar dan siapa yang berbicara salah.” Kemudian Buddha berkata demikian:</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Ya, Kalama, tidaklah salah bila ragu-ragu, mempertanyakan apa yang diragukan dan apa yang tak jelas. Dalam persoalan yang meragukan, kebingungan timbul.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Janganlah percaya begitu saja pada, suatu tadisi, desas desus atau logika ataupun kesimpulan semata-mata, atau sesudah merenungkan dan cocok dengan beberapa teori, atau karena rasa hormat kepada seorang petapa. Akan tetapi Kalama, kalau setelah kalian selidiki sendiri, kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan, patut dicela, dikecam oleh orang-orang bijaksana; hal-hal tersebut, bila, dilakukan dan dikerjakan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka Kalama tentu saja kalian harus menolaknya.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah hal-hal ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Kerugian, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Lalu, Kalama, bukankah orang ini karena telah dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, melakukan kejahatan, menyesatkan orang lain sehingga mengalami kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">‘Ya, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal itu menguntungkan atau tidak menguntungkan?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Tidak menguntungkan, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Tercela, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Apakah hal-hal ini dikecam oleh orang bijaksana atau tidak ?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">‘Dikecam, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Jika dilakukan atau dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kerugian dan penderitaan atau tidak?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Menimbulkan kerugian dan penderitam, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang Kukatakan kepada kalian tadi: Janganlah percaya begitu saja melainkan setelah kalian selidiki sendiri kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan dan menimbulkan kerugian dan penderitam … kalian harus menolaknya, inilah alasan-Ku membicarakannya.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Kalama, janganlah … percaya begitu saja. Tetapi bila kau ketahui bagi dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan, tidak tercela, dipuji oleh orang bijaksana; hal-hal ini bila dilakukan dan dikerjakan menimbulkan keuntungan dan kebahagiaan – maka, Kalama, setelah mengerjakan hal-hal ini, tinggallah di dalamnya.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika kebebasan dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Keuntungan, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Apakah orang ini, yang tidak dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan dan membawa orang lain ke dalam kebahagiaan?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">‘Ya, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Oleh karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal ini menguntungkan atau tidak menguntungkan?’</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Menguntungkan, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Apakah hal-hal ini tercela atau tidak?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Tidak tercela, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Apakah hal-hal im dikecam atau dipuji oleh orang bijaksana?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Dipuji, Yang Mulia.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Jika dilakukan dan dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kebahagiaan atau tidak?”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Menimbulkan kebahagiaan, Yang Mulia!”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang telah Kukatakan kepada kalian tadi: ‘Janganlah percaya begitu saja …tetapi ketahuilah oleh dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan … dan menimbulkan kebahagiaan…lakukanlah hal-hal ini dan tinggallah di dalanmya,’ inilah alasan-Ku membicarakannya<em>(A. i, 188 Sutta 65, bandingkan A. i, 66 dan A, ii, Bhaddiya Sutta 193).</em></span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pembaca dapat mencatat bahwa khotbah ini, Kalama Sutta, mengecilkan dogmatisme dan kepercayaan buta dengan ajaran penuh semangat Untuk menyelidiki secara bebas. Meskipun demikian janganlah tergesa-gesa menyimpulkan bahwa Buddha adalah “seorang pragmatis empiris yang menolak semua aiaran dan kepercayaan, yang Dharma-Nya benar benar-benar merupakan alat dan orang yang tidak mengakui ajaran agama menuju kebenaran yang mengundang setiap orang untuk menerima dan menghormati apa yang ia suka.” Pembaca harus membaca dengan penuh perhatian bagian akhir dari Sutta, yang di dalamnya Buddha menekankan pentingnya tiga akar keiahatan: ketamakan, kebencian dan kegelapan batin serta lawannya, akar kebaikan: tidak tamak, tidak membenci dan bijaksana. “Demikianlah khotbah bagi suku Kalama ini menawarkan batu ujian untuk memperoleh keyakinan dalam Dharma sebagai ajaran yang bersemangat pembebasan.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Untuk diskusi yang lebih lengkap mengenai Sutta ini bacalah karangan yang memberi gambaran jelas: “A look at the Kalama Sutta ” oleh Biku Bodhi yang diterbitkan oleh Buddhist Publication Society Newsletter, Spring 1988, No. 9.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Agama Buddha bebas dari paksaan dan kekerasan dan tidak meminta kepercayaan buta dari pengikutnya. Pada awalnya orang yang ragu-ragu akan senang mendengar ajakan untuk menyelidiki. Agama Buddha dari awal sampai akhir terbuka bagi semua orang yang memiliki mata untuk melihat dan pikiran untuk memahami.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ketika Buddha tinggal di hutan mangga di Nalanda, Upali, seorang pengikut setia dari Nigantha Nataputta (Jaina Mahavira), sebagaimana yang diminta oleh Mahavira menemui Buddha dengan keinginan semata-mata berdebat dengan Beliau dan mengalahkan-Nya melalui perdebatan. Pokok persoalannya adalah teori karma yang diakui oleh Buddha maupun Mahavira, namun pandangan mereka mengenai karma berbeda. Pada akhir pembicaraan yang sangat bersahabat, Upali setelah merasa yakin terhadap argumentasi Buddha, setuju dengan pendapat Beliau, dan siap untuk menjadi pengikut-Nya, sebagai seorang umat awam, <em>(upasaka)</em>. Meskipun demikian, Buddha mengingatkannya dengan berkata: “Mengenai suatu kebenaran, Upali, lakukanlah penyelidikan yang menyeluruh. Adalah baik bila orang terkenal seperti engkau melakukan penyelidikan yang menyeluruh.” Bagaimanapun, Upali menjadi semakin puas dan senang terhadap Buddha karena mendapat petunjuk seperti itu, dan menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha. Walaupun Upali menjadi seorang umat berdasarkan keyakinan, Buddha menasihatinya agar tetap menghormati dan membantu guru-gurunya yang terdahulu sebagaimana yang biasa dilakakukannya <em>(Upali Sutta, M. 56)</em>.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Demikianlah Buddha menganjurkan pentingnya kebebasan berpikir dan berbicara dan toleransi.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mengikuti jejak Buddha, Raja Asoka yang beragama Buddha, yang memerintah India pada abad ke-3 SM, menyatakan dalam Prasasti Batu XII :</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan menjelek-jekekkan agama orang lain, tetapi ia harus menghormati agama orang lain untuk alasan ini atau itu. Dengan demikian ia menolong agamanya sendiri untuk berkembang juga memberikan bantuan kepada agama orang lain. Dengan melakukan hal yang sebaliknya ia menggali kuburan bagi agamanya sendiri dan juga merugikan agama-agama lain. Siapa saja yang menghormati agamanya sendiri dan menjelek-jelekkan agama lain, melakukannya karena kesetiaan kepada agamanya sendiri, berpikir: ‘Aku akan memuliakan agamaku.’ Akan tetapi dengan melakukan hal itu justru sebaliknya mclukai agamanya sendiri lebih parah. Jadi rukunlah, sungguh patut dipuji: Marilah semua mendengar, mau mendengar ajaran yang dinyatakan oleh orang lain.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dalam agama Buddha seseorang tidak diminta untuk percaya pada sesuatu tanpa pertama-tama mengetahui apa yang dipercayainya itu. Kepercayaan buta dipantangkan dalam ajaran analisis<em>(vibhajjavada)</em> dari Buddha. Dalam banyak cara, kemutlakan sifat filosofi analitis dari Buddha dikemukakan secara jelas.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kecuali Buddha, tidak ada guru di dunia ini yang memilild sifat tersebut secara lengkap. Beliau adalah ahli filsafat analitis yang tertinggi. Di sini, “ahli filsafat analitis” artinya orang yang menyatakan sesuatu setelah memecahkannya kedalam sifat-sifat yang bermacam-macani, menyusun sifat-sifatnya dalam urutan yang sesuai, membuat segalanya jelas. Vimati Vinodani, pembahasan mengenai Ulasan Winaya, menyatakan bahwa seorang ahli filsafat analitis memiliki sifat orang yang menyatakan sesuatu setelah menyelidiki sampai bagian terkecilnya; ia tidak menyatakan sesuatu secara kesatuan, tetapi memandang segala sesuatu dalam bagian-bagian, setelah membagi segala sesuatu sesuai dengan cirinya yang menonjol, setelah membuat semua bagian berbeda, maka pendapat sesat dan keraguan lenyap serta kebenaran biasa dan kebenaran tertinggi <em>(sammuti paramattha-sacca)</em> dapat dipahami. Dalam Sarattha-dipani, juga pembahasan mengenai Ulasan Winaya, kita menemukan catatan sebagai berikut: “Penegak metode analitis adalah Buddha, karena Beliau tidak melakukan pendekatan ekstrem dari ajaran kekekalan dan ajaran nihilis, melainkan mengaiarkan jalan tengah mengenai sebab-musabab yang saling bergantungan.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sebagaimana ahli anatomi yang pandai membagi anggota tubuh ke dalam jaringan dan jaringan ke dalam sel, Buddha menganalisis semua bagian apa pun ke dalam elemen-elemen dasarnya. Karena itulah Beliau disebut Vibbhajjavadi, Guru Ajaran Analisis.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kebenaran Dharma dapat dipahami hanya melalui pengertian, tidak pemah melalui kepercayaan buta. Seseorang yang mencari kebenaran tidak puas dengan pengetahuan di permukaan. Orang seperti itu ingin menyelidiki ke dalam dan melihat apa yang tersembunyi. Ini adalah jenis pencarian yang dianjurkan dalam agama Buddha. Tipe pencarian seperti itu menghasilkan pengertian benar.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sebagaimana kepercayaan buta yang bertentangan dengan semangat dari sabda-sabda Buddha, berdoa dan memohon kepada kekuatan ekstemal yang takhayul juga bertentangan dengan cara hidup umat Buddha. Buddha, makhluk yang paling bijaksana dan paling suci, dalam penyelidikannya Yang menyeluruh terhadap alam semesta menemukan bahwa konsep makhluk gaib atau kekuatan luar yang sewenang-wenang hanyalah khayalan belaka. Ketakutan dalam diri manusia yang tejerat oleh kebodohanlah yang menciptakan pemikiran mengenai kekuatan eksternal yang serba tahu, berkuasa, dan sekali pemikiran itu terbentuk, manusia memasuki pesona anak kecil yang ketakutan sendiri dan membuat mereka rugi bukan kepalang.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Pemujaan yang tertinggi diberikan kepada Dia yang terbaik di antara manusia, yang memiliki jiwa besar dan berani, dengan kewaspadaan dan Pemahaman yang menembus kenyataan, memusnahkan kebodohan, noda-noda terburuk, puncak keiahatan dari semua kegilaan kita, dan mencabut akar semua nafsu. Orang yang melihat kebenaran adalah penolong kita yang sesungguhnya, tetapi umat Buddha tidak memohon kepada mereka. Umat hanya menghormati para pembabar kebenaran karena telah menujukkan jalan menuju kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus dicapai oleh diri sendiri: tidak ada seorangpun yang dapat membuat orang lain lebih baik ataupun lebih buruk.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Manusia harus dibiarkan sendiri untuk menjaga diri dan kekuatannya sendiri yang tersembunyi. Biarkan dia belaiar untuk berdiri sendiri. Pemikiran bahwa yang lain mengangkat dia dari tingkat yang lebih tinggi dan menyelamatkannya, cenderung membuat manusia menjadi malas dan lemah . Pikiran seperti itu merendahkan manusia. “Ketergantungan pada kekuatan eksternal biasanya dimaksudkan untuk membuat manusia pasrah tanpa usaha.” Maka Buddha menasihati para pengikut-Nya agar memiliki kepercayaan pada diri sendiri. Tidak ada yang dapat memberikan kita kedamaian sejati, kecuali diri kita sendiri; yang lain hanya mungkin dapat membantu kita secara tidak langsung. Pembebasan dari penderitaan harus diusahakan oleh setiap, orang bagi dirinya sendiri.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ilmu psikologi mengungkapkan bahwa kemungkinan-kemungkinan tak terbatas tersembunyi dalam diri manusia dan diperlukan usaha keras dari manusia itu sendiri untuk membangkitkan dan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan tersebut. Setiap orang harus melakukan usaha yang diperlukan bagi pembebasannya. Tidak ada sesuatu di bumi atau pun di surga yang dapat menghadiahkan pembebasan kepada orang lain yang semata-mata hanya memohonnya untuk itu. Dalam tangannya sendiri terletak kekuatan untuk membentuk kehidupan seseorang.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Jangan memohon! Kegelapan tidak menjadi terang!</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sia-sia bertanya kepada kesunyian, karena ia tak dapat bicara!</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Janganlah menyakiti pikirannu yang sangat menyedihkan dengan penderitaan yang saleh!</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ah! Saudaraku, Saudariku!</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sia-sia mencari dengan persembahan dan nyanyian pujian kepada dewa-dewa yang tak dapat menolong!</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tidak pula dengan mengorbankan darah,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">atau dengan menyuap buah-buahan dan kue-kue.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dalam dirimu sendiri pembebasan harus dicari,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Setiap manusia membentuk penjara bagi dirinya.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Light of Asia , Sir Edwin Arnold</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Apa yang sesungguhnya yang menggerakkan orang-orang untuk percaya kepada dewa sama sekali bukan pertimbangan intelektual.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kebanyakan orang percaya kepada dewa karena mereka telah diajarkan untuk melakukannya sejak dini pada masa kecil, dan ini merupakan alasannya yang utama.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 18px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Kemudian aku berpkir bahwa alasan yang terkuat adalah kebutuhan akan keamanan, semacam perasaan bahwa ada seorang saudara tua yang akan menjagamu. Hal ini memainkan peranan yang amat besar dalam mempengaruhi kebutuhan orang-orang untuk percaya kepada seorang dewa.” Bertrand Rusell.</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"></span></span><br />
<div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><strong>Sumber :</strong></span></div><div style="font-family: Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 18px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">SPEKTRUM AJARAN BUDDHA<br />
Kumpulan Tulisan Mahathera Piyadassi<br />
Penerbit : YAYASAN PENDIDIKAN BUDDHIS TRI RATNA</span></div><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sumber: </span><a href="http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/" style="text-decoration: none;">http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/refleksi-sabda-sabda-sang-buddha/</a></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-76491421328993272312011-04-26T08:41:00.003-07:002011-04-26T08:41:29.124-07:00Hidup sukses dan bahagia by : Dr. K. Sri Dhammananda<div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;">“<span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mengendalikan Kemarahan”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Orang yang marah membuka mulutnya dan menutup matanya.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Seorang janda kaya aristokrat, yang terkenal murah hati di mata masyarakat, memiliki seorang pembantu rumah tangga yang rajin dan setia. Suatu hari, didorong oleh rasa ingin tahu, pembantu ini memberanikan diri menguji majikannya. Ia ingin tahu adakah majikannya sungguh-sungguh baik hati, atau hanya sekadar berpura-pura di muka kalangan elite belaka. Esok hari, ia sengaja bangun siang. Majikan menegurnya. Hari berikutnya, pembantu itu bangun terlambat lagi. Kali ini nyonya rumah memarahi dan memukulnya dengan tongkat. Kabar ini segera berhembus dari satu tetangga ke tetangga lain. Janda kaya kehilangan nama baiknya dan juga pembantunya yang setia.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Layaknya masyarakat masa sekarang, orang menjadi baik dan rendah hati jika keadaan di sekitar mereka baik dan memuaskan. Jika keadaan berubah menjadi tidak menyenangkan, mereka marah dan tersinggung. Ingat pepatah, “Tatkala yang lain baik, kita juga dapat menjadi baik. Tatkala yang lain tak bermoral, kita juga mudah menjadi tak bermoral.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kemarahan adalah emosi yang buruk dan merusak. Setiap orang dapat marah dalam satu atau lain bentuk di kehidupan sehari-hari. Kemarahan adalah emosi negatif yang bersembunyi di dalam diri kita, ia menunggu saat yang tepat untuk membakar dan menguasai kehidupan kita. Kemarahan bisa diumpamakan sebagai kilatan cahaya yang menyilaukan sesaat dan menyebabkan kita berperilaku tidak masuk akal. Kemarahan yang tidak terkendali dapat membawa kehancuran pada fisik maupun mental. Seperti emosi-emosi yang lain, kemarahan juga bisa dikendalikan.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Bahaya Yang Disebabkan oleh Kemarahan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Makhluk-makhluk tertentu tak bisa melihat pada siang hari, sementara yang lain buta pada malam hari. Orang yang memiliki kadar kebencian dan kegetiran hingga tingkat tertentu, tidak bisa melihat apa pun dengan jelas, baik pada pagi maupun malam hari. Ada ungkapan bahwa orang yang marah membuka mulut dan menutup matanya.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dikatakan bahwa akibat kemarahan, orang yang marah mengalihkan dirinya sendiri dengan merusak akal sehatnya. Seperti uang di bank yang berbunga, kemarahan di dalam pikiran juga akan memetik buahnya yang pahit.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sebenamya dengan siapa atau apa kita bertempur pada saat marah? Kita bertempur dengan diri sendiri, yang menjadi musuh terjahat. Kita harus berusaha terus-menerus untuk mengikis bahaya laten di dalam pikiran ini, dengan cara memahami situasi dengan tepat.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kemarahan tumbuh semakin berkobar jika disiram minyak emosi, terutama jika keserakahan berada di balik emosi itu. Di saat-saat kemarahan menguasai, manusia berhenti menjadi manusia: ia berubah menjadi binatang buas yang tidak hanya memiliki kecenderungan untuk merusak orang lain, tapi juga menghancurkan diri sendiri. Kemarahan bisa melenyapkan reputasi, pekerjaan, kawan, kekasih, kedamaian pikiran, kesehatan, bahkan diri sendiri.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Buddha menjelaskan kejinya kemarahan dan bersabda bahwa pada saat seorang diliputi kemarahan, tujuh hal menimpanya; tujuh hal yang cuma mengabulkan hasrat musuh-musuhnya dan membuat mereka bersenang hati. Apakah ketujuh hal itu?</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">1. Ia akan kelihatan buruk walaupun berpakaian dan bertata rias baik.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">2. Ia akan terbujur kesakitan, walaupun ia tidur di atas kasur yang empuk dan hangat.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">3. Ia akan melakukan perbuatan yang hanya akan membawa kerusakan dan penderitaan, karena menganggap yang baik sebagai yang buruk dan yang buruk sebagai yang baik, dan karena selalu gelisah dan tidak lagi memakai akal sehat.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">4. la akan menghabiskan kekayaan yang diperolehnya dengan susah payah, bahkan melanggar hukum.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">5. Ia akan kehilangan reputasi dan nama baik yang dicapai dengan ketekunan.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">6. Teman-teman, famili, dan orang yang dikasihinya akan menghindari dan mengambil jarak darinya.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">7. Setelah mati ia akan dilahirkan di alam yang tidak menyenangkan, karena orang yang dikuasai kemarahan melakukan perbuatan yang tercela yang hanya membawa akibat buruk melalui tubuh, ucapan, dan pikiran.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">- Anguttara Nikaya -</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Nasib buruk seperti di atas adalah yang diharapkan oleh musuh seseorang. Dan semua itu adalah nasib sangat buruk yang akan menimpa orang yang dikuasai kemarahan.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">*****</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mengatasi Kemarahan</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Cara terbaik mengendalikan kemarahan adalah dengan berlaku seolah-olah pikiran-pikiran yang tidak diinginkan tidak muncul dalam pikiran. Dengan kekuatan tekad, kita pusatkan pikiran pada sesuatu yang bermanfaat dan dengan cara inilah emosi-emosi negatif dikalahkan. Tidak mudah bersikap damai pada orang yang menghina kita. Meskipun fisik tidak disakiti, ego terasa direndahkan, sehingga ada keinginan untuk menyerang balik. Sungguh tidak mudah membalas hinaan dengan rasa menghargai dan memaklumi. Namun ujian karakter seseorang justru dinilai dari sikapnya dalam menghadapi situasi yang memojokkan dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil juga sudah dapat dilihat bahwa kita suka membalas dendam demi kepuasan diri sendiri.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Ia menghinaku, menyakitiku, mengalahkanku, merampokku. Dalam diri orang yang dipenuhi pikiran seperti itu, kebencian tak akan berakhir.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">- Buddha -</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kegelapan tidak dapat diatasi dengan kegelapan, melainkan dengan terang. Demikian juga, kebencian tak dapat dikalahkan dengan kebencian, melainkan dengan cinta kasih.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Mengenai hal ini, Buddha mengibaratkan sebagai berikut: ”Ada orang yang diibaratkan laksana aksara terukir di atas batu; mereka cepat menyerah pada kemarahan dan menyimpan kemarahan itu di dalam hati untuk waktu lama. Ada juga orang seperti laksana goresan surat di atas pasir; mereka juga marah, namun kemarahan itu cepat berlalu. Orang yang laksana huruf yang ditulis di permukaan air; mereka tidak menyisakan goresan huruf yang datang. Tapi orang yang sempurna laksana surat yang tertulis di angin; mereka tak mengacuhkan hal-hal menyakitkan dan yang berupa penghinaan; pikiran mereka senantiasa murni tak terusik.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Bahkan jika kita merasa marah pada ketidakadilan yang menimpa orang lain, kita tetap harus mengatasi kemarahan itu, karena kita tak mungkin dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat dalam keadaan pikiran yang terganggu. Ketika kita sedang marah, hendaknya kita dapat menyadari keadaan itu. Pandanglah kemarahan itu sebagai satu keadaan mental, tanpa mengarahkannya pada obyek yang menyebabkan kemarahan itu timbul.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kita harus belajar mengamati dan meneliti emosi-emosi kita pada saat sedang marah. Dengan terus menerus mempraktikkan analisa diri terhadap gairah‑gairah yang timbul dalam pikiran, kita akan lebih percaya diri dalam mengendalikan diri sendiri dan tidak akan berlaku dungu dan tak masuk akal.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Nasihat Buddha:</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Sungguh baik mengendalikan perbuatan;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">sungguh baik mengendalikan ucapan;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">sungguh baik mengendalikan pikiran;</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">sungguh baik terkendali dalam segalanya.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Orang suci yang terkendali dalam segalanya</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Akan terbebas dari kesedihan.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Tidak semua orang menggunakan metode yang sama untuk mengatasi kemarahannya. . Salah satu cara yang efektif adalah dengan menerapkan metode ‘mengulur waktu’. Thomas Jefferson meringkas metode ini dalam kata-katanya. “Jika marah, hitung sampai sepuluh sebelum melepaskan kata-kata. Jika sangat marah, hitunglah sampai seratus.”</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Salah satu resep untuk mengembangkan pengendalian watak yang lebih baik adalah dengan mengulang-ulang di dalam hati kata-kata di bawah ini setiap hari..</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Saya mampu mengendalikan kemarahan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">saya mampu mengatasi gangguan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">saya akan tetap sejuk dan tak akan terbakar,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">saya akan kokoh seperti karang,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">tak goyah oleh kemarahan,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">saya berani dan penuh dengan harapan.”</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Dengan mengulangi kalimat-kalimat itu, kita bisa menguatkan pikiran dengan meraih kepercayaan diri dan ketenangan pikiran. Pada saat menghadapi perbuatan tidak benar yang dilakukan orang lain, kita juga bisa mengingat kata-kata Buddha.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">“Jika orang dengan kedunguannya berbuat salah terhadapku, aku akan membalas dengan perlindungan tirai kasihku yang tak terbatas; semakin ia berbuat jahat, semakin baik yang harus kuberikan; harum kebajikan akan datang padaku, dan ia hanya akan menuai karma buruk.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Orang bertemperamen jahat berusaha melukai orang bajik, seperti orang yang meludah ke langit; ludah tak pernah mengotori langit. Bahkan wajah sendiri yang terkena percikan itu. Orang penfitnah laksana orang yang menebar debu melawan angin. Debu akan berbalik menimpah kepada orang yang menebarkannya. Orang bijak tak bisa dilukai; kesengsaraan akan berbalik kepada orang yang suka menfitnah.”</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">*****</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Disadur dari buku Best Seller Karaniya “Hidup Sukses dan Bahagia”,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">karya. Dr. K. Sri Dhammananda,</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Penerbit: Yayasan Karaniya</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Hub: 021-5687929 atau 081-315-315- 699</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">email: karaniya@cbn. net.id</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">online order: www.karaniya. com</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; line-height: 19px;"><br />
</span><div style="font-family: Georgia, Verdana, Arial, serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia, Verdana, Arial, serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 1em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">Sumber: <span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: normal;"><a href="http://agustinachen.wordpress.com/category/refleksi-diri/" style="text-decoration: none;">http://agustinachen.wordpress.com/category/refleksi-diri/</a></span></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-37364020056894091712011-04-26T08:25:00.001-07:002011-04-26T08:25:29.147-07:00Cerita Buddhis 19: SILUMAN DI PADANG PASIR (Cara Berpikir yang Benar)<div class="post-body entry-content" id="post-body-3754429856935434360" style="position: relative; width: 478px;"><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; display: inline; float: none; font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs238.snc4/39248_411800396804_300530356804_5017216_962089_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; color: #333333; float: left; font-size: 13px; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-decoration: none;"><img alt="Click here to enlarge" border="0" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs238.snc4/39248_411800396804_300530356804_5017216_962089_n.jpg" style="border-bottom-style: none; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-color: initial; border-left-style: none; border-left-width: 0px; border-right-style: none; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-style: none; border-top-width: 0px; border-width: initial; max-width: 700px; position: relative;" title="Click here to enlarge" /></a>Pada suatu ketika ada 2 orang pedagang yang berteman. Keduanya siap melakukan perjalanan untuk menjual barang dagangan mereka, untuk itu mereka harus memutuskan apakah mereka akan berpergian bersama. Mereka setuju untuk melakukan perjalanan bersama-sama. Karena masing-masing dari mereka memiliki sekitar 500 kereta dan mereka akan pergi ke tempat yang sama melalui jalan yang sama pula, maka akan menjadi terlalu ramai jika pergi bersamaan.</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 19px;"><br />
</span></div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Salah seorang dari mereka memutuskan akan lebih baik jika ia pergi terlebih dahulu. Ia berpikir “Jalanan itu tidak akan dilalui oleh kereta-kereta, sehingga sapi-sapi jantan akan dapat memilih rumput terbaik, kami akan mendapatkan buah-buahan dan sayur-sayuran yang terbaik untuk dimakan, orang-orangku akan menghargai kepemimpinanku dan pada akhirnya, aku akan dapat menawar dengan harga-harga terbaik.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Si pedagang satunya betul-betul mempertimbangkan dengan hati-hati dan menyadari bahwa ada keuntungan-keuntungan dengan pergi setelahnya. Ia berpikir “Kereta-kereta temannya itu akan membuat tanah menjadi rata jadi mereka tidak harus melakukan pekerjaan jalan apa pun. Sapi-sapi jantan temannya akan makan rumput tua dan tunas-tunas baru akan tumbuh untuk sapi-sapinya makan, dengan cara yang sama rombongan teman-temannya akan memetik buah-buahan dan sayur-sayuran tua dan buah-buahan juga sayur-sayuran segar akan tumbuh untuk mereka nikmati. Aku tidak perlu menghabiskan waktuku untuk melakukan penawaran jika aku bisa mengambil harga yang sudah ditetapkan dan mendapatkan keuntungan. Untuk itu dia setuju membiarkan temannya untuk pergi terlebih dahulu. Temannya ini yakin bahwa ia telah membodohinya dan sudah mendapatkan yang terbaik untuk dirinya, jadi ia memulai perjalanannya terlebih dahulu.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Si pedagang yang pergi pertama mengalami kesulitan terlebih dahulu. Mereka datang ke sebuah daratan tandus yang disebut “Gurun Pasir Kering (Waterless Desert)” yang mana penduduk setempat mengatakan bahwa tempat itu dihantui oleh siluman-siluman. Ketika kafilah itu sampai di tengah-tengah gurun, mereka bertemu dengan rombongan dalam jumlah yang banyak datang dari arah yang berlawanan. Mereka memiliki kereta-kereta yang berlumuran lumpur dan tetesan air. Di kedua tangan dan kereta-kereta mereka terdapat bunga seroja dan teratai. Pemimpin mereka yang memiliki sikap serba tahu, berkata kepada Si Pedagang “Kenapa kau membawa muatan-muatan berat yang berisi air ini? Sebentar lagi kau akan mencapai sumber air di mana akan banyak air untuk diminum dan buah kurma untuk dimakan. Sapi-sapi jantanmu lelah karena menarik kereta-kereta berat yang diisi dengan tambahan air itu. Jadi buanglah air itu dan berbaik hatilah kepada hewan-hewanmu yang sudah terlalu banyak bekerja itu!”</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Walaupun penduduk setempat sudah memperingatkannya, si Pedagang tidak menyadari bahwa mereka bukanlah manusia, tetapi siluman yang sedang menyamar. Bahkan Si Pedangang dan rombongannya terancam bahaya dari siluman-siluman yang ingin menyantap mereka. Karena merasa yakin bahwa mereka adalah orang-orang yang suka menolong. Si Pedagang mengikuti nasehat mereka dan membuang semua airnya ke tanah.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Ketika si Pedagang dan rombongannya melanjutkan perjalanannya, mereka tidak menemukan sumber air atau air apa pun. Beberapa dari mereka menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh makhluk yang kemungkinan adalah siluman-siluman, kemudian mulai menggerutu dan menyalahkan si Pedagang. Di hari terakhir semua orang-orang kelelahan. Sapi-sapi jantannya terlalu lemah untuk menarik kereta-kereta berat mereka karena kekurangan air. Semua orang-orang dan hewan-hewannya berbaring secara sembarangan dan jatuh dalam tidur yang lelap. Seketika itu juga, saat malam hari siluman-siluman itu datang dalam bentuk aslinya yang menakutkan dan menelan semua makhluk yang lemah dan tanpa perlawanan. Ketika mereka selesai memakannya yang tersisa hanyalah tulang-tulang yang tergeletak berserakkan. Tak ada satu pun manusia ataupun hewan tersisa hidup-hidup.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Setelah beberapa bulan, pedangang kedua memulai perjalanannya melalui jalan yang sama. Ketika ia sampai di gurun, dia mengumpulkan semua orang-orangnya dan memberikan mereka nasehat “Daerah ini disebut Gurun Pasir Kering dan aku sudah mendengar bahwa tempat ini dihantui oleh siluman-siluman dan hantu-hantu. Untuk itu kita harus berhati-hati. Karena kemungkinan ada tanaman-tanaman beracun dan air kotor. Jangan minum air apa pun dari tempat itu tanpa bertanya aku terlebih dahulu.” Dengan begitu mereka mulai memasuki gurun pasir.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Setelah berjalan kira-kira melewati setengah perjalanan, dengan cara yang sama seperti kafilah pertama, mereka bertemu siluman-siluman yang basah kuyup sedang dalam penyamaran. Siluman-siluman itu memberi tahu mereka bahwa sumber air sudah dekat dan mereka harus membuang semua air mereka. Tetapi Pedagang yang bijaksana ini segera mengatasi mereka. Si Pedagang tahu bahwa tidak masuk akal jika ada sumber air di tempat yang disebut sebagai ‘Gurun Pasir Kering’. Dan lagi pula, orang-orang ini memiliki mata merah yang menonjol keluar dan memiliki sikap agresif dan ambisius. Jadi ia mencurigai mereka kemungkinan adalah siluman-siluman. Si Pedagang memberitahukan mereka untuk meninggalkan rombongannya dengan berkata, “Kami adalah seorang pedagang yang tidak akan membuang air yang bersih sebelum kami tahu di mana air selanjutnya berasal.”</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Kemudian, melihat orang-orangnya sendiri telah memiliki keraguan, Si Pedagang berbicara kepada mereka “Jangan percaya kepada orang-orang ini, mereka mungkin saja siluman-siluman, sampai kita benar-benar menemukan air. Sumber air yang mereka tunjukkan, kemungkinan hanyalah sebuah ilusi atau khayalan belaka. Apakah kau pernah mendengar adanya air di dalam Gurun Pasir Kering ini? Apakah kau merasakan hujan-angin atau awan mendung apa pun?” Mereka mengatakan “Tidak” dan Si Pedagang melanjutkan perkataannya, “Jika kita mempercayai orang-orang asing ini dan membuang semua air kita, nantinya kita mungkin tidak memiliki air apa pun untuk minum ataupun masak, lalu kita akan menjadi lemas dan kehausan, akan sangat mudah bagi siluman-siluman untuk datang dan merampok kita atau bahkan memakan kita! Untuk itu, sampai kita benar-benar menemukan air, jangan membuang-buangnya walaupun setetes!”</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Kafilah itu melanjutkan perjalanannya dan pada sore hari itu mereka sampai di tempat di mana orang-orang dari kafilah pertama dan sapi-sapi jantannya telah dibunuh dan dimakan oleh siluman-siluman. Mereka menemukan kereta-kereta, tulang-tulang manusia dan hewan berserakan di sekitarnya. Mereka mengenali bahwa kereta-kereta yang penuh dengan muatan dan tulang-tulang yang berserakan itu adalah milik kafilah yang terlebih dahulu melanjutkan perjalanan. Si pedagang yang bijaksana memberitahukan orang-orang tertentunya untuk tetap berjaga-jaga di sekitar tenda pada waktu malam hari.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: 'Coming Soon'; font-size: 14px; line-height: 1.4; text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif;">Pada pagi harinya rombongan itu bersantap pagi dan memberi makan sapi-sapi jantan mereka dengan sangat baik. Mereka menambahkan muatan mereka dengan barang-barang yang paling berharga yang ditinggalkan oleh kafilah pertama. Demikianlah mereka mengakhiri perjalanan mereka dengan sangat sukses dan kembali pulang dengan selamat, dengan begitu mereka dan keluarga mereka dapat menikmati keuntungan yang telah diperoleh.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif; line-height: 22px;"><br />
</span></div><span style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.4;"></span><br />
<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, Calibri, Geneva, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.4;">Pesan moral: Seseorang harus selalu cukup bijaksana, tidak tertipu oleh kata-kata muslihat dan penampilan yang palsu.</span></div></div>Fanghttp://www.blogger.com/profile/11418785011354437071noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-51163334463611149712011-04-26T06:01:00.000-07:002011-04-26T06:02:48.637-07:001001 kelereng<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal">Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja. Apapun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi amat menyenangkan.<br /><br />Beberapa minggu yang lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dengan membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya. Apa yang biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yang tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya.<br /><br />Aku keraskan suara radioku untuk mendengarkan suatu acara Bincang-bincang Sabtu Pagi. Aku dengar seseorang agak tua dengan suara emasnya. Ia sedang berbicara mengenai seribu kelereng kepada seseorang di telpon yang dipanggil “Tom”. Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan apa obrolannya.<br /><br /><br />“Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dengan pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sangat sayang sekali kau harus meninggalkan rumah dan keluargamu terlalu sering. Sulit kupercaya kok ada anak muda yang harus bekerja 60 atau 70 jam seminggunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk menonton pertunjukan tarian putrimu pun kau tak sempat”.<br /><br />Ia melanjutkan : “Biar kuceritakan ini, Tom, sesuatu yang membantuku mengatur dan menjaga prioritas apa yang yang harus kulakukan dalam hidupku”.<br /><br />Lalu mulailah ia menerangkan teori “seribu kelereng” nya.” Begini Tom, suatu hari aku duduk-duduk dan mulai menghiitung-hitung. Kan umumnya orang rata-rata hidup 75 tahun. Ya aku tahu, ada yang lebih dan ada yang kurang, tapi secara rata-rata umumnya kan sekitar 75 tahun. Lalu, aku kalikan 75 ini dengan 52 dan mendapatkan angka 3900 yang merupakan jumlah semua hari Sabtu yang rata-rata dimiliki seseorang selama hidupnya. Sekarang perhatikan benar-benar Tom, aku mau beranjak ke hal yang lebih penting”.<br /><br />“Tahu tidak, setelah aku berumur 55 tahun baru terpikir olehku semua detail ini”, sambungnya, “dan pada saat itu aku kan sudah melewatkan 2800 hari Sabtu. Aku terbiasa memikirkan, andaikata aku bisa hidup sampai 75 tahun, maka buatku cuma tersisa sekitar 1000 hari Sabtu yang masih bisa kunikmati”.<br /><br />“Lalu aku pergi ketoko mainan dan membeli tiap butir kelereng yang ada. Aku butuh mengunjungi tiga toko, baru bisa mendapatkan 1000 kelereng itu. Kubawa pulang, kumasukkan dalam sebuah kotak plastik bening besar yang kuletakkan di tempat kerjaku, di samping radio. Setiap Sabtu sejak itu, aku selalu ambil sebutir kelereng dan membuangnya”.<br /><br />“Aku alami, bahwa dengan mengawasi kelereng-kelereng itu menghilang, aku lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang betul-betul penting dalam hidupku. Sungguh, tak ada yang lebih berharga daripada mengamati waktumu di dunia ini menghilang dan berkurang, untuk menolongmu membenahi dan meluruskan segala prioritas hidupmu”.<br /><br />“Sekarang aku ingin memberikan pesan terakhir sebelum kuputuskan teleponmu dan mengajak keluar istriku tersayang untuk sarapan pagi. Pagi ini, kelereng terakhirku telah kuambil, kukeluarkan dari kotaknya. Aku berfikir, kalau aku sampai bertahan hingga Sabtu yang akan datang, maka Allah telah meberi aku dengan sedikit waktu tambahan ekstra untuk kuhabiskan dengan orang-orang yang kusayangi”.<br /><br />“Senang sekali bisa berbicara denganmu, Tom. Aku harap kau bisa melewatkan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang kau kasihi, dan aku berharap suatu saat bisa berjumpa denganmu. Selamat pagi!”<br /><br />Saat dia berhenti, begitu sunyi hening, jatuhnya satu jarumpun bisa terdengar ! Untuk sejenak, bahkan moderator acara itupun membisu. Mungkin ia mau memberi para pendengarnya, kesempatan untuk memikirkan segalanya. Sebenarnya aku sudah merencanakan mau bekerja pagi itu, tetapi aku ganti acara, aku naik ke atas dan membangunkan istriku dengan sebuah kecupan.<br /><br />“Ayo sayang, kuajak kau dan anak-anak ke luar, pergi sarapan”. “Lho, ada apa ini…?”, tanyanya tersenyum. “Ah, tidak ada apa-apa, tidak ada yang spesial”, jawabku, “Kan sudah cukup lama kita tidak melewatkan hari Sabtu dengan anak-anak ? Oh ya, nanti kita berhenti juga di toko mainan ya? Aku butuh beli kelereng.”<br /><br />Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)<br />Dikutip dari Indonesian groups<br /><br />Dari setiap satu kelereng yang telah terbuang, apakah yang telah anda dapatkan ?<br /><br />Apakah ……..<br />kesedihan<br />keraguan<br />kebosanan<br />rasa marah<br />putus asa<br />hambatan<br />permusuhan<br />pesimis<br />kegagalan ?<br /><br />ataukah …….<br />kebahagiaan<br />kepercayaan<br />antusias<br />cinta kasih<br />motivasi<br />peluang<br />persahabatan<br />optimis<br />kesuksesan ?<br /><br />Waktu akan berlalu dengan cepat. Tidak banyak kelereng yang tersisa dalam kantong anda saat ini. Gunakan secara bijak untuk memberikan kebahagiaan yang lebih baik bagi anda sendiri, keluarga, dan lingkungan anda.</p>~BenZ_V1rY4_P0etR4~http://www.blogger.com/profile/10644949583475625961noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-90466447321583768742011-04-26T05:57:00.000-07:002011-04-26T06:00:40.820-07:00Hiduplah Dengan Hati-Hati<p class="MsoNormal"><span style="mso-spacerun:yes"></span>Saudara, kita sering mendengar ungkapan HATI-HATI. Kita pun sering memberi nasihat kepada orang lain untuk berhati-hati. Tetapi sesungguhnya, hampir dari kita semua tidak mengerti dengan jelas, apakah sesungguhnya yang disebut dengan 'hati-hati' itu. Hati-hati itu memang perlu. Di mana saja kalau hati-hati itu memang baik, tetapi kalau orang yang saudara beri nasihat itu bertanya, yang disebut hati-hati itu yang bagaimana? Saudara mau jawab bagaimana? Apakah kalau mengendarai mobil 140 km/jam, itu sembrono? Tapi kalau mengendarai mobil 40 km/jam, itu kelewat takut! Apakah yang hati-hati itu kalau 90 km/jam? Apakah begitu? Tidak begitu saudara. </p><p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Saudara, menurut Dhamma, yang dimaksud dengan hati-hati adalah suatu sikap yang didasari dengan Kusala Cetana. Kusala Cetana adalah niat yang baik. Cetana artinya niat, kehendak, dorongan pikiran, motivasi, yang mendasari pemikiran kita. Dan Kusala artinya baik, positif, bersih. Bersih artinya bersih dari kehendak yang tidak baik. Menurut pandangan Dhamma, apapun yang menjadi sikap kita, perbuatan kita, yang kita lakukan dengan jasmani atau ucapan, sebelum kita melakukannya, itu akan muncul dalam pikiran kita sebagai "kehendak".</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Menurut pandangan agama Buddha, seperti yang disebutkan dalam Dhammapada, pikiran itu adalah awal, pikiran itu adalah pemula, pikiran itu adalah pendahulu, pikiran itu adalah pemimpin. Apapun yang akan kita ucapkan, yang kita lakukan, sebelum kita melakukan, sebelum kita mengucapkan, ia telah muncul lebih dahulu di dalam pikiran kita.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Misalnya pohon yang ada di sana itu. Memang saudara tidak bisa membuat pohon ini. Dia tumbuh secara alami. Tetapi agar pohon ini bisa ada di sini, sebelumnya ada seseorang yang mempunyai niat, "Saya akan menaruh pohon ini didepan patung Buddha itu". Setelah niat itu muncul kemudian dia berpikir lebih mendalam, di mana pohon itu harus diambil, pohon jenis apa yang cocok, kemudian dia berpikir yang lebih detail. Juga, sebelum patung ini muncul, ia muncul terlebih dahulu di dalam ide seseorang. Saya ingin membuat patung Buddha. Dari ide itu kemudian muncul rencana. Patung Buddha yang seperti apa, yang sebesar apa, yang model apa, bahan apa, sikapnya seperti apa, kalau dijual harganya berapa, dll. Dan kemudian muncul patung seperti ini. Sebelum bangunan ini muncul, sebelum gedung-gedung itu muncul, muncul lebih dahulu dalam pikiran seseorang. Saya akan membangun gedung 4 lantai, kemudian dibuat detailnya, dibuat rencananya, dipanggil arsitek, dihitung konstruksinya, dihitung biayanya, berapa lama bisa dilakukan, dan sebagainya, lalu dilaksanakan dan kemudian jadi.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Yang memutuskan adalah pikiran kita. Jadi betapa pentingnya peranan kehendak itu. Oleh karena itu, orang yang ingin bersikap hati-hati, minimal dia harus mempunyai kehendak yang baik. Kehendak yang bersih dari kehendak tidak baik, bersih dari unsur-unsur yang tidak baik.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Kehendak yang negatif, yang tidak baik, akan melahirkan atau menghasilkan perbuatan yang tidak baik. Perbuatan yang tidak baik itu adalah selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain. Niat yang tidak baik itu, yang akan merugikan orang lain, tidak mempunyai dukungan kuat. Dengan kalimat yang lain, tidak masuk akal, tidak sah. Mengapa demikian? Karena, bukankah semua makhluk, setidak-tidaknya sesama manusia, setiap orang, semuanya, agama apapun yang dianut, suku bangsa apapun, bagaimanapun profesi sosialnya, apakah orang kaya, orang miskin atau sangat miskin, semuanya menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah tujuan, obsesi, dan keinginan setiap orang. Bahkan pencuri sekali pun kalau ditangkap dan ditanya, "Kamu mencuri itu apa sih tujuannya?" Pencuri itu menjawab: "Saya mencuri itu karena saya ingin bahagia". Tidak ada pencuri yang mencuri untuk sengsara, "Saya mencuri supaya nanti saya ditangkap, supaya digebuki", tidak ada. Pencuri pun seperti saudara, seperti kita, dia mencuri itu sesungguhnya juga ingin bahagia, hanya caranya yang salah. Apakah ada alasan kita untuk membencinya? Sesungguhnya, tidak. Justru kasihan.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Alangkah lemahnya orang yang mempunyai kehendak yang mengandung unsur untuk mencelakakan, memojokkan, menghancurkan, atau melenyapkan orang lain, alangkah lemahnya dia, tidak masuk di akal, tidak bernalar. Mengapa harus mempunyai niat yang menghancurkan, memojokkan, atau melenyapkan orang lain? Mengapa? Bukankah semua orang termasuk saudara, ingin bahagia? Mengapa saudara berbuat begitu? Oleh karena itu saudara, saya ingin memberi garis bawah yang tebal untuk ini. Kalau saudara ingin berhati-hati, cobalah berusaha untuk mengamat-amati, memeriksa, mengintip, mengecek setiap kehendak saudara, apakah kehendak saya ini mengandung unsur yang negatif ataukah positif? Itu adalah sikap hati-hati yang minimal. Itulah kriteria hati-hati yang pertama.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Kalau saya boleh mengumpamakan, "kehendak" itu seperti produsen. Karma, ucapan dan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan —yang baik pun yang tidak baik? itu seperti produk (hasil produksinya). Kalau produsen itu memproduksi barang-barang dengan bahan-bahan yang baik, pasti hasil produksinya itu baik. Jadi saudara, bagaimana menjaga ucapan, perbuatan kita agar tidak menghancurkan, merugikan orang lain, melenyapkan, membunuh orang lain atau makhluk lain, sebetulnya tidak perlu saudara pusing kalau saudara bisa menjaga kehendak saudara, pasti ucapan dan tingkah laku yang muncul itu akan baik.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Kadang-kadang walau kita sudah punya niat yang baik, masih saja ada orang yang salah mengerti. Salah mengerti adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Karena kita tidak bisa membuat orang lain mempunyai pandangan seperti yang kita harapkan. Tetapi saudara, minimal sudah punya itukad baik, niat baik, kehendak baik, itu sudah positif.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Saya ingin memberikan satu contoh dengan cerita. Di negara mayoritas umat Buddha itu patung Buddha ada di mana-mana, kadang-kadang di perempatan jalan, di depan kantor, sekolah-sekolah, di tepi jalan. Ada yang kecil, ada yang sedang, ada yang besar. Suatu hari ada umat Buddha yang berjalan di tengah hujan yang lebat, dia melihat patung Buddha yang kecil kehujanan. Dia pikir, wah tidak pantas ini. Air hujan membasahi patung Buddha yang tidak ada tutupnya. Tapi dia sendiri tidak membawa payung, pakaiannya basah, mau diangkat dari semen, patung itu melekat dengan alasnya. Dia melihat ke kanan ke kiri, terlihat ada sebuah sepatu yang sudah dibuang, yang sudah jebol, baunya mungkin tidak karu-karuan. Sepatu yang jebol itu diambil, lalu ditaruh di atas kepala patung Buddha, supaya tidak kehujanan. Kemudian dia pergi. Pada waktu hujan sudah berhenti, ada orang lain lewat dan dia juga umat Buddha. "Siapa ini, sepatu jebol ditumpangi di kepalanya patung Buddha. Tidak betul caranya ini, tidak masuk akal, penghinaan ini", lalu diambilnya sepatu jebol itu dan dibuang.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Saudara, menurut psikologi Buddhis, menurut jiwa Dhamma, atau menurut ajaran Dhamma, kedua orang ini sama-sama memiliki cetana yang positif. Kedua orang ini sama-sama mempunyai tindakan yang positif, meskipun caranya yang berbeda. Orang yang pertama mengerudungi kepala patung dengan sepatu yang jebol, orang yang kedua mengatakan; perbuatan ini tidak baik, meskipun ini penilaiannya. Orang yang pertama tetap mempunyai nilai yang positif, meskipun orang yang kedua salah paham dan mengira orang yang pertama itu mempunyai niat yang tidak baik. Niat yang positif itu tidak berubah menjadi niat yang negatif, meskipun orang lain menilai itu negatif. Kalau saya menanam jagung, kemudian tumbuh. Sebelum berbuah, orang melihat apa yang ditanam ini; "Ini bukan jagung, ini jali". Tidak menjadi soal saudara, meskipun orang menilai jagung ini jali, pada waktunya nanti dia berbuah dia tetap akan menjadi jagung. Dan saudara tidak usah pusing dengan apa yang akan saudara hasilkan nanti. Benih itu, bibit itu seperti cetana. Kalau saudara sudah memastikan bahwa kehendak saudara itu baik, maka tidak usah pusing. Ucapan dan perbuatan saudara, sekalipun orang lain akan salah paham, nilainya tetap positif. Apakah orang kedua yang melemparkan sandal yang jebol itu menghancurkan niat positif orang yang pertama? Tidak. Dan apa yang dia lakukan itu apakah negatif, karena dia merusak hasil orang yang pertama? Juga tidak. Orang yang kedua juga melakukan hal yang positif, karena dia membuang sepatu yang jebol itu dengan niat yang positif.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Kalau kita bisa memeriksa dan memastikan bahwa tidak ada unsur yang negatif maka itu menjadi positif. Sekalipun orang lain salah paham kepada kita, sekalipun kita sudah lakukan namun tidak berhasil, tetap harganya positif. Itulah yang disebut dengan 'Hati-hati'. Orang yang hati-hati adalah orang yang selalu memeriksa kehendaknya, mengamat-amati kehendaknya, jangan sampai menimbulkan kehendak yang negatif, yang merugikan orang lain. Tetapi ini tidak cukup. Memang berhati-hati itu harus mempunyai niat yang baik, kehendak yang positif, tetapi tidak hanya asal mempunyai kehendak yang positif, tidak hanya asal mempunyai niat baik. Saya ingin menguraikan faktor yang lain, yaitu sati dan sampajanna. Apakah yang disebut dengan sati? Menurut Sutta, sati mempunyai banyak arti. Yang pertama yaitu kemampuan mengingat. Jadi apa-apa yang pernah anda temui, kenalan-kenalan lama, begitu ketemu saudara ingat, ini menunjukkan satinya kuat, ingatannya kuat, tidak lemah. Banyak mempelajari, dan yang dipelajarinya itu tidak dilupakan, itu satinya bagus. Tetapi sati juga berarti pengenalan. Memang ingatan dan pengenalan tidak bisa dipisahkan. Mengenali bentuk-bentuk, mengenali sesuatu, mengenali keadaan, mengenali orang-orang. Tetapi sati juga berarti kesadaran, sati juga berarti kewaspadaan, sati juga berarti perhatian. Jadi itulah arti dari sati. Ingatan, pengenalan, kesadaran, kewaspadaan, atau perhatian; mewaspadai setiap saat kehendak-kehendak yang muncul. Kewaspadaan misalnya: dari berdiri sudah agak lama saya ingin duduk. Saya harus tahu dengan jelas kehendak ini apakah positif atau negatif. Kalau hanya dari berdiri ingin duduk, dari duduk ingin berdiri, dari duduk ingin berjalan itu netral (tidak positif, tidak negatif). Tetapi juga selain duduk, berdiri dan berjalan, kita juga mempunyai kehendak lain, misalnya ingin menemui dia, ingin melakukan ini, ingin melakukan itu. Mengamat-amati kehendak itu adalah fungsi dari sati. Makin kuat sati kita, kita tidak akan kecolongan. Makin lemah sati kita, kehendak kita akan muncul tidak karu-karuan. Lalu bagaimana agar sati ini menjadi kuat? Ia harus dilatih. Tidak ada atlet yang langsung mempunyai otot yang kuat, nafas yang panjang, daya tahan fisik yang kuat, tetapi itu harus dilatih. Demikian juga sati yang kuat, kewaspadaan yang kuat, perhatian yang kuat, yang tidak lengah, tidak sembrono, itu harus dilatih. Kalau sati saudara baik, maka cetana saudara akan terseleksi. Tidak akan muncul begitu saja, tanpa diketahui, tanpa dilihat, tanpa diamat-amati.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Sampajanna terjemahannya yang paling tepat adalah 'Pengertian lengkap' (pengertian atau pengetahuan lengkap). Apakah yang dimaksud dengan pengertian lengkap? Sampajanna meliputi 4 hal, yaitu:</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">a. Sathaka Sampajanna,</p> <p class="MsoNormal">b. Sappaya Sampajanna,</p> <p class="MsoNormal">c. Gocara Sampajanna, dan</p> <p class="MsoNormal">d. Asammoha Sampajanna.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">a. Sathaka Sampajanna</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Artinya "Pengertian yang lengkap tentang kebenaran". Ini maksudnya adalah, kalau saudara mempunyai kehendak yang baik, saudara harus melihat 'baik' itu dari berbagai segi. Yang pertama dari segi Dhamma. Apakah betul niat saya ini baik dari segi Dhamma, tidak bertentangan dengan Dhamma. Yang kedua, tidak bertentangan dengan hukum negara. Yang ketiga, juga tidak bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis yang berlaku di lingkungan sekitar.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Di daerah saya ada kepercayaan begini: Kalau baru selesai melayat orang mati ke kuburan atau ke krematorium, tidak boleh langsung menengok orang sakit. Kalau habis melayat orang mati lalu menengok orang sakit itu nanti membuat si sakit cepat mati. Apakah betul, Bhante? Oh jelas tidak betul. Tidak sesuai dengan kebenaran. Mati, sehat, atau sakit itu tergantung dari berbagai macam faktor, singkat kata adalah karena KARMA masing-masing. Tetapi kalau menurut Dhamma, menengok orang sakit itu memang baik. Hukum negara juga tidak ada yang melarang. Tetapi kalau di lingkungan atau di daerah orang itu, kalau menengok orang sakit ini, akan menjadi kesalah-pahaman. Sebagai bhikkhu, saya tidak ingin memperbaiki pandangan yang salah itu? Ya saya ingin, tetapi caranya harus bijaksana, tidak radikal. Kalau radikal nanti jadi bumerang. Itu namanya sikap tidak hati-hati.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Saudara tidak perlu menjadi pahlawan, menjadi orang pertama yang memulai, dengan resiko akan membuat keonaran, kekacauan, ketidak-harmonisan. Jadi memang, punya niat baik itu syarat mutlak, tetapi dia tidak boleh berdiri sendiri. Tidak asal niat baik. Tetapi baik itu harus sathaka sampajanna, kita harus melihat tidak hanya dari satu arah, tetapi dari berbagai arah, sehingga sikap kita tidak akan membuat keonaran, kekacauan, dan sebagainya. Itulah yang disebut dengan hati-hati. Kalau saudara tidak mau melihat kiri kanan, tidak mau melihat suasana di sekitar, "pokoknya niatku apik", ini juga termasuk ceroboh.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">b. Sappaya Sampajanna</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Artinya "Pengertian lengkap tentang kelayakan". Apakah yang dimaksud dengan kelayakan? Kalau saya mempunyai niat yang seperti ini, jelas sekali itu baik, bersih, saya sudah cek berkali-kali, periksa berkali-kali, dari segala arah, dari Dhamma, dari hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Tetapi, kita perlu Sappaya Sampajanna, yaitu apakah saya mampu melaksanakan niat itu? Saudara harus mengukur pada diri sendiri. Satu contoh, seorang ibu-ibu yang sudah berumur 65 tahun, pendidikannya sampai kelas 5 SD, bisa baca dan tulis. Nah, kalau ibu berumur 65 tahun, dengan pendidikan formal hanya SD kelas 5, sekarang kok punya cita-cita ingin menjadi menteri —Menteri Sosial?misalnya, apakah mampu? Saya pernah mendapatkan penjelasan dari seseorang yang sering memberi pelajaran tentang manajemen. Menurut ilmu manajemen modern, seorang pemimpin itu harus bisa mengira-ngira. Jadi kalau mempunyai program atau cita-cita itu harus bisa mengira-ngira, mengukur, saya mampu mencapainya atau tidak? Persis sih memang tidak bisa, halangan pasti muncul, tetapi cita-citanya itu yang bernalar, jangan yang muluk-muluk. Pemimpin yang tidak mempunyai atau tidak melihat visi/gambaran, kira-kira tujuan apa yang mampu ia capai, maka orang itu tidak bisa menjadi pemimpin. Nanti cita-cita, programnya itu meskipun baik, tetapi terlalu idealis, tidak bakal terlaksana, karena tidak mampu. Nah, itu namanya sembrono, bukan orang yang berhati-hati.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">c. Gocara Sampajanna</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Artinya "Pengertian yang lengkap tentang ruang lingkup". Apa yang dimaksud dengan Ruang Lingkup? Saudara boleh melakukan apa saja, yang sudah tentu dengan niat yang baik dan benar dari segala arah, asal apa yang saudara lakukan itu mempunyai hubungan dengan apa yang ingin saudara capai. Contohnya bagaimana? Misalnya kita mau membangun vihara, lalu kita bikin arisan? Tidak apa. Karena hasil arisannya nanti akan masuk ke panitia pembangunan. Jual parcel, tidak apa. Apa hubungannya parcel dengan vihara? Karena keuntungan dari jual parsel ini masuk ke panitia pembangunan. Bikin malam kesenian, lho vihara belum jadi kok malah senang-senang bikin acara malam kesenian. Tidak apa, asal ada keuntungannya, lalu keuntungannya masuk ke panitia pembangunan. Arisan, jual parcel, bikin malam kesenian, sepertinya tidak ada hubungannya dengan pembangunan vihara, tetapi kalau itu ditujukan untuk cita-cita supaya tercapai, itu termasuk Gocara Sampajanna.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Sesungguhnya, dalam hidup bermasyarakat, saudara cukup sampai di sini, yaitu: niat baik, sathaka sampajanna, sampaya sampajanna, dan gocara sampajanna. Nah, inilah bekal atau pedoman untuk membawa diri saudara di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam rangsangan, bujukan, dan sebagainya. Tetapi di sini, kalau saudara ingin meningkatkan batin saudara menjadi ke tingkat yang lebih tinggi, tidak di level yang biasa, ada yang nomor empat, ini yang paling sulit.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">d. Asammoha Sampajanna</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Yang dimaksud dengan asammoha sampajanna adalah "Pengertian yang lengkap, bebas dari kegelapan batin, bebas dari moha". Apakah yang dimaksud ini saudara? Kalau saudara mempunyai niat baik, sathaka sampajanna, dari segala arah dicek dengan baik, dan niat itu memungkinkan untuk dicapai, dan berhasil. Pada waktu saudara mencapai niat itu, kemudian saudara berhasil, kalau saudara menginginkan Asammoha Sampajanna untuk meningkatkan kualitas mental saudara agar naik ke level yang tinggi, saudara tidak boleh punya perasaan atau pengertian bahwa: "Saya sudah melakukan tujuan yang baik dan sudah berhasil". Tidak boleh sama sekali. "Saya sudah menolong dia, saya sudah berkhotbah dan selesai, saya sudah membuat orang lain puas, saya sudah menyelesaikan kewajiban". Tidak boleh. Mengapa? Karena ada 'aku yang sesungguhnya' yang melakukan, yang merasakan keberhasilan itu. Padahal tidak ada 'aku yang sesungguhnya' itu. Kalau saudara tanya, Bhante, ini siapa yang memberikan Dhammaclass? Saya mengatakan: 'Saya, aku'. Itu kok boleh, Bhante? Itu supaya kita berbicara tidak bingung. Ini tas siapa? Ini tas saya, bukan tas anda. Tetapi pengertian saya sendiri ke dalam, harus dimengerti bahwa tidak ada aku yang benar-benar memiliki tas ini, tidak ada aku yang memberi khotbah yang sudah selesai dan membuat anda puas. Mengapa kok tidak ada? Sebab, khotbah ini bisa terjadi karena banyak macam sebab! Misalnya: ada lampu/penerangan. Ada saudara, kalau tidak ada saudara, saya mau berkhotbah kepada siapa. Ada bahan, ada kehendak untuk berkhotbah, ada yang dikhotbahi. Jadi seperti ada orang sakit, ada kehendak untuk mengobati, dan ada obat, obatnya lalu diberikan kepada yang sakit. Yang sakit merasa senang, sembuh. Kalau ditanya: "Siapa yang menolong dia, yang memberikan obat?" "Saya". Itu boleh. Tetapi pengertian untuk kemajuan batin harus dimengerti bahwa tidak ada 'saya' yang menolong mengambil obat. Mengapa? Kalau tidak ada yang sakit, siapa yang mau diambili obat? Kalau ada yang sakit, tidak ada obat, apa yang akan diberikan? Kalau saya sudah mengatakan, saya sudah menolong dia, mengatakan begitu dan merasa begitu menang, itu namanya menang-menangan, mendiskreditkan, menganggap orang sakit dan obat itu tidak ada. Yang ada, aku sudah berbuat menolong. Lalu, yang ada itu apa, Bhante? Yang ada adalah proses, proses yang baik, mata melihat itu, "Kok ia sakit", timbul kehendak, melihat obat ada di sini, tangannya bergerak, lalu obat ini diangkat, diberikan pada dia. Dianya lalu senyum-senyum, senang, ya sudah. Hanya begitu saudara —proses. Itu namanya proses yang baik. Aku yang berbuat baik itu tidak ada. Ini hanya salah satu faktor. Untuk bercakap-cakap, membuat orang agar tidak bingung, boleh kita mengatakan "Dia yang memberikan obat". Tetapi untuk kepentingan batin, ini tidak boleh. 'Aku' yang sejati itu yang mana? Pikirannya, jasmaninya, perasaannya, hidungnya, matanya?</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Sering saya bertanya, saudara melihat ini sebagai apa? Bentuk ini apa? Rumah. Siapa yang diantara saudara melihat ini lalu bilang: "Oh, ini nagasari". Tidak ada. Tetapi coba saudara tunjukkan, mana yang intinya rumah, mana yang disebut rumah yang sejati, yang betul-betul rumah? Kalau yang lain-lain dipisah-pisahkan, intinya rumah yang mana? Tidak ada. Coba saudara tunjuk yang mana? Ini lantai, ini dinding, ini plafon, itu atap. Mana yang disebut rumah? Kalau bentuk ini dirobohkan, ditumpuk-tumpukkan di sini, tidak dibuang, tidak diambil, utuh tapi diroboh dan ditumpuk-tumpukkan di sini; rumahnya hilang. Orang melihat apa? Oh, itu puing-puing. Jadi rumah itu apa Bhante? Rumah itu adalah sebutan saja, supaya kita tidak bingung. Ini rumah, ini gelas.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Kalau saya pelan-pelan jalan, saudara mengatakan ini jalan. Tapi kalau nanti lebih cepat, disebut lari. Apakah ini jalan, atau sungguh-sungguh jalan? Ini hanya kaki yang bergerak begini. Proses kaki ini bergerak, itu yang betul.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Faktor-faktor berkumpul menjadi satu, cocok, lalu jadi, dan itu tidak kekal. Kalau saudara bisa punya pengertian seperti begitu, batin saudara akan naik menuju ke level yang tertinggi. Kalau hanya menjaga niat tidak negatif, tidak jahat, baik dari segala arah, punya cita-cita yang masuk akal, tidak muluk-muluk, dan berusaha mencapai sukses, dan bahagia, itu biasa saudara. Dan itu sudah cukup untuk hidup bermasyarakat. Jadi kalau saudara tidak bisa mengerti yang nomor 4, jangan pusing. Tinggalkan saja, buang! Tidak usah dipikir-pikir, buang saja! Yang penting saya menginginkan saudara minimal mempunyai sikap yang disebut hati-hati.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Hati-hati itu menurut ajaran agama Buddha adalah punya kehendak baik. Dan itu harus sengaja dilihat, diteliti dan betul-betul kita mengerti itu sebagai baik. Yang baik itu dari segala arah. Dari Dhamma, dari undang-undang, dari lingkungan, dan dari sama sekali bukan baik karena saya merasa baik. Kemudian Sappaya Sampajanna, niat itu yang masuk akal, yang mampu kita lakukan dan capai, kemudian berusaha dengan tidak meninggalkan niat yang telah kita sepakati - gocara sampajanna-cukup. Kusala Cetana, Sathaka Sampajanna, Sappaya Sampajanna, Gocara Saampajanna; cukup! Kalau saudara tidak mengerti yang nomer 4, buang saja. Tetapi kalau saudara bisa mengerti, saudara membawa sikap mental saudara ke tingkat level yang paling tinggi, yang mungkin itu adalah ciri khas dari apa yang menjadi ajaran agama Buddha.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">[Sumber: Kaset kotbah Dhamma. Dikutip dari Mutiara Dhamma X ]</p>~BenZ_V1rY4_P0etR4~http://www.blogger.com/profile/10644949583475625961noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-28633292528908616822011-04-26T05:44:00.000-07:002011-04-26T05:54:57.309-07:00Frustasi Karena Cinta<!--[if !mso]> <style> v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal">Dalam dunia ini, adalah tidak mungkin untuk memenuhi seluruh keinginan kita. Tak perduli bagaimana kuat dan berpengaruhnya seseorang, ia akan tetap mengalami frustrasi. Ia akan menginginkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Ketika ia telah memilikinya, ia menginginkan yang lebih banyak atau sesuatu yang lainnya lagi. Keinginan yang tak terpuaskan adalah wajar bagi setiap insan di dunia ini. </p><p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Dalam kenyataannya, keinginan akan cinta orang lain selalu menimbulkan frustrasi. Jika seseorang jatuh cinta dan mengetahui bahwa perasaannya tidak terbalas, ia menjadi patah hati. Hal ini sering terjadi di kalangan muda. Bahkan keadaan yang sudah jelas menyenangkan dapat berubah secara tiba-tiba. Sebagai contoh: * Siapa yang menikahi gadis itu? Suatu ketika seorang pemuda sangat mencintai seorang gadis dari kota lain. Setiap hari ditulisnya surat yang panjang kepada sang gadis, untuk mengutarakan cintanya. Setelah mengirim tidak kurang dari ratusan surat, pemuda ini mengalami hal yang menyakitkan, sang gadis jatuh cinta dan menikah dengan tukang pos yang mengantarkan surat-surat tersebut. Sejumlah orang jatuh cinta pada pandangan pertama dan tetap bahagia sampai akhir hidup mereka. Sedang yang lainnya jatuh cinta pada pandangan pertama, hanya untuk menyadari bahwa ia hanya tergila-gila dan menyesalinya kemudian. Tetapi kebanyakan, cinta membutuhkan waktu untuk berkembang. Karena itu, jika cinta tidak cepat berkembang, seseorang jangan terlalu mudah kecil hati. </p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Ada pepatah menyatakan bahwa seorang pengecut tidak pernah memikat hati seorang wanita cantik. Artinya bahwa seseorang yang terlalu cepat putus asa tidak akan dapat menikah dengan gadis yang diinginkannya. Sejumlah orang dapat bertingkah laku secara dewasa dan perlahan-lahan menarik perhatian orang lain dengan keramahan, pengertian, ketabahan dan kasih sayang untuk sesama. Orang tidak boleh seenaknya atau egois dalam mengungkapkan perasaannya. Bagaimanapun, perasaan manusia, seperti juga semua yang ada di alam, akan berubah. Jika seseorang dapat bertingkah laku baik, selalu ada kesempatan bahwa lawan jenisnya akan menyadari sifat-sifat baiknya dan timbul rasa simpati terhadap orang tersebut, tapi kesemuanya ini memerlukan waktu. Tetapi harus ada batas dalam usaha memikat hati lawan jenis, terutama jika jawabannya sudah jelas 'TIDAK' dan orang tersebut seharusnya tidak menjadi ekstrim dalam mengutarakan cintanya. Seseorang seharusnya memberikan hak kepada orang lain untuk membuat keputusannya sendiri dan menghormati keputusan tersebut. Tidak ada ketentuan bahwa cinta seseorang harus dibalas. Dalam keadaan dimana cinta seseorang tidak terbalas, jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak adalah saling mengharapkan kebahagiaan pada masa yang mendatang dan tetap sebagai teman tanpa menimbulkan gangguan apapun kepada pribadi masing-masing atau menyusahkan diri mereka sendiri. *</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Perceraian </p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Dalam setiap hubungan percintaan, selalu ada kemungkinan untuk bercerai. Hubungan yang seperti mimpi telah menjadi hambar dan kedua pihak yang terlibat dapat melihat kedatangan perpisahan itu. Dalam perceraian ada perasaan yang terluka, terutama apabila perasaan seseorang telah terikat seluruhnya menjadi satu. Simpul perasaan harus diputuskan cepat atau lambat, dan setiap kali mereka diputuskan, pihak-pihak yang terlibat akan sedikit berduka. Setiap orang harus menerima kenyataan bahwa untuk beberapa saat, ia akan mengalami perubahan yang tajam pada perasaannya. Ingatan terhadap hal-hal yang dikatakan atau dilakukan akan timbul secara tiba-tiba dan akan menimbulkan berbagai macam perasaaan. Dalam keadaan demikian, sejumlah orang bertingkah laku seperti korban yang terluka. Jika tidak ada sesuatupun yang dapat dilakukan untuk mencegah perceraian, hal yang pertama-tama harus dilakukan adalah menerimanya sebagai sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Sebelum melakukannya, seseorang akan 'lumpuh', dengan pikiran yang terus menerus mempertanyakan bagaimana caranya untuk memperbaiki sesuatu yang tak dapat diperbaiki. </p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Seseorang harus siap untuk menjalani beberapa tahapan emosi sebelum pulih akibat perceraian. Pertama-tama akan terjadi goncangan. Sulit dipercaya bahwa perceraian telah terjadi, setelah itu harga dirinya akan jatuh. Ia merasa sangat malu, terutama kepada dirinya sendiri. Setelah goncangan dan menemukan cara untuk mengembalikan harga dirinya, ia harus menghadapi kesepian dari kesendiriannya. Tetapi pada akhirnya ini akan berakhir juga. Tidak akan menghilang dalam sehari atau seminggu, prosesnya memakan waktu, tetapi pasti akan berakhir. Selama periode ini, ia harus mencoba setahap demi setahap. Jangan memikirkan yang telah lampau atau terlalu mengkhawatirkan masa mendatang. Cara ini membantunya untuk melalui hari-hari yang sangat buruk. Dan kemudian, tanpa disadarinya, ia sudah tidak dipengaruhi lagi oleh perceraian, dan benar-benar bebas kembali. Dia harus menghindari dari melakukan kebodohan selama waktu penyesuaian. Sering kita membaca dari koran-koran yang memuat tragedi-tragedi seperti bunuh diri, kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang patah hati. Ada sebuah kasus mengenai seorang pemuda yang terjun ke sungai dan tenggelam, dengan surat-surat cintanya yang terbungkus rapi dalam sebuah kantong plastik tersimpan di kantongnya. Ia patah hati karena kekasihnya memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain. Pemuda ini melakukan bunuh diri secara fisik. Banyak orang melakukan pembunuhan perasaannya, dengan menjadi gila karena frustrasi dan sangat kecewa dengan hubungan cinta yang putus. Sedang yang lainnya tidak mau menikah atau jatuh cinta lagi setelah hubungan cintanya kandas. Mengapa orang-orang harus mengalami penderitaan ini? Tidak lain karena mereka tidak mempunyai pengertian tentang ketidak-pastian hidup dan karena itu terperangkap dalam pergolakan perasaan. Mereka memperkuat ikatan kasih sayang dan memupuk harapan-harapan yang tidak masuk akal. </p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Seseorang yang lebih mengerti alam kehidupan ini akan mengetahui bahwa hidup dipengaruhi oleh delapan keadaan duniawi. Seperti ombak di samudra demikianlah delapan keadaan ini berpengaruh. Saat yang menyenangkan akan disambut dengan tangan terbuka, dan saat yang tidak menyenangkan agak sulit untuk dipikul. Seperti sebuah pendulum yang berayun ke depan dan belakang, keadaan yang diinginkan dan tak diinginkan berlaku di dunia ini dari setiap orang tanpa kecuali harus menghadapinya. Seseorang dapat menikmati keuntungan, tetapi untuk setiap keuntungan juga ada bahaya kerugian. Seperti terjadi pada popularitas, pujian dan kebahagiaan, yang bisa menimbulkan resiko negatifnya, yaitu: difitnah, dicela dan menderita. Bagaimanapun, setiap kejadian akan membawa harapan bahwa keadaan akan berubah menjadi lebih baik. Suatu kerugian dapat menjadi dasar untuk keuntungan yang akan datang, sementara ketidak-terkenalan dapat berubah menjadi terkenal, celaan menjadi pujian, dan penderitaan menjadi kebahagiaan. Itulah ketidak-tetapan keadaan duniawi. Dan persoalan cinta juga merupakan keadaan duniawi. Cinta antara dua manusia dapat tumbuh secara mendalam dan dewasa, bersikap saling memberi, saling menghormati dan saling berbagi rasa. Tetapi juga dapat menjadi hambar bila pihak-pihak yang terlibat saling mengabaikan atau ketika keadaannya yang berubah tanpa ada satu pihak pun yang salah. </p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">Salah satu cara untuk menghibur penderitaan batin yang mendalam atau frustasi adalah dengan membandingkan kadar/tingkat penderitaan dan kesulitan kita dengan yang dialami oleh orang-orang lain. Anda menyangka bahwa dunia akan kiamat. Tetapi, jika anda mencoba untuk melihat penderitaan orang lain dan mencoba untuk menghitung berkah-berkah yang anda dapatkan, anda akan terkejut menyaksikan betapa banyak orang yang lebih menderita daripada anda. Singkatnya, anda telah terlalu membesar-besarkan penderitaan anda. Banyak yang lebih menderita daripada anda, tetapi mereka tidak terlalu mengkhawatirkannya. Metoda lain untuk mengatasi persoalan anda adalah mengingat apa yang pernah anda alami dengan keadaan yang sama atau lebih buruk daripada persoalan anda yang sekarang dan bagaimana anda, dengan kesabaran dan usaha anda dapat mengatasi kesulitan anda. Dengan demikian anda tidak akan membiarkan persoalan anda 'menenggelamkan' anda. Sebaliknya anda akan menyiapkan cara untuk menyelesaikan setiap persoalan yang anda hadapi. Anda harus menyadari bahwa anda telah melewati situasi yang lebih buruk dan anda telah siap dalam menghadapi persoalan apapun. Dengan pikiran seperti itu, anda segera akan memperoleh kembali kepercayaan diri anda dan akan dapat menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan anda.</p> <p class="MsoNormal"> </p> <p class="MsoNormal">(Dikutip dari majalah BUDDHA CAKKHU No.19/XI/90. Naskah Asli: How To Live Without Fear And Worry, Alih bahasa: Winata, Editor Jayadhammo</p>~BenZ_V1rY4_P0etR4~http://www.blogger.com/profile/10644949583475625961noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1817083123390147302.post-39250470348557778532011-04-26T05:33:00.000-07:002011-04-26T05:40:38.450-07:00Arti Berlindung<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(51, 51, 51); font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; "><div><div><b>Arti Berlindung</b><br />Oleh: Yang Mulia Somdet Phra Nanasamvara</div><div></div></div><div><br /></div><div><br /></div><div>Harus dipahami bahwa Agama Buddha tidak bertujuan untuk membuat kita menyembah Sang Buddha sebagai makhluk surgawi dengan kekuatan-kekuatan supranormal. Agama Buddha lebih bertujuan untuk membuat kita memuliakan; Sang Buddha sebagai Buddha sejati (yang benar-benar telah tercerahkan oleh diri-Nya sendiri dan kemudian mengajarkan Dhamma kepada makhluk lain), untuk membuat kita memuliakan Dhamma sejati (yang dibabarkan oleh Sang Buddha), dan memuliakan Sangha sejati (Komunitas orang-orang yang berlatih). Tiga Perlindungan ini nyata dan dapat diandalkan.</div><div><br /></div><div>Sebagian orang mungkin meragukan Ajaran Sang Buddha, sehubungan dengan Dhamma yang menyatakan; "Diri ini adalah pelindung bagi diri sendiri" dengan pernyataan tiga perlindungan terhadap; Buddha, Dhamma dan Sangha. Ada syair yang mengokohkan tiga perlindungan itu dan menyangkal perlindungan lain. Syair itu berbunyi:</div><div><br /></div><div><i>"Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Buddha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi,</i><br /><i>Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Dhamma-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi,</i><br /><i>Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Sangha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi."</i></div><div><i> </i></div><div>Jika orang mendengar sepintas, tampaknya ketiga hal ini saling berlawanan, tetapi sebenarnya tidaklah demikian.</div><div><br /></div><div>Pertama, marilah kita lihat secara jelas ketiga obyek itu. Walaupun berbeda dalam pengertian materi, namun memiliki esensi yang sama; karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, dan Dhamma ini dilestarikan oleh Sangha, sedangkan Sangha adalah murid-murid Sang Buddha; jadi ketiganya saling berhubungan. Ibarat tiga tiang kayu yang saling menyangga. Jika orang berlindung pada salah satunya, otomatis dia bergantung pada ketiganya. Dalam pengertian lain, Sang Buddha adalah perlindungan tertinggi; demikian juga Dhamma dan Sangha, sesuai dengan sifat-sifat khususnya masing-masing. Penghafalan kitab suci hanya merupakan ungkapan sederhana; tiada perlindungan lain selain Sang Buddha, tiada perlindungan lain selain Dhamma, tiada perlindungan lain selain Sangha.</div><div><br /></div><div>Di sini, kita sampai pada masalah: apakah ini berlawanan dengan ajaran untuk berlindung pada diri sendiri? Sebenarnya, ketiga perlindungan ini disebut <i>"sarana"</i>, sedangkan perlindungan pada diri sendiri disebut <i>"natha"</i>, namun tidak perlu kita menyelidiki asal kata dari bahasa Palinya. Ajaran-ajaran ini tidak berlawanan, justru sebenarnya sangat sesuai. Seandainya kita membandingkan kehidupan kita dengan suatu perjalanan; kita mengambil perlindungan pada Sang Buddha sebagai pemandu, pada Dhamma sebagai jalan, pada Sangha sebagai orang-orang yang terus berjalan untuk menunjukkan jalan, dan pada diri sendiri kita sendiri sebagai musafir. Di sini, "diri" berarti diri kita sendiri, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan. Sejak lahir kita sudah harus berlindung pada diri sendiri.</div><div><br /></div><div>Marilah kita renungkan hal ini sejenak, seorang anak memang tidak dapat bergantung pada dirinya sendiri; ayah atau ibunya harus selalu membantu menopangnya. Tetapi dalam hal yang paling penting anak itu justru harus bergantung pada dirinya sendiri. Orang tua menyediakan makanan dan mereka hanya dapat meletakkan makanan itu di mulut si anak. Lalu anak itu sendirilah yang harus mengunyah dan menelannya; tubuhnya harus menerima dan mencernanya. Dalam mengunyah dan menelan makanan, si anak harus bergantung pada dirinya sendiri. Begitu juga dalam hal belajar; si anak mungkin bergantung pada orang tuanya untuk mencari sekolah dan membayar uang sekolah, tetapi dia sendirilah yang harus belajar. Dia tidak dapat bergantung pada ibunya, ayahnya, atau siapa pun juga, agar belajar dan mencari ilmu baginya, sementara dia duduk santai berpangku tangan. Belajar untuk memperoleh pengetahuan membutuhkan ketergantungan pada diri sendiri, pada sendiri, dan pada kekuatan intelegensinya sendiri. Inilah yang disebut berlindung pada diri sendiri. Tatapi bagaimana orang dapat berlindung pada diri sendiri agar tidak menjadi malas dan tidak gagal? Orang harus berlatih sesuai dengan ajaran dan petunjuk Sang Buddha, yang mengajarkan kepada kita untuk berjuang dengan gigih sampai berhasil. Inilah yang disebut berlindung pada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha; yaitu, merenungkan ketiganya dan berlatih sesuai dengan itu semua. Ketiganya dapat menjadi perlindungan bagi diri sendiri; demikian juga orang dapat berlindung pada diri sendiri.</div><div><br /></div><div>Barangkali akan timbul pertanyaan; pada saat ini, di manakah Sang Buddha bersemayam? Murid-murid yang mempelajari sejarah Buddhis akan menjawab: pada saat ini, yang ada hanyalah Dhamma dan Vinaya (Peraturan) yang dicetuskan oleh Sang Buddha ketika Beliau masih hidup. Dhamma dan Vinaya sebagai wakil Guru Agung pernyataan tersebut dibuat ketika Beliau akan meninggal dunia<i>(parinibbana)</i>. Tetapi beberapa murid Dhamma lain mungkin berusaha membuat orang lain berpikir dengan menjawab: "Sang Buddha mencapai Dhamma yang Kekal <i>(amatadhamma)</i>, maka Beliau tidak dapat mati". Jadi sekarang inipun, Sang Buddha masih ada dan akan tetap ada selamanya. Di manakah Beliau bersemayam? Beliau ada di dalam Dhamma yang Kekal. Beberapa murid Dhamma lainnya mungkin akan mengacu pada bukti yang terdapat di kitab suci; di sana tidak disebutkan apakah Sang Buddha dan para Arahat meninggal dan lenyap, atau meninggal untuk dilahirkan lagi. Hal ini disebabkan karena yang mati adalah <i>khandha</i>(indriya) atau <i>khandha</i> tubuh <i>(khandha-kaya)</i>. Sang Buddha dan para Arahat bukanlah <i>khandha</i>. Bila dikatakan bahwa mereka meninggal dan lenyap, atau meninggal dan apa pun sebutannya, semua itu tidaklah benar. Murid-murid Dhamma masih mempertahankan bahwa bila Sang Buddha dikatakan ada dan kekal, ini bukannya tanpa dasar. Jika orang ingin melihat Buddha pada saat ini atau kapanpun, dia harus bertekad untuk mempraktekkan Ajaran Buddha. Dia harus melatih pikiran untuk konsentrasi, melatih pemahaman Dhamma, dan kemudian dia akan dapat melihat Sang Buddha sendiri. Sang Buddha telah memastikan bahwa: <i>"Siapa pun yang melihat Dhamma, berarti melihat Buddha"</i>. Kesaksian ini menyatakan bahwa Sang Buddha ada dan dapat benar-benar dilihat. Karena itu, memutuskan Sang Buddha sebagai pelindung, seperti yang terungkap dalam syair: <i>"Pada Sang Buddha-lah saya berlindung"</i> bukan berarti berlindung dalam kekosongan karena Sang Buddha sudah tidak ada. Sang Buddha benar-benar merupakan perlindungan sejati.</div><div><br /></div><div>Metode latihan yang digunakan untuk berlindung pada Sang Buddha adalah dengan merenungkan sifat-sifat luhur yang dimiliki Sang Buddha. Atau dapat merenungkan dengan cara: Sang Buddha benar-benar telah tercerahkan, benar-benar suci, dan memiliki welas asih sejati. Beliau akan muncul dalam sifat-sifat luhur tersebut. Maka kesepian dan rasa takut akan lenyap dari pikiran seseorang. Atau jika orang merasa cemas dan tertekan, suasana hati yang demikian akan segera lenyap. frustasi mental akan lenyap; lalu akan tampak jelas cara terbaik untuk memecahkan masalah. Inilah kekuatan Buddha sejati. Yang penting adalah mempertahankan Sang Buddha dalam pikiran seseorang sebagai perlindungan sejati. Maka Sang Buddha kemudian akan muncul sebagai perlindungan bagi seseorang. Pikiran yang memiliki perlindungan itu akan bersifat hangat dan tidak kesepian; kuat dan tidak lemah; berani dan tidak takut; murni, tidak menderita dan tidak keruh. Pikiran itu cenderung memunculkan pandangan benar. Bilamana orang telah melatih konsentrasi dan pemahaman Dhamma sehingga dia dapat melihat Dhamma, maka dia akan melihat Sang Buddha dengan jelas dan jernih. Sang Buddha dan Ajaran-Nya, nyata dan dapat menjadi perlindungan yang dapat diandalkan bagi siapa pun di dunia ini.</div><div><br /> [Dikutip dari Pengabdian Tiada Henti, 20 th Abdi Dhamma Sangha Theravada Indonesia. Naskah asli: Meaning of Refuge, Diambil dari Buku: FAITH IN BUDDHISM, Karya: H.H. Somdet Phra Ñanasamvara, Penerbit: Wat Bovoranives Vihara Bangkok, Thailand ]</div></span>Unknownnoreply@blogger.com0